Growl

731 57 0
                                    


Hari terakhir UAS ya? Hmm..

Seminggu belakangan ini, kampus tempat Harla berkuliah mengadakan ujian akhir semester untuk mahasiswa-mahasiswinya.

Huh, 2 bulan ke depan libur dong. Tapi nggak deh, Harla ada magang!

Mengingat kata magang, Harla kembali kesal. Seharusnya di musim libur begini, Harla akan fokus ke band-nya dan juga menyusun proposal pengajuan KKN. Program magang ini seharusnya tidak terlalu penting karena ditujukan hanya untuk mengisi hari libur mahasiswa, tapi kebijakan kampus mengatakan bahwa setiap mahasiswa yang mengikuti program magang ketika hari libur tiba akan diberi nilai tambahan. Which is Harla tidak butuh itu, tanpa mengikuti program magang pun, nilainya sudah stuck di angka 4,00. Sertifikat magang Harla juga sudah lebih dari cukup sebagai pendamping ijazah kelak, tentu saja begitu, sejak awal kuliah Harla sudah banyak mengikuti program magang atau seminar yang berguna baginya, hanya saja semester ini Harla akan disibukkan dengan proposal dan persiapan KKN, itu sebabnya dia tidak ingin ikut program magang dari perusahaan 'A-Z' itu.

  "Kenapa lo murung gitu dah? Takut kangen gue ya, lo?" Vevi menganggu aktivitas menggerutu Harla.

  "Duh, keknya tingkat ke-pd-an lo udah mencapai stadium akhir. Perlu gue bawa ke Rumah Sakit, nggak?" Ucapan Harla ini sukses membuat Vevi memanyunkan bibirnya.

  "Ah, lo mah gitu." Rajuknya. Harla tersenyum ke arahnya,
 
   "Ada Vidan noh," Vevi berkata demikian ketika Vidan, sang ketua dan gitaris band kampusnya menghampirinya.
 
   "Har, jangan lupa mulai besok latihan rutin setiap hari buat kontes bulan depan. Mau dijemput nggak?" Tawar Vidan ketika sudah berada didepan Harla.

   "O iya bener, kampus buka selama liburan?" Harla menjawab pertanyaan Vidan dengan pertanyaan lain.

  "Gue udah minjem kunci 'sekret' dari Pak Dhanu dan dikasih. Syaratnya cukup latihan sampe jam 4 sore." Jawab Vidan lagi.

   "Duh, gimana dong? Gue magang, dan belum tentu bisa pulang dari kantor jam 5 sore." Harla memberitahu Vidan.

   "Kok lo nggak ngasih tau dari awal sih, Har? Kemaren kan lo setuju latihan di sekret." Protes Vidan, ia tidak suka dengan kelabilan Harla.

   "Mana gue tau bakal lolos seleksi proposal?" Balas Harla sengit.

   "Ckk, yaudah nanti gue coba ajakin anak-anak latihan di studionya Mas Jevan. Awas kalau lo nggak bisa juga, sekalian aja kontes kali ini lo nggak ikut berpartisipasi. Masih banyak yang sanggup jadi vokalis." Ketus Vidan. Vidan tahu, cita-cita Harla yang sebenarnya adalah musisi, tapi karena suatu alasan, dia tidak melanjutkan pendidikannya ke bidang musik. Ini bukan karena orangtua Harla, ini murni karena alasan pribadi Harla. Meskipun demikian, Harla tetap memilih aktif di bidang musik lewat ukm kampus.

   "Studio Mas Jevan ada 3, mau di studio yang mana?" Tanya Harla.

   "Mau tanya Mas Jevan dulu, studio mana yang kosong setiap hari di jam 5-7 sore. Dan jarak studio dari rumah para anggota juga jadi bahan pertimbangan, kalau nggak sanggup, mungkin akan dikurangi jadwalnya." Vidan kembali melunak.

   "Mohon maaf ya, Dan." Harla merasa bersalah, bukan salahnya juga sih. Ini salah perusahaan itu yang meloloskan proposal amburadulnya.

✩▪︎☆▪︎☆▪︎☆

       File di meja Gika sudah sangat menumpuk, Gika sehari yang lalu izin tidak masuk kantor karena tiba-tiba sakit. Ini akibat dari Gika yang menghabiskan eskrim yang dibelinya untuk Rika pada malam sebelumnya, ibu anak satu itu menolak oleh-oleh dari minimarket yang ia bawa karena bukan seleranya. Si kakak malah menghabiskan semua snack yang lain tapi tidak dengan eskrimnya. Kesal dengan kakaknya, Gika menghabiskan 3 buah eskrim itu hanya dalam waktu 30 menit. Pada dasarnya, Gika adalah orang yang sensitif terhadap dingin, oleh karena itu ia langsung menderita radang di malam itu.

   "Vara! Ke ruangan saya sekarang!" Gika memberi perintah melalui pesawat telepon yang terdapat dimejanya, dia memijit keningnya pertanda ia sedang pusing. Ia tidak puas dengan hasil kerja bawahannya yang satu itu.

Harimau hutannya tim keuangan itu sedang mengamuk dan mengumandangkan aumannya yang menyeramkan.

2 menit kemudian, pintu ruangannya diketuk, setelah dipersilahkan masuk oleh sang pemilik ruangan, seorang perempuan memakai setelan kameja shifon pink dipadu dengan rok pensil bermotif bunga itu memasuki ruangan Gika.

  "Harus berapa kali Saya bilang, Vara? Rapikan penulisan laporanmu! Saya bingung dengan angka-angka yang kamu tulis, nggak sesuai tempat!" Suara Gika sudah naik 1 oktaf, sebagai orang yang bekerja lama di bawah Gika, Vara tahu bahwa dia masih belum bisa keluar dari ruangan ini. Butuh 1 oktaf lagi suara si atasan biar dia bisa keluar.

   "Kamu sudah lama bekerja disini, sudah lama bekerja dengan Saya. Tapi kenapa kamu belum bisa belajar dari kesalahan-kesalahan kamu sebelumnya sih? Kenapa kesalahan kamu selalu sama?" Gika belum berhenti mengomel, Vara hanya bisa menundukkan kepalanya, tak berani mengangkat kepala untuk berhadapan dengan si bos dingin nan kejam itu.

  "Maaf, Pak. Saya berjanji untuk belajar merapikan laporan." Vara berucap gemetaran.

  "Perasaan dari dulu kamu ngomong gitu terus, tapi nggak ada perubahan. Kamu tuh belajar nggak sih? Apa perlu saya pindahin kamu ke kelas 'magang'? Biar kamu belajar lagi?" Kata Gika lagi. Oh ayolah, pindah ke kelas magang sama saja dengan disuruh turun jabatan.

   "Tidak, Pak."

   "Revisi lagi laporan kamu, bawa ke saya sebelum jam makan siang. Kalau masih salah lagi, mulai besok kamu akan dianggap sebagai karyawan magang." Ancam Gika lagi, ucapan Gika tersebut membuat Vara bergerak cepat untuk mengambil laporannya dan kemudian segera keluar dari ruangan Gika.

☆▪︎☆▪︎☆▪︎☆

"Pak Evan sudah selesai mengoreksi UAS?" Pertanyaan dari rekannya menghentikan kegiatan Evan yang sedang memeriksa lembar ujian Mahasiswa-mahasiswinya tersebut. Ia membuka kacamata dan meletakkannya dimeja secara perlahan, ia tersenyum ke arah si penanya.

   "Belum,Bu. Saya baru selesai memeriksa punya 1 kelas, kelas lainnya belum saya periksa." Jawab Evan dengan senyum pepsodentnya.

   "Butuh bantuan nggak, Pak?" Tanya rekannya yang bernama Fifi tersebut.

    "Eng, nggak usah deh, Bu. Saya bisa ngerjainnya sendiri kok." Tolak Evan.

    Sebenarnya bukan rahasia umum lagi, jika dosen bernama Fifi ini mempunyai rasa kepadanya. Itulah yang membuat Fifi mendatanginya hari ini. Bagi Evan, Fifi adalah salah satu rintangan yang harus ia singkirkan untuk mendapatkan Harla. Evan tidak mau, ketika ia sedang mengejar Harla lalu tiba-tiba berantakan di tengah jalan karena kehadiran Fifi.

   "Padahal biar lebih cepat loh, Pak." Fifi masih belum menyerah, membuat Eva jengah sendiri. Perempuan ini nggak ngerti kalau dia sedang ditolak ya?

   "Ahaha, tapi saya bisa sendiri, Bu." Tolak Evan lagi.

  Ditolak untuk kesekian kalinya, akhirnya Fifi undur diri dari meja Evan.

Huftt! Wanita zaman sekarang aneh-aneh deh.,,

  Ketika Fifi baru saja pergi dari mejanya, sepasang mata beriris coklat milik Evan menatap kedatangan Vidan ke ruang dosen. Ia sempat berbicara tentang kontes band antar kampus yang diadakan oleh kampus tetangga dan rencana pelatihannya.

  Jadi sebulan ke depan, Harla akan sibuk dong.

☆▪︎☆▪︎☆▪︎☆

Bersambung
Thanks for reading guys..

XOXO

   part ini tidak ada interaksi antar pemain utama dulu ya guys, sibuk membangun karakter masing-masing, heheh

Tetangga 5 Langkah (Revisi On Going)Where stories live. Discover now