CHAPTER 27 "Pillow Talk"

716 123 13
                                    

Gue masih penasaran sama perlakuan Mama mertua gue ke anak-anaknya. Sama Tahara dia penuh kasih sayang, apa-apa disiapin, giliran ke Rara aja, ketus, selama gue disini, cuma bapaknya doang yang keliatan sayang sama Rara, selebihnya acuh tak acuh aja.

"Bang Kev?" Lamunan gue terhenti karena suara Rara bogel.

"Apaan Ra?" balas gue, tanpa mengalihkan pandangannya dari cermin, karena posisinya gue berbaring, berpikir sambil ngacain yang ini bibir.

"Bibirnya masih sakit ya?"

"Pake segala ditanya. Ya sakit lah! Itu lantai dari semen, dilapis keramik, bibir gue bukan batu meteor yang bisa bikin lantai itu pecah. Lu ga liat apa, bibir gue jontor gini?" balas gue menoleh ke belakang dengan muka sewot.

Jadi karena karpet ini anak tipis banget, setipis iman yang ngetik kisah ini, akhirnya gue bolehin dia tidur di kasur bareng gue. Lagian kasihan juga, Rara sedari tadi disuruh mulu sama emaknya. Gue pikir hukuman yang sering gue kasih ke dia itu udah kejam, eh ternyata ada yang lebih kejam dari gue. Ckckck poor bogel.

"Yaudah, kalo sakit jangan dipegang mulu, nanti kalo infeksi gimana?"

"Ga bakalan infeksi, tangan gue higienis, lain cerita kalo gue pinjam tangan lu yang bau terasi itu."

"Yaudah terserah aja kalo gitu."

Setelah itu, Rara cuma diam memunggungi gue. "Eh ngomong-ngomong ya Ra, kalo diliat dengan seksama, muka gue tampan juga ya kalo jontor gini. Keliatan seksi gitu ga sih? kaya Kim Kardashian versi lelaki."

Mendengar ucapan gue, Si Rara auto ngakak. "Pfftt! Kim Kardashian segala, yang ada Kim Kurdisan, haha lucu banget sih bang Kev."

"Lucu, lu pikir gue badut?!" Gue memutar kedua mata. Ini anak munafik banget ya, pake gak ngaku segala mengakui mau mengakui ketampanan gue. Halah anjir, dia kan sama kaya fans gue yang lain, suka cuma karena tampang atau enggak ya duit. Tapi penasaran juga, kenapa ga gue tanyain aja ya?

"Ra, lu kenapa bisa bucin tingkat dewa sih sama gue?" Setelah gue tanya itu, gue merasakan tubuhnya seketika menegang. Kenapa gue bisa tau? Karena ga ada space antara punggung kaki berdua, you know lah, kasurnya ini anak kan kecil unyil kek badannya.

"Ngapain tanya begitu?"

"Ga papa, penasaran aja sih gue."

"Umm, mungkin Bang Kevan ga inget, tapi Rara pernah ketemu Bang Kevan di angkot, pas Bang Kevan SMA. Waktu itu Bang Kev baik banget, sampe mau berbagi tempat duduk sama Rara di depan dekat supir, ga kaya sekarang, galak minta ditampol. Hihi."

Lah? Emang iya? Kok gue ga inget sih. Perasaan ga pernah tuh gue naik angkot, atau gue yang udah pikun? Tapi ga mungkin gue pikun, pasti ini anak yang mengada-ada. Dasar bogel, tapi penasaran juga gue pengen tau kelanjutannya.

"Jadi setelah itu, lu langsung suka sama gue?"

Rara membalas dengan anggukan. "Awalnya Rara kagum aja, berasa dipedulikan gitu. Terus Rara pergi ke warnet buat stalking FB-nya Bang Kev, untung waktu itu sempet liat name tag-nya."

"Wah berarti lu udah kepoin gue dari lama dong? Kalo boleh tau, waktu itu lu umur berapa?"

"Tiga belas tahun mungkin, pokoknya masih SMP lah."

"Anjir, SMP aja udah berani cari tau tentang cowok lu. Wah parah!" Kata gue seraya menarik pelan rambutnya dari belakang.

"Hehe maaf kan Rara yang udah kepoin Bang Kev tanpa ijin."

"Ya, lupain aja, tapi lu kudu bayar nanti karena udah stalking gue."

"Dih, dasar tukang peras, lagian Rara stalking di warnet kan pake duit Rara, kok Bang Kev malaknya sekarang sih?"

"Bercanda gue, Gel. Terus kalo sekarang gimana?" tanya gue seraya tertawa kecil.

"Sekarang ya? Kan waktu Bang Kevan marah besar itu udah Rara bilang, kalo Rara tulus sayang sama Bang Kevan, walaupun Bang Kevan sering ketus ke Rara, tapi ga masalah, karena bagi Rara, mulut lambe Bang Kev itu unik, kadang lucu juga."

"Haha kocak lu Ra. Jadi sekarang setelah nikah sama gue, perasaan lu gimana?"

"Seneng banget, dan jujur nih ya, Rara sering doa supaya Bang Kevan ga laku, biar nanti Rara ga ada saingan. Hihi hebat kan?"

"Wah anjir, hebat gigi lu berkilau, pantesan aja gue jomblo terus, ternyata lu yang doain gue ya? Parah sih lu!"

"Hehe kan, udah minta maaf tadi."

"Maaf mulu lo kaya operator hp-nya Imam, alias ga ada pulsa."

Gue mengubah posisi tidur menjadi terlentang, lalu menatap lurus ke loteng kamar. "Ra, gue mau tanya sesuatu nih, tapi lu jangan tersinggung ya. Boleh ga Ra!"

"Umm." Gue melirik Rara yang lagi pura-pura mikir, sok-sokan segala, kaya punya otak aja dah. "Boleh, tanya apa tuh?"

Gue berdeham sebelum bertanya. "Gue ngerasa aneh sama perlakuan emak lu, kok kayaknya dia gak suka gitu sama lo Ra, tapi kalo ke Tahara care banget, kok gitu ya?"

Mendengar pertanyaan gue, punggung Rara yang tadinya menghadap gue, berganti jadi ikut terlentang. Gue melihat dia tersenyum perih sebelum membuka suara. "Sebenarnya, Rara ini bukan anak kandung mama Rara."

"Hah? Seriusan lu?"

"Ga bercanda. Kyaaa!"

***

Tbc

Nanti tengah malam lanjutannya, sekarang mau sambat dulu.

Oh iya, chapter ini bengimana menurut klean? Aneh atau bikin penasaran? Komen yak!

Yaudin, jurusnya seperti biasa, jangan lupa vote, komen dan fhallaw akun gue yaw!

Makasih semangatnya, see you next chapter 😘

Babunya Mr PerfectWhere stories live. Discover now