"Dih apa si ...," Berlina menatap Luna dan Fero secara bergiliran, "sumpah Aku sama Asoka nggak pacaran Pah, Mah."

"Kak Astrid sama Bang Asnal ngada-ngada nih," dumel Berlina. "Nanti aku dicurigai sama Mamah Papah, tau!"

"Inget ya Ber, kamu nggak boleh pacaran." Tegas Luna.

Berlina mendengus, "iya Mah, Berlina inget kok. Lagian aku beneran nggak pacaran sama Asoka. Mamah kan tau sendiri kita berdua udah temenan dari kecil. Jadi nggak usah khawatir aku pacaran sama dia. Aku juga ogah, kali."

Otak kecil Berlina sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana jika ia memiliki hubungan romantic dengan Asoka. Sudah berusaha, tapi setiap mencoba bulu roma Berlina merinding.

Tidak mau membuat Asoka marah karena menunggu, Berlina bergegas mengaitkan tas ke bahu dan berpamitan pada seluruh anggota keluarganya.

Saat baru keluar dari pintu utama, Berlina langsung melihat Asoka yang bertengger di motor custom kesayangannya. Warna motor yang hampir semuanya hitam itu memang nampak gagah jika Asoka yang menggunakannya.

"Lo telat lima menit." Sembur Asoka saat Berlina sudah berada di dekatnya.

Mata Berlina berotasi, "nggak ada yang nyuruh buat berangkat sepagi ini."

"Hari ini lo piket kelas, inget? Dan kemarin Erna udah ingetin lo buat datang pagi." Jelas Asoka.

Berlina hanya menepuk jidat. Benar, kemarin Erna sudah berpesan pada Berlina untuk datang pagi. Untuk piket kelas. Mengingat sudah dua minggu Berlina tidak menjalankan tugasnya itu, Erna selaku ketua kelas yang galak jadi mengomel pada Berlina. Karena takut Berlina lupa lagi, Erna memberi amanat pada Asoka yang katanya adalah pengawal Berlina.

"Kenapa lo nggak bilang dari tadi, si?" Berlina mendumel sembari memakaikan helm dengan tergesa-gesa.

Asoka tidak membalas lagi, dia hanya memperhatikan gerak-gerik Berlina. Saat Berlina hendak duduk di jok motornya, Asoka menarik Berlina.

"Ngapain?" Tanya Berlina.

Lagi-lagi Asoka tidak menjawab, dia mengarahkan spion ke wajah Berlina. Secara tidak langsung menyuruh Berlina untuk bercermin melalui spion.

"Kenapa? Gue kelewat cantik hari ini?" Berlina nyolot, tapi ia tetap menuruti apa yang diperintahkan Asoka."Kenapa si? Orang gue udah cantik gini."

"Helm lo kebalik." Asoka dengan inisiatif membuka helm Berlina, membenarkannya dan memakaikannya. "Gue tau bando lo baru, tapi ini kegedean nanti kepala lo sakit waktu pake helm." Asoka mengambil bando itu sehingga dia bisa memakaikan Berlina helm dengan benar dan aman.

"Nah, kalau kaya gini agak keliatan warasnya."

"Agak?"

"Buruan naik!" perintah Asoka, dia sudah menyalakan mesin motornya.

Asoka dan Berlina memang selalu pergi ke sekolah bersama. Mereka sudah seperti itu sejak mereka kecil. Sungguh. Semua itu bermula kerena Mamah Berlina bertemu dengan Mamah Asoka, mereka jadi mempertemukan anak mereka masing-masing. Asoka dan Berlina memang lebih sering adu mulut, namun entah mengapa mereka nampak cocok untuk berteman. Lagi pula, rumah mereka bersebelahan, bagaimana bisa jika hubungan mereka berdua renggang?

Asoka dan Berlina itu sudah seperti sendok dan garpu.

Setelah dua puluh menit menempuh perjalanan ke sekolah, akhirnya Asoka dan Berlina sampai. Berkat Asoka, kali ini mereka berdua tidak datang kesiangan dan bisa memilih tempat parkir karena masih banyak yang kosong di sini.

Berlina menyerahkan helm, dan langsung membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan. Kemudian Asoka memasangkan bando yang sedari tadi ia kaitkan pada tas miliknya.

Di saat yang sama, Berlina melihat motor Derbi datang. Berlina ingin langsung menghampiri, namun ia tidak bisa karena Asoka masih mencoba memasangkan bandonya dari arah samping. Alhasil Berlina hanya melambai-lambai tangan seraya memanggil-manggil nama Derbi.

Bibir Berlina untuk satu detik berhenti tersenyum ketika kepala Jenata menyembul dari belakang Derbi. Berlina jelas cemburu tapi dia kembali memamerkan senyum lagi.

"Cemburu lo keliatan, tuh." Ejek Asoka.

"Serius?"

Asoka hanya berdehem.

"Asoka, serius keliatan banget kalau gue cemburu?!" Tanya Berlina lagi, kali ini dia menggoyang-goyangkan lengan Asoka dengan tidak sabar.

"Jadi lo ngaku kalau cemburu?"

Tangan Berlina meninju bahu Asoka, "dih, sialan lo Ka!" sembur Berlina.

"Pagi, Ber!" Sapa Jenata pada Berlina. Perempuan itu sepertinya langsung menghampiri Berlina saat baru turun dari motor, terlalu bersemangat. Derbi saja masih sibuk memarkirkan motornya yang berjarak lima belas kaki dari sini.

Berlina terkekeh melihat keceriaan Jenata yang kepalanya masih dibalut dengan helm, "pagi juga Je."

"Ini cuman perasaan gue doang atau emang lo beneran berangkat pagi?" Heran Jenata.

Jika Berlina adalah Jenata, maka ia juga akan keheranan dengan hal yang sama. Berlina itu tidak suka berangkat sekolah sepagi tadi, dan kebetulan teman sepeberangkatannya juga seperti itu. Jadi, ya ... Asoka dan Berlina selalu datang ke sekolah tepat sepuluh menit sebelum bel masuk berdering.

"Gue ada piket hari ini, kalau berangkat siang gue kena omel sama si Erna." Jelas Berlina, hidungnya mengernyit. "Bener kata lo, Je, si Erna ini emang tipe-tipe murid yang nyebelin."

"Tuh kan, bener. Soalnya waktu kelas sebelas kemarin gue bener-bener ngerasain. Untung kelas dua belas sekarang gue nggak sekelas lagi sama dia!" Celoteh Jenata dengan raut wajah kesalnya.

Berlina hampir tidak mendengar semua kalimat Jenata karena matanya fokus pada Derbi yang sedang berjalan menuju arah sini. Saat sudah dekat Berlina langsung menyapa dengan cepat. "Pagi, Bi."

Derbi tersenyum tipis, "pagi juga, Ber."

Alih-alih memperhatikan bando Berlina yang baru, Derbi justru beralih pada Jenata.

"Kebiasaan helm suka lo bawa-bawa," omelnya. Derbi tanpa memikirkan perasaan Berlina melepaskan helm yang digunakan oleh Jenata.

"Sorry," sesal Jenata, tapi wajahnya sama sekali tidak menunjukkan adanya penyesalan.

Lihat. Bagaimana Berlina tidak cemburu? Derbi dan Jenata memang sedekat itu. Mereka berdua terlihat sangat manis. Bahkan, Berlina rasa hubungannya dengan Derbi tidak semanis itu. Tapi akan egois rasanya jika Berlina marah, kan? Jenata dan Derbi sama-sama orang yang sangat berarti bagi Berlina.

Lo nggak boleh cemburu Ber. Inget, Jenata yang udah bantuin lo sama Derbi buat jadian.

"Ayo ke kelas, lo harus piket." Asoka mengaitkan tangannya di leher Berlina, menyeret Berlina dengan tubuh yang saling berlawanan.

Berlina tidak mencoba melawan, karena yang diucapkan Asoka ada benarnya. Jadi Berlina pasrah dan kembali melambai-lambaikan tangan pada Jenata dan Derbi, "aku duluan ya!" Ucapnya dengan suara yang cukup lantang.

Jenata dan Derbi membalas dengan anggukan yang berbarengan. Membuat Berlina makin cemburu bukan kepalang. Padahal mereka hanya berteman.

Tunggu.

Mereka hanya berteman? Dan Berlina cemburu. Asoka dan Berlina juga berteman, kedekatannya juga serupa dengan pertemanan mereka. Namun ... mengapa Berlina tidak menemukan perasaan itu diraut wajah Derbi yang sekarang?

Sesuai tebakan Berlina, Derbi tidak pernah sekalipun cemburu padanya. Dan kini, Berlina semakin bertekad untuk membuat Derbi bisa merasakan cemburu pada Berlina.

Lihat saja, nanti.



--------

Hayooooo .... Kalian kalau ada diposisi Berlina cemburu jga nggak liat cowoknya deket sama sahabat sendiri? Wkwkwkw
Kalau Berlina si cemburu, ya.



Padahal Derbinya nyantui aja Berlina deket sama Asoka wkwkwkw


Vote dan komen jan lupa teman-teman🫣

BrandariWhere stories live. Discover now