First

662 49 8
                                    


Evan terlihat gelisah, dia berjalan kesana-kemari dengan pola yang tidak menentu. Tampak di layar laptopnya Harla yang sedang beraktivitas, oh, ternyata pria itu mengawasi Harla melalui CCTV. Gika yang sedari tadi berdiri di pintu ruangannya, bingung melihat tingkah si Bos.

"Ehm, Pak. Boleh saya masuk?" Teguran Gika membuat Evan tersadar dari kegiatan tak berfaedahnya, buru-buru ia menutup laptop yang semakin membuat Gika bingung.

"Halo, Ar. Masuk, masuk. Silahkan." Kata Evan menutupi kegugupannya.

Dia nggak ketahuan sedang mengawasi Harla, Kan?

"Bawa laporannya, kan?" Lanjutnya.

"Ehm, Maaf, Pak, laporan bulan ini sudah terlanjur saya serahkan ke Pak Erden minggu lalu." Jawab Gika, Evan menghela nafas.

"Yaudah, kalau gitu, silahkan kembali ke ruangan kamu." Kata Evan mempersilahkan, hasilnya, wajah Gika tampak bingung dengan ucapan bosnya tersebut. Evan memang menjadi menyebalkan hari ini.

"Baik, Pak." Gika akhirnya pamit.

"Ar! Mahasiswi atas nama Harla itu, tolong diperhatikan dengan baik, ya. Dia masuk ke sini atas rekomendasi saya, jadi saya merasa bertanggung jawab kepadanya." Kata Evan, ucapan Evan tersebut dibalas anggukan oleh Gika. Well, sekarang Gika paham, kenapa Harla harus berada di bawah bimbingannya. Ya, karena ulah bos-nya ini.

Setelah Gika keluar dari ruangannya, Evan membuka kembali laptopnya yang masih menampilkan gambar Harla yang sedang sibuk dengan beberapa file di mejanya.

☆▪︎☆▪︎☆▪︎☆

      Gika mengamati Harla dari jauh, gadis yang kini sedang menikmati makan siangnya beserta teman-temannya itu tampak menarik di matanya. Tapi, bukankah memang sejak pertama kali mereka bertemu, Gika sudah tertarik pada mahasiswi itu? 

       Kafetaria kantor hari ini tidak begitu ramai, mungkin karena banyak karyawan  perusahaan  memilih makan siang di luar kantor. Semakin intens mengamati Harla, semakin Gika dapat melihat perubahan warna wajah Harla. Dia seperti menahan sakit, Harla kenapa? Dia juga tampak beberapa kali memijit kakinya, seakan-akan dia kelelahan. Tapi, Harla kan sedari tadi duduk terus, dia juga tidak memakai highheels seperti rekan-rekannya yang lain. Jadi apa yang membuatnya begitu? Beralaskan rasa khawatirnya, Gika segera menyelesaikan  makan siangnya dan segera berlari ke arah klinik kantor.

"Mbak, salep buat pegal, ada nggak?" tanyanya kepada penjaga klinik

"Pak Gika pegal? tumben ke klinik."

"Ah, iya, kaki saya pegal, sepertinya terlalu lama berdiri pas ngantri makan siang tadi." Kata Gika yang mencoba menutupi kebenaran. Dia tidak mungkin memberitahu si penjaga klinik bahwa salep itu untuk bawahannya yang baru masuk hari ini.

"ooh," tanpa banyak bicara, si penjaga klinik langsung mengambil salep yang diminta oleh Gika.

"Makasih ya, Mbak." katanya, kemudian ia kembali ke kantor dan meletakkan salep itu di meja Harla.

Gika tak akan sadar, bahwa segala tindakannya sedang diamati oleh seseorang dari ruangannya.

     Tak terasa, pukul 17.00 WIB sudah tiba. Gika menutup file terakhir yang ia terima dari Harla lewat e-mail, sejauh ini, pekerjaan Harla bagus dan rapih. Sekarang dia paham alasan Pak Evan merekomendasikan Harla untuk magang disana. Setelah berhasil men-shut down laptopnya, Gika membersihkan mejanya dan bergegas keluar dari ruangannya. Dia bisa mengajak Harla pulang bersama, kan? Sayangnya, Gika tak menemui Harla di kubikelnya setelah ia keluar dari ruangannya. Gika mempercepat langkahnya menuju lift dan berharap bisa menemukan Harla secepatnya.

Tetangga 5 Langkah (Revisi On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang