👑 Fear

2.9K 324 83
                                    

Setibanya di kelas pagi itu, Chandra dibuat kaget bukan main karena di berondong berbagai pertanyaan dari teman sekelasnya mengenai keadaan Jeno yang baru saja siuman beberapa hari lalu. Tentu saja kabar tersebut membuat seluruh teman sekelasnya merasa bersyukur dan lega. Jeno berhasil melewati masa kritisnya dengan baik.

"Chan, kapan Jeno bisa ke sekolah lagi?" tanya Rio pada Chandra yang baru saja meletakkan ransel di kursinya.

"Secepatnya," Chandra tersenyum.

"Keadaannya terus membaik kan setiap harinya?" tanya Eugene yang berdiri di sebelah Rio.

"Hari ini mau terapi jalan setelah kemarin beberapa hari dia belajar duduk sama rebahan sendiri tanpa bantuan orang lain atau suster." jelas Chandra sabar.

"Syukurlah, nggak sabar gue nunggu dia balik ke sekolah, main basket lagi sama tim." ujar Rio antusias.

"Gue juga nggak sabar pengen bikin onar sama dia lagi," sahut Eugene.

Chandra tercenung. Bermain basket. Membuat onar. Bisakah Jeno melakukan itu semua lagi dengan keadaannya yang sekarang? Mendadak hatinya terasa sesak. Ia lupa kalau Jeno adalah anak yang hyperaktif. Mampukah Jeno beradaptasi dengan kondisi barunya? Entahlah.

"Jeno emang nggak bisa pegang handphone ya, Chan?" tanya Rio. "Anak-anak pengen kan liat muka sengaknya dia lewat videocall.'
" katanya.

"Handphone-nya hancur," sahut Chandra sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ya terus nggak beli lagi?" tanya Eugene yang tahu betul bagaimana kekayaan orangtua Jeno. Jangankan ponsel baru, Jeno meminta apapun akan langsung terwujud.

Chandra bingung memberi penjelasan pada kedua temannya itu. Bukan Jeno tak mau kembali menggunakan ponselnya, hanya saja Jeno tak bisa menggunakannya lagi di keadaannya yang sekarang. Ayahnya tentu saja sudah membelikannya yang baru bahkan sebelum Jeno siuman. Namun, baik Tante Anne atau Om Dimas sama sekali tak tega memberikannya pada Jeno yang tak bisa melihat. Mereka tak mau membuat luka di hati putra mereka.

"Nggak usah loe tanya juga pasti ayahnya langsung beliin yang baru," celetuk Chandra di sertai kekehan.

"Jeno nggak kangen gitu sama kita semua, Chan?" tanya Rio.

"Tiap hari kalau gue kesana yang ditanya gimana sekolah, gimana di kelas, gimana anak-anak. Kurang kangen gimana coba si Jeno." Chandra menghela napas panjang.

Rio dan Eugene merasa terharu mendengar penjelasan Chandra tentang Jeno. Memang benar, Jeno adalah anak yang baik meskipun terkadang tingkah lakunya menyebalkan dan tengil. Siapapun akan mudah rindu pada remaja bermata bening dan berkulit putih susu itu.

"Jen, cepet balik ke sekolah. Kita semua kangen." batin Eugene.

👑👑👑

Anne mendorong kursi roda yang di duduki Jeno menyusuri koridor rumah sakit. Putranya itu baru saja selesai terapi berjalan. Ia bahagia bukan main melihat betapa semangat putranya itu saat melakukan terapi tadi. Keinginan Jeno untuk segera bisa berjalan lagi benar-benar kuat. Dan itu tentu membuatnya sangat bersyukur bukan main. Ia memiliki putra yang hebat dan tangguh.

"Jeno nggak mau langsung balik ke kamar, Bunda." ujar Jeno yang pandangannya lurus ke depan meskipun tak ada cahaya yang mampu ia tangkap dengan kedua mata sabitnya itu.

"Jeno mau jalan-jalan dulu sebentar di taman belakang?" tanya Anne yang langsung di angguki Jeno.

"Soalnya Jeno bosen di kamar terus. Aromanya nggak enak." sahut Jeno.

Anne tersenyum. "Ok, Bunda siap ajak Jeno menghirup udara segar hari ini." tukasnya.

"Bunda," gumam Jeno.

A LITTLE PRINCEWhere stories live. Discover now