4 - Amarah

53 16 16
                                    

Assalamualaikum ....
Happy Reading ....

❤❤❤

"Semua masalah tidak perlu diselesaikan dengan amarah. Masalah lebih baik diselesaikan lewat musyawarah."

~Author Manis~

Arumi berjalan santai menyusuri gang kecil menuju rumahnya. Setelah tugasnya selesai mengajarkan beberapa ilmu yang semoga saja bermanfaat kepada anak-anak di danau, Arumi bergegas untuk segera pulang. Tadi Rana sempat menawarkan diri untuk mengantarnya sampai rumah. Namun Arumi menolak, tidak mau menyusahkan orang lain, itulah yang Arumi pikirkan. Apalagi, rumahnya dengan rumah Rana tidak searah dari danau.

"Kak Lumi, tunggu." Seorang anak kecil berlari ke arah Arumi.

Merasa dirinya terpanggil, Arumi memutar tubuh untuk melihat siapa yang memanggilnya. Senyum hangat terpatri, sejak kapan namanya berubah menjadi Lumi? Anak itu masih saja susah menyebutkan huruf 'R'.

"Ada apa, Nadira?" Arumi menyelaraskan tinggi tubuhnya dengan gadis kecil yang ia sebut Nadira.

Nadira adalah salah satu anak tetangganya. Arumi dan Nadira memang berteman dengan baik. Arumi sering sekali mengajak anak-anak para tetangganya untuk sekedar bermain dan belajar bersama, termasuk Nadira. Untung saja, hal itu disambut baik oleh para orang tua mereka.

"Aku mau celita," ujar Nadira antusias.

"Kata Kakak, aku halus selalu jujul, yaa? Aku juga inget. Kalo kata Kakak, boong juga boleh, tapi demi kebaikan." Nadira memperlihatkan senyum manis yang terpatri di wajah mungil nan cantik itu.

Gadis yang usianya sekitar 7 tahun itu, selalu saja membuat Arumi terkekeh mendengar nada suara cadelnya. Gemas rasanya mendegar anak kecil seperti Nadira saat berbicara.

"Wah, Nadira makin pinter, yaa." Arumi mencubit gemas pipi gembul Nadira.

"Kak Lumi, kemalin aku boong sama mamah." Nadira menundukkan kepala.

Arumi melotot mendengarnya. Bukankah Nadira sudah tahu berbohong itu termasuk hal yang keji? Lalu, kenapa gadis kecil ini melakukannya? Arumi tidak ingin mengambil kesimpulan sendiri, ia yakin jika Nadira memiliki alasan atas apa yang ia lakukan. Arumi tahu, Nadira adalah anak baik dan selalu mendengarkan perkataan dan perintah dari orang-orang di sekitarnya.

Arumi menggelengkan kepala. Tangannya mengusap lembut pipi Nadira. Membawa gadis itu mendekat ke arahnya.

"Nadira, Kakak gak ngajarin kamu buat boong sama siapa pun, tapi kakak tahu, kamu pasti memiliki alasan untuk itu, bukan?" Senyum hangat Arumi terlihat, matanya menatap lembut manik mata Nadira.

Nadira mengangkat kepala, membalas tatapan Arumi. "Kata kakak belbohong kalena kebaikan boleh. Aku boong sama mamah kalena makan cokelat malem-malem, kalo aku jujul nanti mamah malah, jadi itu boleh 'kan, Kak?"

Arumi terkekeh geli. Ia kira Nadira berbohong karena apa, tetapi ini hanya karena masalah cokelat saja. Sungguh ia sangat terhibur dengan tingkah menggemaskan Nadira.

"Sayang, itu tetap gak boleh. Makan cokelat malam itu gak baik buat gigi putih milik Nadira, nanti giginya berlubang, mau?"

Nadira menggelengkan kepala. Matanya masih tetap memperhatikan Arumi, pikirannya berusaha mencerna dengan baik perkataan Arumi.

"Dan ingat. Berbohong yang diperbolehkan itu cuma ada saat perang, mendamaikan dua orang yang berselisih, dan perkataan suami kepada istri atau istri kepada suami. Jadi, yang Nadira lakukan itu salah, nanti pulang minta maaf sama mamah, yaa?" Arumi menjelaskan secara perlahan, sebisa mungkin tanpa menyinggung ataupun membuat Nadira sedih.

Sajadah CintaOnde histórias criam vida. Descubra agora