Mimpi yang hebat (2)

356 15 8
                                    

Sorry lanjutan dari cerita kemarin gue bikin 2 part.

<<<>>>

Setelah makan pagi alias sarapan yang telat karena Vivie harus mengganti masakannya yang gosong, aku sejenak memejamkan mata di kamarnya. Ruangan dengan cat putih milik gadis itu tampak rapih, terkecuali rak buku di samping televisi. Ada beberapa buku yang ditata terbalik, mungkin baru selesai dibaca atau memang gadis itu lupa membereskannya. Aku tidak menyentuhnya sama sekali.

"Aaaaah nyaman banget." Ucapku ketika merebahkan diri pada tempat tidur milik gadis galak tersebut.

Pukul sepuluh lebih lima, aku sempat melirik ponsel namun enggan ku buka. Aku memilih untuk tidur.

"Ko.." Suara Vivie terdengar dari anak tangga. Aku tidak menjawabnya mataku terasa berat oleh kantuk.

"Ko," Kali ini suara Vivie sangat dekat. Ketukan pada pintu terdengar, gadis itu sepertinya masuk ke kamar ini.

Yang tadinya rasa kantukku sudah mencapai maksimal tiba-tiba saja aku ingin membuka mata. Gadis itu dengan telaten membuka sepatuku dan menyelimutiku. Rasa hangat menjalar keseluruh tubuh saat tangan halusnya menyentuh rambutku. Aku masih menahan untuk tidak membuka mata, aku yakin sekarang dia sedang duduk memperhatikanku, menatapku dengan lamat dan menahan hasratnya untuk tidak menciumku.

Bisa ku cium wangi parfumnya, aku yakin gadis itu masih duduk meskipun tanpa pergerakan sama sekali. Hening untuk beberapa saat, ku rasakan helaian rambutnya menyentuh pipiku.

Dadaku bergemuruh tidak karuan dan pada akhirnya aku membuka mata perlahan. Ada air yang menggenang di kelopak matanya, wajah kami sangat dekat tanpa sekat lagi. Aku bisa melihatnya dari jarak sedekat ini namun bukan itu masalahnya, gadisku ini menangis. Entah apa penyebabnya.

Kami saling bersitatap untuk beberapa detik sebelum Vivie memutuskan kontak mata terlebih dulu. Gadis itu menegakkan badannya kembali dan mengusap riak di matanya lalu berdiri dengan cepat untuk menghindariku.

"Vie," Aku menahan lengan kanannya. Gadis dengan rambut coklat itu tidak mau menoleh ke arahku.

"Ada apa Vie? Kamu nangis. Kalo ada masalah cerita sama aku. Mumpung aku disini." Bisa ku lihat Vivie menunduk dengan bahunya yang naik turun. Vivie tidak bergeming namun bisa kurasakan genggaman pada tanganku menguat.

"A-aku gak apa-apa kok ko." Ucapnya dengan suara tercekat. Gadis itu masih enggan melihat wajahku. Baiklah mungkin saja ia belum ingin bercerita. Gadis itu memang tidak suka di paksa.

"Yaudah kalo gitu. Jangan nangis ya, kan koko udah disini masa kamu nangis sih." Aku menggoyangkan lengannya manja. Dan sedetik kemudian gadis itu mencubit lenganku.

"Aaaaaargh! Kok di cubit sih Vie. Kan sakit" Ringisku. Aku mengusap lengan kananku yang merah. Sumpah demi apapun cubitannya sangat panas dan sakit.

Aku masih meniup bekas cubitannya yang terasa panas di kulit.

Hampir sepuluh menit kami duduk diam tanpa kata. Seolah kami adalah pasangan suami isteri yang sedang berkelahi. Dan tentu saja aku menjadi suami lemah dan pengalah.

Kembali aku mencuri pandang ke arahnya. Vivie tidak menolak saat aku menariknya dengan lembut untuk bersandar pada dadaku. Dada idaman wanita. Hehe

ONESHOOTWhere stories live. Discover now