16 - Berharaplah Pada-Nya

27 5 7
                                    

Assalamu'alakum ....
Happy Reading ....

❤❤❤

"Tak baik terlalu berharap lebih selain pada-Nya. Pasrahkan semua kepada Sang Pencipta, terimalah semua dengan lapang dada. Karena rencana-Nya pasti yang terbaik."

~Arumi Nasha~

Pagi hari kembali Arumi lewati seperti biasa. Bangun di sepertiga malam, melaksanakan salat dan tadarus, membantu Fatimah membuat kue, lalu membereskan pekerjaan rumah lainnya. Saat semuanya telah selesai, tentu saja Arumi bergegas pergi menuju kampus, sedangkan Fatimah juga ikut pergi untuk mengais rezeki.

Setelah mencium tangan sekaligus meminta doa dari sang ibu, keduanya harus berpisah di depan gang. Fatimah berjalan menyebrang menuju komplek sebelah, sedangkan Arumi menunggu bus lewat di sana. Tak tega sebenarnya melihat Fatimah bersusah payah mencari rupiah, tetapi Arumi tak memiliki banyak cara untuk membantunya. Walau ada beberapa hobi yang ia miliki dapat membantu sedikit demi sedikit. Seperti menjahit dan menulis. Tak menentu, tetapi cukup membantu. Satu hal yang Arumi harapkan, ingin memenuhi semua alat untuk mengembangkan hobinya itu. Semoga saja cepat tercapai.

Punggung Fatimah mulai menghilang di belokan jalan. Arumi masih setia mengunggu, hingga tanpa sengaja pandangannya bertemu dengan Vira. Gadis dengan rambut bergelombang itu berjalan santai. Sepertinya tujuannya juga sama, pergi ke kampus. Saat Vira semakin mendekat, Arumi melempar senyum ramah. Namun, seperti biasa hanya tatapan tak suka yang dilayangkan Vira. Sedih memang, tetapi Arumi harus tetap bersikap baik kepada saudara sepupunya itu.

"Assalamu'alaikum. Pergi ke kampus juga, Vir?" sapa Arumi kala Vira sampai di hadapannya.

Tak terdengar jawaban dari Vira. Jika sebelum-sebelumnya ia akan melontarkan kata pedas dan tidak enak hati kepada Arumi, tetapi sekarang tidak. Hanya tetapan jutek dan decakan kesal yang terdengar darinya. Arumi tersenyum kaku. Nampaknya, sapaan darinya membuat mood Vira memburuk.

Terdengar deru dari sebuah sepeda motor yang berhenti di hadapan keduanya. Kuda besi berwarna merah itu dinaiki seorang laki-laki tampan di balik helm dengan kaca terbuka yang ia gunakan. Arumi tak mengenalnya, tetapi Vira menyambutnya dengan senyum merekah.

Terlihat Vira mendekati laki-laki yang kini tersenyum itu. Tak berselang lama, sebuah pemandangan yang tak seharusnya mereka lakukan terlihat jelas oleh Arumi. Sebuah kecupan di pipi yang Vira berikan kepada laki-laki itu membuat Arumi dengan cepat menutup mata. Sungguh, Arumi malu sendiri melihatnya.

Lama Arumi tetap di posisi itu, bahkan sekarang tangan pun sudah bergetar dan mengeluarkan keringat. Sayup-sayup terdengar percakapan kecil dari kedua sejoli itu, seketika suara mesin sepeda motor terdengar nyaring lalu pergi menjauh darinya.

"Astagfirullah." Arumi menghela napas lega sembari mengelus dada.

Ia tak habis pikir, apakah hal semacam itu lumrah dilakukan remaja yang berpacaran? Sungguh, itu sangat jauh dari etika beradab antara lawan jenis yang bukan muhrim dalam Islam. Dirinya bukan sok alim, ia juga sadar banyak dosa yang melekat pada dirinya. Pada hakikatnya, manusia memang tempat salah dan dosa. Namun, menaati agama adalah kewajiban. Salah satunya menjaga etika antara lawan jenis. Itu pun untuk kebaikan kita sendiri, agar tak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Arumi berharap, semoga itu tidak terjadi kepada Vira.

Menunggu cukup lama, akhirnya bus tiba. Bergegas Arumi naik, syukurlah hari ini tak terlalu banyak penumpang. Sehingga Arumi dapat duduk dengan santai di salah satu bangku. Tak berdesakan lagi seperti hari kemarin. Sebenarnya hal itu membuat dirinya risih, tetapi mau bagaimana lagi. Cukup sulit menaiki bus yang sedikit penumpang.

Sajadah CintaKde žijí příběhy. Začni objevovat