UNTUKMU

666 36 19
                                    

Langit Jogja masih berwarna kelabu dengan awan hitam yang tebal. Kilat berakar rendah ke bumi menerangi siluet wajah seorang lelaki yang membasahi tubuhnya di tengah angin dingin yang berhembus kencang. Lumpur-lumpur di tubuhnya luntur seiring sentuhan air yang membersihkan semua noda juga dosanya beberapa tahun silam. Kini wajahnya terlihat jelas, bentuk oval diisi oleh bibir tipis berkesan tegas dengan warna merah muda, dibariskan dengan hidung mancung yang halus dan juga garis mata yang seimbang membuat lelaki ini terlihat seperti mahakarya patung lilin yang di pahat tanpa celah, ia menyerupai pangeran tampan yang jatuh dari surga.

"Kamu bisa tenang sekarang, sayang. Jangan menangis, dia sudah aku kubur di tempat yang seorangpun tak akan menemukannya. Jangan lagi menangis dengan jeritan pilu, aku tidak sanggup mendengarnya."

Hujan itu seolah berhenti, suara gemuruh dari kilat sirna, angin kembali sepoi namun tetap menusuk tulang. Lelaki itu tersenyum getir, merentangkan kedua tangan dengan wajah menengadah ke atas langit diteriakannya satu nama yang tersimpan dalam memorinya "SHANIIIIIIIIIIIIII..."

++++

Sudah beberapa pekan ini hujan tak pernah terlambat datang. Hampir setiap hari awan di kota ini pasti meleleh menjadi titik-titik air yang jatuh sebagai hujan ataupun gerimis. Langit selalu terlihat sendu, muram, gelap, kelabu.

Pagi itu rupanya tangis langit tak bisa terbendung padahal gadis jangkung itu sudah bangun pagi sekali hanya untuk melakukan rutinitasnya di minggu pagi yaitu berjalan disekitar komplek rumahnya.

"Kayaknya kamu sayang banget ya sama aku sampe nggak bolehin aku keringetan" Ucapnya tersenyum sembari mengetuk-ngetuk kaca jendelanya yang basah.

Namanya Shani Indira gadis cantik berambut panjang, ia dikenal dengan parasnya dan pembawaannya yang sangat tenang, orang-orang menyebutnya jelmaan dari malaikat. Jika dewi Afrodit dalam mitologi Yunani adalah dewi tercantik dan banyak kekasih berbeda dengan Shani yang bisa dibilang kesetiaannya seperti dewi Sinta dalam pewayangan. Namun ia bisa berubah menjadi dewi Durga dalam beberapa kisah percintaanya.

Shani masih sekolah menengah di salah satu sekolah terbaik negeri ini. Tahun ini adalah tahun terakhirnya ia mengenakan putih abu, seragamnya akan berganti, wawasannya akan bertambah luas, lingkungan juga akan berubah, namun kisah cintanya yang melegenda baru saja dimulai di saat bell sekolah terdengar.

"Ayo masuk-masuk... kalian ini tidak dengar bell masuk sudah bunyi dari tadi! HEY bapak hitung sampai tiga kalo tidak.." Pak Joko, guru matematika yang terkenal galak itu tak melanjutkan kata-katanya saat matanya menangkap sebuah banner besar dengan tulisan I LOVE YOU SHANI terpampang di lapangan basket. Hampir semua murid mengerubungi lapangan basket, ada yang tertawa mengejek, ada pula yang kagum, ada yang tidak tertarik sama sekali dan ada juga yang menggoda shani secara terang-terangan.

"Ciyeee Shani... Boby romantis banget ya, mau dong di kasih banner juga atau baliho sekalian di lampu merah biar orang-orang pada tau gitu loh.." Ejek gadis bernama Ellea.

"Shani beruntung banget ya, terima aja Boby Shan, kasian loh dia pasti ngabisin banyak udit buat bikin ginian." Celetuk Rhea sambal berlalu pergi

"Gila ya si cupu idenya gak habis-habis, ada aja yang dilakuinnya. Pantang menyerah sebelum diterima, hahaha..." Gelak tawa dari beberapa geng sekolah terdengar memudar karena pak Joko berteriak marah.

"MAU SAMPE KAPAN KALIAN DISITU? APA MUKA KALIAN MAU SAYA TEMPEL JUGA DI BUKU YASIN? BUBAR!!!" Bentak pak Joko tegas,  "Shani kamu tidak boleh masuk kelas saya sebelum kamu beresin banner ini!" sambung pak Joko lagi meninggalkan Shani yang masih diam menggigit bibir bawahnya.

"BOBYYYYYYYYY SIALAN!!!" Teriak Shani dalam hati, ia mencopot banner tersebut dengan luapan amarah dan rasa malu yang bercampur. Bagaimana tidak gara-gara banner ini ia diledekin seluruh sekolah, ia terlambat masuk kelas, dan sekarang setiap kali ia berjalan maka seluruh siswa akan berbisik menggosip tentang dirinya.

ONESHOOTWhere stories live. Discover now