What should i do?

417 28 10
                                    

Sebelumnya sorry banget, ini cerita alurnya maju mundur jadi pelan-pelan saja bacanya. Semalam saya update tanpa di koreksi dulu jadi banyak typo, sekarang sudah saya baca ulang dan di revisi agar lebih mudah di pahami.

Enjoy Reading...

+++++

Maaf mungkin kata itu yang ingin aku sampaikan padamu, atas segala rasa sakit dan penyesalan di antara kita. Andai bisa, hari itu aku tak ingin mengenalmu, lebih tepatnya kenapa tak tolak saja aku lebih kejam? Mengapa tidak pergi saja sedari dulu? Sebelum rasa ini menjelma doa-doa yang tak pernah bosan aku langitkan. Sebelum cerita kita mengalir menjadi kenangan yang menaungi setiap jengkal perjalanan yang kita tapaki.

Cerita kami telah usai, ini adalah sepenggal cerita yang tertinggal, tentangmu yang masih kerap singgah di kepala.

"By, mama tinggal dulu ya, kamu keluarnya nunggu mama pulang. Lagian kamu juga baru pulang kan? Mama cuma pergi sebentar kok." Suara mama mengembalikan kesedaranku dalam sekejap.

"Iya ma, hati-hati" Jawabku singkat. Aku berjalan menuju kamarku di lantai dua, duduk pada balkon kamar menikmati hujan sore ini dengan setangkup kerinduan.

Aku membuka aplikasi chat, ada banyak pesan masuk tapi enggan ku buka. Malas rasanya untuk membalas pesan dari teman-temanku yang rese itu. Ada satu pesan masuk dari seseorang yang mengabari bahwa dia sudah sampai di rumah dengan selamat. Biasanya aku akan tersenyum ketika membuka chat darinya, kali ini ada perasaan lain, hatiku berdebar takut. Aku membalas chatnya dan memulai obrolan yang sudah menjurus ke hal yang lebih serius tentang masalah kami. Sejenak aku terdiam untuk mempersipkan diri jika pembahasan kami akan berujung pada sebuah perpisahan.

"Bismillah," ucapku gentar.

"By, aku udah di rumah nih. Kamu mau ngomong apa?" Aku membacanya berulang kali, isi pesan dari Shania saat itu hanya kalimat sederhana yang sering di lontarkan namun entah kenapa detik seoalah menusukku, membawaku dan meneriakiku lantang pada jurang yang enggan ku sebut sebagai kejujuran.

Aku membalasnya tanpa basa-basi, aku yakin dia sudah mengetahui semuanya tentangku. "Shan, jujur sama aku apa yang Elaine katakan waktu itu?"

"Aku udah tau semuanya, By. Semuanya tentang kamu. Aku sakit, By. Sakiiiittt banget, bahkan nangis aja rasanya gak cukup."

Balasan Shania membuat terhenyak, dadaku bergemuruh, aku merasa terhimpit oleh pernyataan yang sebelumnya tidak pernah ku bayangkan. Shania membalasnya lagi dengan pesan yang lebih panjang.

"Aku pengen kamu jelasin semuanya, kenapa kamu tega lakuin itu ke aku. Kamu lakuin itu pasti ada alasannya kan? Kenapa By? Aku gak benci kamu hanya karena masalah ini, ada banyak hal baik yang bisa ku ambil kenapa aku harus membenci?"

Ulu hatiku terasa di hantam benda tumpul, remuk tak berbentuk. Aku menatap langit-langit kamar dengan pandangan buram. Ada air yang menggenang pada kedua mataku. Merutuki diri dengan segala umpatan dan sumpah serapah saja rasanya tidak cukup. Aku ingin datang kehadapanmu untuk mendapatkan banyak tamparan dan makian sadis agar rasa bersalahku sedikit berkurang.

"Maaf," Hanya itu yang bisa aku katakan padanya. Semua kata menghilang, bisaku hanya diam dengan isi kepala yang riuh menuntut keberanian untuk menjelaskan.

"Aku udah maafin bahkan sebelum kamu minta maaf." Balasnya lagi. Aku tersedak oleh tangisku sendiri.

"Maaf Shan, Maaf. Aku minta maaf." Lagi dan lagi hanya itu yang bisa aku sampaikan padanya.

"Pasti berat ya buat kamu harus jujur, aku ga benci kamu. Sekarang, mau gak kamu jadi temen aku? Selamanya."

Pecah sudah tangisku, aku meredam suara tangisku dengan menggigit lenganku sendiri. Lega dan sakit pada waktu yang bersamaan. Aku tidak bisa mengucap kata dengan benar, melihat dengan benar, semua yang ku lihat hanya wajah Shania yang tersenyum dalam kecewa. Aku tidak mendengar apapun kecuali suara hatiku. Bagaimana bisa aku tidak jatuh cinta sedemikian dalam pada sosoknya, setelah aku kecewakan, dia masih menjadi penenang untukku.

ONESHOOTWhere stories live. Discover now