SECANGKIR KOPI MANIS

430 28 13
                                    

Jangan lupa tolong votenya ya sayangku. Tolong hargai karya saya dengan memberikan vote dan coment setelah membaca. Arigtaou.

+++++

Riuh angin di luar menandakan akan hujan lebat, awan tebal menggantung sejak sore tadi. Beberapa pedagang sudah bersiap untuk menutup toko mereka agar tidak kehujanan. Sepertinya hujan sore ini bukan hanya deras namun juga di sertai angin kencang.

Seorang gadis berlari menuju pendopo kosong, ia mencari tempat untuk berteduh kala tetes hujan mulai turun. Gadis itu terengah-engah mengatur napasnya, rambut panjangnya ia ikat rapih agar tidak basah.

"Harusnya aku nurut kata mama buat bawa payung.." gumamnya.

Wajahnya merengut menahan kesal akibat ulahnya sendiri yang tidak mau mendengar perintah mamanya, alhasil ia terjebak hujan yang cukup lama.

Gadis itu menggosok kedua lengannya guna mencari kehangatan di tengah guyuran hujan yang sudah lima belas menit belum juga reda. Kaos tipisnya mulai basah akibat cipratan dari plafon rumah yang berdempetan. Sepatu converse putihnya juga sudah terendam air, untungnya ransel berisi laptop dan buku-bukunya aman karena terhalang rain coat.

Sudah ke enam kalinya gadis itu menoleh ke pergelangan kirinya, jam menunjukan pukul 17:15.

"Percuma saja telpon orang rumah, mereka juga belum pada pulang." Ucap gadis itu.

Jalanan mulai gelap di tambah kabut tipis yang membuat jarak pandang terbatas. Motor dan mobil hanya satu dua saja yang lewat maklum saja ini bukan jalan utama.

Gadis itu memutuskan untuk menerobos hujan, jarak menuju rumahnya tidaklah jauh hanya terhalang tujuh rumah dan satu belokan kecil untuk sampai di gang rumahnya.

"Huh, percuma saja menunggu lama. Ujung-ujungnya ujan-ujanan juga." Gadis itu mengambil ancang-ancang untuk berlari, tak di sangka seseorang menarik ranselnya agar kembali ke tempat dimana ia berdiri.

Sadar jika tasnya merasa di tarik gadis itu menoleh, terlihat seorang pria seumurannya sedang memandangnya sambil tersenyum.

"Hujannya masih deres, anginnya juga kenceng, di tambah petirnya bikin kuping budeg. Jangan sekali-kali nerobos kalo gak mau ke samber petir." Ujar lelaki dengan ID card yang menggantung di lehernya.

Gadis itu membuang tatap pada jalanan sekitar memang benar suara petirnya sangat menakutkan. Lelaki itu tersenyum tipis memandang wajah samping gadis di hadapnnya.

"Kamu tinggal di daerah sini?" Tanya lelaki itu.

"Heem." Jawabnya tanpa menoleh. Gadis itu merasa canggung berdua dengan pria yang tidak di kenalnya. Lelaki dengan name tag Kinand itu masih saja tersenyum setiap kali gadis itu menghindarinya.

"Jalan ini terkenal angker, kamu pasti tau kan pembunuhan tukang sate beberapa pekan lalu." Ucap Kinand sembari merapatkan jaketnya. Gadis itu sontak menoleh ke arah Kinand.

Lagi-lagi Kinand tidak bisa menahan senyumnya, "Akhirnya kamu mau menatapku." Sambung Kinand pelan.

Gadis itu menunduk, menggigit bibir bawahnya. Entah apa yang sedang ia pikirkan, apakah tentang cerita barusan yang membuatnya takut atau tentang perkataan Kinand?

"aku cuma bawa payung satu, kalo kamu mau ayo aku anter." Kinand yang berada di belakang gadis itu membuka payungnya.

Tak ada kata yang keluar dari mulut gadis berambut panjang tersebut, gadis itu hanya menunduk melihat aliran air hujan yang jatuh mengenai sepatunya.

ONESHOOTWhere stories live. Discover now