42. Kembali Kasih, Sayang

8.4K 1.9K 100
                                    

Dari sekian banyak hari yang Harzi habiskan untuk menemani dan menunggui Kirani terbangun, dirinya merasa kalau hari ini adalah yang terpanjang. Waktu seakan enggan untuk begerak, Harzi juga merasa kelelahan padahal di kampus tadi dia sama sekali tak melakukan kegiatan apapun.

"Zi, kamu yakin nggak mau pulang? Ini udah seminggu kamu nggak tidur di rumah. Mamamu juga udah nanyain kamu terus."

Harzi menggeleng lesu dengan tatapan yang tak pernah lepas dari wajah cantik nan pucat yang masih saja betah tertidur itu. Tak memikirkan bagaimana rindunya Harzi dengan suara, senyuman, dan segala hal tentang dirinya.

Kunara yang mendapat jawaban seperti itupun hanya bisa berpasrah, tangannya tergerak untuk menepuk pelan pundak tunangan adiknya itu. 

"Abang mau keluar sebentar, kamu kalau capek tidur aja." Pamit Kunara dan akhirnya meninggalkan Harzi di ruangan itu sendirian. 

Meski lelah, Harzi sama sekali tidak mengantuk ataupun lapar. Yang ia rasa hanya ingin berada di sisi Kirani sekarang.

"Sayang, mimpinya indah banget, ya?"

Ucapnya setelah sekian menit berlalu, "Kamu gak capek? Aku di sini nungguin kamu bangun, aku punya banyak hal yang harus dibagi ke kamu. Aku kangen banget sama kamu Ran, ini bahkan lebih berat dari perpisahan kita sebelumnya."

Harzi merunduk saat sadar ia lagi-lagi telah berlinang air mata. "Aku mau, sebentar aja, kamu buka mata dan senyum ke aku. Bilang ke aku kalau semuanya bakal baik-baik aja-

-Aku minta maaf karena kamu harus punya pasangan selemah aku, yang kerjanya nangis terus tiap ketemu kamu. Aku minta maaf, karena demi apapun, aku cuma takut kehilangan kamu."

Harzi mengeratkan genggamannya. "Kamu pasti tahu kan, kalau besok itu hari ulang tahun kamu? Selamat ulang tahun, Matahariku. Aku sayang kamu, selalu dan selamanya."

Sementara itu, Kanaka tak lagi mampu membendung kesedihannya setelah mendengar semua curahan hati Harzi dari balik pintu secara tidak sengaja. Malam ini Kanaka datang dengan alasan yang sama, tepat pukul 12 malam nanti, Kirani berulang tahun.

Kantong yang berisi kue untuk kakaknya kini tergelak begitu saja di sebelah Kanaka yang meringkuk, menangis sejadi-jadinya. Alasannya pun tak jauh dari Harzi yang sudah lelah menahan rindu.

Ia lalu tersentak saat sebuah tangan menariknya agar berdiri, setelah itu yang Kanaka ingat hanyalah dirinya yang tenggelam dalam pelukan hangat si sulung.

"Kak... kenapa Kak Kirani nggak mau bangun? Naka kangen dia...." Ujarnya terbata menahan isak. Kunara pun tak mampu menjawab dan hanya menghela napas beratnya.

"Waktu itu dokter bilang kan, kalau cidera di kepala Kirani memang parah. Dan kemungkinan dia bisa bangun itu-"

"BANG KUN!"

Satu jam berlalu dan di sinilah harzi, terduduk dengan perasaan campur aduk walau gelisah dan rasa takut lebih mendominasi

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

Satu jam berlalu dan di sinilah harzi, terduduk dengan perasaan campur aduk walau gelisah dan rasa takut lebih mendominasi. Memikirkan bagaimana kondisi tunangannya yang mendadak kejang sewaktu Harzi hampir tertidur di sebelahnya.

Kanaka yang sempat merasa lebih baik pun kini ikut resah. Papa dan mama mereka yang baru sempat pulang sore tadi juga sudah hadir di sana. Irene tak henti-hentinya memanjatkan doa agar putrinya baik-baik saja dan segera terbangun dari komanya.

Saat dokter akhirnya keluar, Cahyo bangkit dan maju lebih dulu mengikuti langkah beliau yang meminta untuk berbicara empat mata. Lalu kembali dengan tergesa-gesa saat mendapat informasi bahwa Kirani telah sadar.

Harzi yang mendengar seketika merasa beban berat di pundaknya menghilang. Lega luar biasa  dirasakannya, dan doa yang berjuta kali ia panjatkan akhirnya diijabah Tuhan.

Kiraninya sudah kembali.

Sebelum masuk, Irene sempat memeluknya erat dan mengucap terima kasih berkali-kali. Pun Harzi sendiri baru akan menyusul setelah pamit sebentar untuk memanjatkan rasa syukur dan rasa terima kasihnya kepada Tuhan lewat sujud panjangnya. 

Setelah mengabari semua teman terdekatnya dan juga Kirani, Harzi mengantongi ponselnya. Berdiri tepat di depan pintu dan menarik napas panjang sebelum membukanya.

"Zi? Masuk sini, ini dia udah rewel nyariin kamu dari tadi."

Harzi mengerjap bingung lalu tersenyum, berjalan malu-malu ke sisi ranjang Kirani yang membuat Irene lantas peka dan menarik suami beserta kedua anaknya untuk meninggalkan ruangan. Bermaksud memberi sepasang kekasih ini waktu sendiri.

Lagi-lagi Harzi hanya mampu tersenyum seraya mengucap terima kasih. Begitu sadar semua orang telah meninggalkan ruangan, ia langsung meraih tangan Kirani dan menciumnya lama.

"Halo, sayang? Masih inget aku, kan?" Candanya namun dengan mata yang berkaca-kaca.

Seketika juga Kirani menumpahkan air matanya, tangan Harzi ditarik mendekat agar ia dapat menyentuh wajah yang juga telah basah karena air mata itu.

"Aku... juga sayang sama kamu." Ujar Kirani lemah. "Sekarang dan selamanya, kan?"

Harzi memejam sembari menggenggam tangan Kirani yang menyentuh pipinya, ia mengangguk dan tersenyum.

"Terima kasih sudah berjuang dan kembali. Aku minta maaf kalau selama ini aku belum cukup mampu menjaga kamu. Aku nggak mau janji lagi, tapi aku bakal berusaha untuk melindungi kamu biar hal kayak gini nggak terulang lagi."

Kirani mengangguk singkat, masih dalam posisi berbaringnya ia menatap wajah Harzi lekat-lekat. Kirani tahu benar kalau selama ini Harzi tak pernah jauh darinya, Kirani tahu sebesar apa kesedihan yang lelaki ini tanggung karena dirinya.

"Aku udah nggak apa-apa, jadi jangan khawatir." Ujar Harzi yang mengerti. "Oh iya, satu lagi-"

Harzi lalu meraih sesuatu dari sakunya, kotak cincin pertunangan mereka. Di sana ada cincin milik Kirani yang sempat dilepas sewaktu dia dilarikan ke rumah sakit.

"Aku sempet mikir kalau aku bakal nyimpen ini untuk selama-lamanya. Aku nangis cuma karena mikirin itu, tapi syukurnya, cincin ini balik ke yang punya, tuh." Cengir Harzi. "Dan juga, selamat ulang tahun, sayangku. Semoga Tuhan berbaik hati memberi kamu umur panjang. Soalnya kita masih harus menikah dan punya anak yang banyak-

-juga tolong, jangan sampai sakit lagi. Kamu masih harus ngurusin aku yang nggak bisa apa-apa tanpa kamu."

"

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.
make you mine [✔]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora