👑 Fault

2.6K 306 117
                                    

Berita kepulangan Jeno dari rumah sakit hari ini sudah sampai ke telinga khalayak orang dan media massa. Banyak wartawan yang datang berbondong-bondong sejak pagi buta. Mereka seperti tak mau kehilangan berita sedikit pun mengenai keluarga konglomerat sekelas Dimas Wiratama dan Anne Wicaksana. Yang setiap langkah dan ucapan mereka bisa saja menjadi santapan publik. Itulah yang membuat mereka senang memburu berita apapun dari keluarga terpandang di Indonesia itu. Hal-hal kecil sekalipun bisa menjadi sebuah berita besar untuk berbagai kalangan.

Namun, Dimas memiliki Keenan yang selalu pandai menghadapi para wartawan. Keenan selalu berhasil memberikan keterangan menarik yang berhasil membuat para wartawan tak bertanya macam-macam lagi dengan setiap penjelasannya yang singkat, padat namun jelas itu.

"Jago emang Papi gue kalau urusan nyerocos di depan wartawan!" entah itu pujian atau sebuah sindiran yang terlontar dari mulut Chandra, putra Keenan.

"Belajar dong, Chan. Biar loe juga jago menghadapi wartawan cerewet itu!" celetuk Juna.

"Gue nggak akan melibatkan diri gue sama wartawan, meskipun Papi sama Mami sering banget terlibat sama mereka." dengus Chandra.

"Tutup telinga loe, Jen. Chandra sama Juna sebentar lagi pasti adu argumen. Berisik banget." Jeremy yang duduk di sebelah Jeno berusaha menutup telinga Jeno agar tak mendengar keributan di jok belakang dimana Juna dan Chandra berada.

Mobil van itu melaju meninggalkan basement setelah sang supir yang tak lain adalah Bima mendapat perintah melalui telfon dari Dimas.
Jeno bersikeras ingin satu mobil dengan ketiga sahabatnya dan menolak satu mobil dengan ibunya. Awalnya Anne tak mengizinkan, namun wajah memelas Jeno membuatnya luluh seketika.

"Berisik!" tandas Jeno sembari tertawa ketika mendengar perdebatan tanpa henti antara Juna dan Chandra.

"Juna nih bacot!" tuding Chandra.
"Bukannya elo yang bacot?" Juna tak terima dan menatap Chandra sengit.

"Shut up!" Chandra meletakkan jari telunjuk di bibirnya meminta Juna untuk berhenti bicara.

Juna melempar bantal leher pada Chandra. Akhirnya mereka malah saling lempar bantal dan membuat keributan lain.

"Abaikan aja, Jen." Jeremy menepuk pelan bahu Jeno sembari tersenyum meskipun anak itu tak bisa melihatnya.

Jeno mengangguk. "Rasanya lega bisa denger perdebatan mereka lagi, Je." katanya dengan pandangan lurus ke depan.

"Sepi ya di rumah sakit?" tanya Jeremy. Dibanding Jeno, dirinyalah yang merasa paling lega ketika mendengar keadaan Jeno terus membaik dan akhirnya bisa kembali kerumah hari ini.

"Banget, Je." sahut Jeno.

"Akhirnya bisa pulang hari ini. Gue janji bakal sering kerumah, nemenin loe kalau ditinggal kerja sama Tante Anne dan Om Dimas." ujar Jeremy riang.

"Awas kalau bohong. Gue males minjemin hoverboard gue lagi ke elo." tandas Jeno penuh ancaman.

"Kapan gue pernah bohong?" tanya Jeremy.

"Cewek satu sekolah hampir semuanya loe bohongin. Loe modusin. Di pikir gue nggak tahu?" Jeno sengit sendiri.

"Beda cerita kalau itu." sahut Jeremy.

"Emang dasar tukang ngerdus!" celetuk Jeno.

"Gue yang capek ngerdus malah elo yang dapet lampu hijau. Pakai pelet loe ya?" tuduh Jeremy pada Jeno.

"Gue nggak perlu pelet. Tanpa pelet aja cewek-cewek suka sama gue. Gimanalah kalau gue pakai pelet?" dengus Jeno yang sukses membuat Bima yang sedang fokus berkendara menahan tawa mendengar celotehannya.

A LITTLE PRINCEWhere stories live. Discover now