CHAPTER 38 "Konser Tunggal"

436 90 4
                                    

"Kepengen juga ya, Van?"

"Kepengen apaan?" tanya Kevan sewot seraya menatap tajam saudara kandungnya.

Darwin terkekeh melihat reaksi berlebihan dari adiknya itu "Sewot ae si bocah, ya kepengen punya bayi lah! Masa kepengen pelihara anak monyet liar, yang ada habis muka lu digaruk."

Kevan berdecak kesal "Lu garing banget sumpah! Gue belum kepikiran mau punya bayi! Jadi ga usah kemal!"

"Eleh, dari tadi gue liat lu senyum-senyum manja liat Rara main sama anak gue. Terpesona ya?"

"Kaga ah! Gue lucu aja liat mukanya Lily."

"Ngeles mulu kek bajaj. Bilang aja terpesona sama yang gendong."

"Apaan sih? Mending lu temenin bini lu noh, kasian sendirian, digondol pria yang lebih keren auto menangis bombay lu!" ucap Kevan sambil menunjuk kakak iparnya yang sedang bermain ponsel.

Darwin kembali geleng-geleng lengkap dengan tawanya "Ya udah, gue ke sana dulu, lu juga temenin Rara sana, gantian ngasuh anak gue, kasian Rara gendong Lily dari tadi, pasti tangannya pegel."

Setelah Darwin berlalu, Kevan memutuskan untuk menghampiri istrinya "Sini biar gue yang gendong," seru Kevan langsung mengambil alih Lily.

Namun yang terjadi adalah, bayi itu langsung meronta, mendorong dan mencakar wajah Kevan menjauh--meminta di kembalikan ke posisi sebelumnya.

"Makanya jangan main rampas aja, Lily tu tadi udah nge-fly mau tidur, eh nyium bau ga enak dari bang Kev jadi auto terjaga." Perempuan itu kembali menyandarkan kepala Lily ke bahunya sambil menepuk pelan pantat berisi bayi itu.

"Auto terjaga pala lu lonjong! mending lu masuk kamar sana, di sini rame." Kevan hanya kasihan dengan Rara, namun tak mampu mengurangi keketusannya. Kevan yakin lengan gadis itu sudah lelah  menggendong keponakannya yang memiliki bobot di atas rata-rata bayi Indonesia. Tangan Kevan saja sering kesemutan saat menggendong bayi itu, apalagi si Rara, tangan mungil kaya tongkat sapu.

Elu mah faktor umur!  Cibir batin Kevan. Ia berdecak dan menuntun Rara masuk ke dalam salah satu kamar yang ada di rumah kakeknya.

"Loh kok dikunci, terus bang Kev ngapain ikut masuk juga?"

"Emang lu doang yang capek, gue juga mau istirahat!"

Kevan melepas kemeja hitam beserta sepatunya, hingga menyisakan celana jeans tanpa atasan, lalu merebahkan diri di samping Lily. Sebelum menutup mata ia mengecup singkat pipi bayi gembul itu.

"Ra, sini bentar!" pinta Kevan kembali duduk.

Rara meletakkan guling untuk menghambat Lily agar tidak terjatuh apabila bergerak nanti. Kemudian duduk di pinggir ranjang samping Kevan. Setelah itu, tanpa aba-aba, Kevan langsung merebahkan kepalanya di atas pangkuan Rara.

"Ra, tolong pijatin kepala gue!" pintanya dengan suara lembut.

Rara tersenyum, Kevan terlihat kelelahan. Mungkin dia banyak pekerjaan sampai membuat wajahnya menjadi kusut begini. Rara memijat lembut kening suaminya itu, sementara Kevan memejamkan mata menikmati sentuhan tangan lembut Rara.

"Ra?" ucap Kevan dengan suara parau

"Iya?"

Kevan membuka matanya dan menatap manik hitam yang berada di atasnya itu, ia mengelus pipi mulus Rara "Jangan deket sama Sanur lagi, gue ga suka."

Rara terdiam, wajah tampan itu menyihirnya, tubuhnya menjadi kaku, ia tidak bisa bergerak bahkan sekedar membuka bibirnya. Wajah tampan itu memang mampu menyihir siapapun yang melihatnya, bahkan dengan satu lirikan saja bisa membuat perempuan berteriak histeris.

Kevan duduk dan mengangkat dagu Rara agar dapat melihat wajah gadis itu dengan jelas, jemarinya terulur untuk menyentuh kulit halus itu. Jemari Kevan menelusuri pipi hingga rahang Rara, lalu ke bibirnya, membuat Rara merasakan sesuatu yang aneh menjalar di dalam perutnya. Ya dia gugup.

Wajah Kevan terus mendekat, hingga pipinya bersentuhan dengan pipi Rara. "Jauhi Sanur, gue benci liat lu bareng sama dia," bisik Kevan di telinga Rara.

Setelah itu, Rara merasakan sesuatu yang kenyal dan basah menyentuh rahangnya. Rara sontak terpekik, namun tidak terlalu keras, hanya teriakan kecil.

"Kenapa?" tanya Kevan bingung.

"Ga papa, Rara kaget aja tadi," ucapannya gugup.

Kevan mengangguk, lalu ia kembali merebahkan diri, namun kali ini bukan di pangkuan Rara lagi, melainkan pada bantal di samping Lily.

"Kita tidur di sini aja Ra, bapak sama emaknya ini bocil juga tidur di sini, jadi kalo dia ga bangun, besok pagi aja kita balikin," ucap Kevan menutup mata, sementara tangannya memeluk Lily si bayi gembul.

***

"Bang Kevan?" sapa Rara sambil berbisik pada Kevan yang fokus pada game di ponselnya.

Kevan tidak menjawab, dia hanya menaikkan alisnya pertanda jika ia siap mendengarkan.

"Di sini ga ada baju yang bisa Rara pinjem dulu gitu? Baju daster juga ga papa. Rara mau mandi."

"Pake aja baju yang ada di lemari, ini kamar gue kalo di sini, cari aja noh sana!" katanya sambil memonyongkan bibir menunjuk lemari.

Rara tersenyum dan segera berlari ke arah dimana pakaian Kevan tersusun rapi "Rara pilih yang mana ya?"

"Terserah lu aja, lagian itu baju lama gue, jadi ga bakalan gue pake lagi. Kalo lu mau ambil aja semua, sama lemari juga angkut!"

Rara terkikik geli mendengar ucapan Kevan, masa iya mau di bawa satu lemari yang bener aja.

"Ketawa mulu lu, sahabat Otan!" ucap Kevan ketus.

Rara kembali tertawa, mengucapkan terima kasih lalu segera berlalu seraya menarik salah satu pakaian Kevan.

Sementara itu, diam-diam Kevan ikut tertawa melihat tingkah konyol gadis yang telah ia nikahi itu. Namun suasana di dalam hatinya sungguh tidak stabil, dia tidak mengerti kenapa jantung dan perutnya menjadi aneh, seperti mereka sedang menggelar konser tunggal di dalam sana.

***

Tbc

Maaf gais, gue ga janji bisa up dalam waktu dekat, ada beberapa hal yang harus gue urus, dan gue ga bisa fokus sama sekali dengan cerita ini, gue harap kalian maklum ya.

Jangan lupa vote, komen dan follow akun gue. Terima kasih, see you next chapter 🥴

Babunya Mr PerfectWhere stories live. Discover now