S H E - t h i r t e e n

33.1K 4.6K 157
                                    

SHE

°

Sura masih dalam tangisannya ketika Nemesis berusaha menyadarkan diri sepenuhnya guna bicara serius dengan Sura tanpa adanya dorongan memecah pembicaraan dengan arogansinya menjadi memupus jarak dengan Sura. Karena pria itu jelas terdistraksi untuk merasakan perempuan yang mendadak ingin dia rasakan secara penuh dan sadar, tak seperti dulu; mabuk dan tak sadar perempuan lugu yang dia hancurkan keluguannya.

"Sura." Nemesis sudah tidak ngawur lagi, dia duduk dengan tenang di hadapan perempuan yang dia buat menangis itu.

"Sura, saya minta maaf. Tadi saya sudah keterlaluan sama kamu. Saya terbawa kondisi setengah mabuk, sekarang saya sudah bisa bicara dengan kamu. Dengan serius dan sadar." Kata Nemesis.

Sura merengek seperti bayi dan tidak bisa menghentikan tangisannya sendiri. Permintaan maaf Nemesis seperti tidak masuk dalam pendengarannya.

"Sura..."

"Saya mau pulang. Mau pulang...!" Kata Sura seperti anak kecil.

"Apa? Kita belum bicara, Sura. Kamu harus jelaskan semuanya!" Nemesis jadi terpancing untuk turut menaikkan nada bicaranya.

"Mas Nemesis nggak bisa paksa-" Sura terbatuk oleh suaranya sendiri yang tersendat oleh tangisnya. "-saya!"

"Aku nggak ngerasa maksa kamu saat ini. Aku sedang berusaha mendapatkan jawaban dengan cara bertanya. Jadi, berhenti main-main dengan saya atau saya akan menjamin sendiri kalo kamu nggak akan bisa pulang karena saya memaksanya, seperti katamu."

Sura semakin meraung. Dia tidak tahu bahwa akan seperti ini jadinya. Dia takut menghadapi Nemesis. Takut jika spontan saja bicara.

"Sura, jawab saya!"

"Iya, itu saya! Mas Nemesis sudah menghabiskan malam dengan saya!" Terpaksa Sura meneriakan jawaban itu. Dia pasrah karena sepertinya Nemesis akan lebih kejam dari sebuah ciuman ganas saja.

Rahangnya terlihat jatuh karena melongo mendengar pengakuan Sura. Meski tahu bahwa memang itulah jawabannya, tapi Nemesis seolah tak percaya dengan pendengarannya.

"Kenapa kamu nggak bilang jujur dari awal??? Kenapa kamu nggak minta pertanggung jawaban ke saya, Sura!?"

Kali ini Sura dibuat diam dalam sekejap. "Apa maksud, Mas? Saya justru takut bilang supaya saya nggak dipecat."

"Apa???" Nemesis langsung berdiri dari duduknya. "Kamu pikir saya sepicik itu???"

Sura tidak punya pilihan lain selain menjawab dengan anggukan. Dalam bayangannya, Nemesis memang sepicik dan sekejam itu.

"Sura!" bentakan Nemesis membuat Sura terkejut untuk kesekian kalinya.

Wajah frustasi Nemesis membingungkan Sura. Pria itu berjongkok di depan Sura yang terduduk dengan takut.

"Sura... saya minta maaf. Saya nggak mungkin memecat kamu, karena malam itu kamu yang sudah membantu saya untuk pulang dalam keadaan baik-baik saja."

Sura mengerutkan dahinya dalam.

"Sekarang saya tanya kamu, Sura." Perempuan itu menatap Nemesis dengan tertegun. "Saya adalah laki-laki pertama dalam hidup kamu, kan? Saya yang membuat kamu tidak gadis lagi, kan?"

Terkejut dengan pertanyaan dari pria di hadapannya, Sura kembali mengingat bahwa dirinya memang tidak lagi perawan karena kepasrahannya pada Nemesis malam itu.

"Sura jawab saya."

Sura malu. Tidak ada harga diri untuk mengucapkannya. Masalahnya, jika malam itu hanya sekilas saja momen terjadi maka Sura anggap itu adalah kecelakaan. Namun, kembali dalam ingatan Sura bahwa mabuknya Nemesis membuat Sura mengenal tubuh seorang pria. Sura juga memanfaatkan ketidaksadaran Nemesis untuk memenuhi keingintahuannya akan hubungan intim. Itu namanya bodoh. Sura mengakui dirinya bodoh karena membuka lebar kakinya untuk pria yang dia ketahui pemain ulung!

"Sura. Jujur sama saya."

"Maafin saya, Mas Nemesis." Kini berganti Sura yang membuat lawan bicaranya kebingungan.

"Apa maksud kamu? Kenapa kamu meminta maaf." Balas Nemesis.

"Mas... saya-saya sangat malu. Tapi saya harus menjelaskan bahwa itu nggak sepenuhnya salah mas Nemesis. Saya harusnya bisa menghindari kejadian itu, tapi saya justru memanfaatkannya supaya mas menyentuh saya. Bukan hanya sekali, tapi berulang kali. Maafin saya, Mas. Saya bukan perempuan yang baik-"

"Sura, dengar saya!" Nemesis menyela racauan Caesura. "Kamu harus berani mengatakan hal yang nggak adil untuk kamu. Jangan jadi perempuan yang menyalahkan diri kamu sendiri."

Sura menggelengkan kepalanya. "Bukan menyalahkan diri saya sendiri, Mas. Tapi saya berusaha jujur. Kita sama-sama salah."

Nemesis mengakuinya. Mereka berdua memang salah. Tidak bisa dia pungkiri akan hal tersebut. Namun, dia belum puas. Nemesis masih merasa mereka masih mengganjal akan sesuatu. Pembahasan yang terasa hilang tapi ada.

"Oke. Kita udah saling meminta maaf. Saya juga akan luruskan keadaan ini. Saya tidak akan memecat kamu, sebagai tanda permintaan maaf saya ke kamu. Saya mau kita bekerja-"

Sekali lagi, Sura dan lawan bicaranya harus diinterupsi dengan deringan ponsel Sura.

Buru-buru Sura mengangkatnya karena nama yang tertera di sana adalah 'mama'.

"Iya, ma?" sahut Sura dengan pelan.

"..."

Sura yang membelalakkan mata membuat Nemesis ikut panik.

"Aku ke sana sekarang. Mama tenang. Aku ke sana."

Ketika Sura berdiri, otomatis aktornya melakukan hal yang sama.

"Kenapa? Ada masalah, Sura?

Perempuan itu menangis tersedu.

"Jeno, Mas... Jeno."

Nemesis tidak tahu ada apa dan siapa sebenarnya Jeno hingga merasa perlu segera mengantar Sura menuju Jeno. Instingnya mengatakan jika ada sesuatu yang buruk terjadi pada Jeno-nya Sura.

He Wants to Messed Up With Me [TAMAT] TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang