H E - f i v e

46.6K 4.5K 140
                                    

HE

°

Kehidupan membentuk pribadi Zeugma Nemesis menjadi begitu bervariasi di tempat yang berbeda. Dia tahu perasaan bahagia melihat keluarganya bahagia. Namun, karena satu nama; Ratuelita dunia kakaknya dan sang istri hancur dalam semalam. Ya, begitu cintanya Nemesis terhadap keluarga hingga dia rela terlibat menyelidiki mengenai hal yang sudah diikhlaskan oleh kakak dan kakak iparnya itu.

Meski tahu bahwa ini tidak benar, tapi Nemesis lebih percaya bahwa Ratuelita-lah yang lebih tidak benar. Perempuan itu terobsesi dengan Proda yang tampan dan manis dengan segala usahanya yang mau melakukan apa saja supaya bisa berjalan dan membahagiakan sang istri.

Sayang, Ratuelita yang diangkat oleh sepupu Dave merasa memiliki segalanya dan bisa memisahkan Proda dengan istrinya. Kejadian itu sudah hampir berlalu setahun lamanya, tapi Nemesis sengaja melancarkan segalanya ketika hidup berjalan seolah sudah tenang tak ada apa-apanya.

"Papi kirim berkas dari perusahaan om Dion ke kamu, Boy. Sudah kamu baca?" tanya Dave dalam sambungan telepon.

Nemesis sebenarnya ingin sekali mengeluh, tapi dia tak bisa. Tak sampai hati menolak dan bersikap kurangajar pada keluarga yang begitu melimpahinya dengan kasih sayang sejak dulu.

Ada satu penyesalan saja berada di keluarganya saat ini, yaitu langkanya keturunan dalam keluarga. Entah bagaimana, Nemesis menjadi satu-satunya yang dilimpahi banyak tugas dan tetap melaksanakan pekerjaannya sebagai aktor ternama.

"Om Yon masih ngotot aku yang harus pegang perusahaannya, Pi?" tanya Nemesis heran.

Dia tidak mengatakan bahwa setuju mengemban tanggung jawab dari Dion—adik papinya, tapi ternyata papinya dan paman kesayangannya itu sudah sepakat lebih dulu memberikan jabatan penuh pada Nemesis.

"Iya. Boy, papi tahu ini berat. Tapi papi dan om kamu percaya bahwa kamu lebih dari mampu mengurus semua yang kamu percayakan ke kamu. Kamu satu-satunya penerus yang siap dilimpahi tanggung jawab sebagai pemimpin. Papi bangga memiliki kamu, Boy. Om kamu—yang secara nggak langsung adalah papi kedua kamu—juga percaya kepada kemampuan kamu yang luar biasa." Penjelasan panjang dari papinya membuat Nemesis tidak bisa berkata tidak. Dia menyayangi papi, mami, kakaknya beserta pasangan, adik-adiknya, pamannya dan pasangan dari Dion sepenuh hati. Hampir mustahil bagi Nemesis untuk tidak mengabulkan keinginan mereka.

"Aku paham, Pi. Kita memang kekurangan anggota keluarga baru. Adek-adekku juga masih sibuk main dan sekolah, nggak masalah. Sampai nanti mereka siap aku nggak akan sendirian menjadi penerus."

Di seberang sana Dave mengangguk. Meski berat, tapi hanya Nemesis yang diandalkan.

"Doa 'kan juga supaya om kamu bisa segera memiliki keturunan sendiri yang bisa nerusin kepemimpinannya. Sampai sekarang dia masih berusaha punya anak laki-laki. Selain sebagai penerus, Om kamu itu sangat kagum dengan kamu, Boy." Dave tertawa disela ucapannya. "Kamu masih ingat kata-kata om kamu itu?" tanya Dave ingin tahu.

"Kata yang mana, Pi? Banyak yang om Yon bilang ke aku."

Sang papi berdecak di sana. "Kamu ini macam mamimu saja. Tinggal bilang, 'iya inget, Pi' kenapa, sih? Harus terus bales papi kayak papi bodoh aja."

Nemesis tertawa renyah. Menertawakan sensitifnya sang papi. Semakin tua Dave yang dulu jelas mengalami perubahan, termasuk cepat tersinggung.

"Iya, iya, Pi. Aku inget." Entah inget ucapan yang mana Pi.

"Nah, gitu dong, Boy." Sahut Dave dengan senang. "Dia, kan pernah bilang kalo nggak dikasih-kasih anak laki-laki dia anggap kamu sebagai anak laki-lakinya. Bangga banget dia punya kamu, Boy."

Nemesis tersenyum, dia tidak tahu harus mengatakan apa. Namun, yang pasti dia dilema. Antara bahagia diandalkan dan lelah karena harus menanggung banyak hal.

"Pi aku balik kerja dulu, ya. Ada panggilan, nih dari manajer."

"Ah, oke-oke, Boy! Semangat kerjanya, jangan lupa pulang lebih sering ke rumah. Mami sama adik-adik kamu kangen berat, Boy."

Nemesis membalas, "Iya, Pi." Lalu sambungan terputus.

Berbohong mengenai pekerjaan hanya cara supaya Nemesis bisa sedikit melonggarkan lehernya dari jeratan tanggung jawab yang menumpuk.

Dia cerdas? Tak perlu ditanya lagi.

Dia tegas? Sangat diakui.

Dia cepat? Betu sekali.

Dia visioner? Patut diacungi.

Dia kritis? Lebih dari yang dibayangkan.

Pemimpin? Jagonya.

Sayang keluarga? Apalagi.

Bahagia? ...

"Apa gue bahagia?" tanyanya pada diri sendiri.

Perlu ditelaan lagi apakah Nemesis benar-benar bahagia atau tidak. Jika ditanya bahagia itu sayang dan disayangi keluarga dia percaya dia bahagia. Namun, jika pertanyaannya bahagia menjalani hidupnya kini... jujur, Nemesis merasa terkekang dan tidak bebas. Meski dia sudah berusaha bebas dengan menjadi aktor, seorang seniman, yang katanya hidupnya bisa lebih bebas. Sayang, selain menjadi aktor dia memiliki segudang hal untuk dipimpin dan dilindungi.

"Tuhan, kenapa segalanya udah ada di hidup gue tapi ada rasa nggak cukup dari diri ini?"

Mengingat Tuhannya sudah biasa bagi Nemesis. Seorang Karyna tahu cara mengajarkan anak-anaknya menjadi pribadi yang tetap taat meski tetap melakukan kesalahan.

Inilah garis hidup Nemesis yang sebenarnya. Terlihat sempurna dengan segala yang ia punya, tapi hampa masih dirasa. Nemesis rasa, dia memerlukan seorang seperti maminya. Seorang yang bisa menolongnya seperti mami pada papinya.

Namun, dimana, kapan, bagaimana dan siapa yang akan datang dalam hidupnya seperti sang mami? Nemesis ragu jika ada perempuan seperti maminya lagi di dunia ini.

He Wants to Messed Up With Me [TAMAT] TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang