11. Cerita Dimulai

14.8K 3.1K 195
                                    

Seminggu berlalu, setelah kejadian dimana keduanya menyalahkan 'rasa', oknum Harzi tak pernah lagi muncul di hadapan Kirani.

Tentu saja Kirani bersyukur, akhirnya dia bisa menjalani aktivitas kuliahnya dengan aman, damai, lancar jaya sentosa semulus jalan tol.

"Tell me, Ran."

"Apa?"

"Kamu sama kak Harzi habis berantem?"

"Kenapa juga mesti berantem?"

Auri menghela napas dan mengubah posisi duduknya menghadap Kirani. Kedua tangannya menggenggam milik Kirani, belum lagi air wajahnya yang mendadak serius.

"Aku mau jujur sama kamu, dengerin."

Kirani mengangguk singkat. "Go on."

"He has a crush on you." Auri berucap. "Dan dia bilang bakal berusaha untuk mengubah persepsi kamu tentang dia."

"Terus lo percaya gitu?" Tanya Kirani, menahan tawanya. "Oh, Auri. ketahuilah bahwa kalimat yang lo bilang barusan adalah salah satu kata-kata ter-sampah yang lelaki punya."

Tangan Kirani lalu berpindah mencubit pipi Auri dengan gemas, merasa temannya ini masih terlalu polos dalam urusan percintaan walau nyatanya ia sendiri sudah punya kekasih dalam waktu yang lama.

"Gini ya, Ri. Gue memang nggak se-expert siapa pun dalam urusan cinta. Tapi yang gue tau, sekali pembohong akan selamanya begitu. Sekalinya suka main perempuan, bakalan susah buat berhenti. Memang, gue sendiri belum pernah lihat bukti nyata dari kelakuan dia yang satu itu. Tapi, dari awal semua orang di sekitar dia---even lo, juga pernah bilang begitu."

Kirani tersenyum tipis. "Lo bakal mengerti kalau melihat dari sudut pandang gue. Jadi, stop bahas-bahas dia, ya? Gini deh, kalau dia serius, pasti bakal effort juga, kok. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, kan?"

"Kamu sok tau, Ran."

"Untuk saat ini, biarin kayak gitu. Gue bukan orang yang senang mempertaruhkan perasaan untuk hal yang sifatnya belum pasti. Kalau dia emang mau berubah, ya buktiin aja tanpa harus memaksa gue dulu untuk terikat dengan dia."

"Tck, kasih dia kesempatan, kek!"

"Kesempatan diberi hanya untuk yang sungguh, bukan iseng."

Auri menyerah, baru bicara sedikit tapi dibalasnya sudah panjang lebar macam teks pidato. Sekarang Auri juga percaya, kalau orang pendiam tidak selamanya bisa didebat. Mereka akan menyusun kata sejelas dan sematang mungkin untuk membuat lawan bicaranya kalah telak.

Dan mungkin karena alasan itu juga, Harzi jadi mendadak insecure begini.

"Auri? Gue duluan, ya? Naka udah di depan." Pamit Kirani setelah meraih tasnya dan beranjak dari bangku. "Kalau dia nanya soal gue, lo bisa jelasin semua yang gue bilang barusan, see you."

Auri menghela napas berat sekali lagi, meratapi kepergian temannya itu dengan wajah cemberut. Setelahnya menoleh ke belakang, memelototi Harzi yang tengah mengepulkan asap rokoknya dari balik dinding.

"See? Dia bukan cewek biasa. Kalau rasa kakak masih cetek, mending mundur aja yang jauh."

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
make you mine [✔]Where stories live. Discover now