20 - Penolakan

Mulai dari awal
                                    

"Masih tidur, katanya berangkat ke kantor siangan," jawab Bu Gania.

Aruna mengangguk singkat sembari memasukan bekal sarapan paginya ke dalam tas. Hari ini ia harus berangkat lebih pagi karena ada piket.

"Aruna berangkat ya Ma. Salam ke Papa," ucap Aruna menyalami Bu Gania.

"Oh ya, kamu ditunggu Bana di depan. Katanya dia mau anterin kamu sekolah," ucap Bu Gania.

Aruna terdiam, menatap Mamanya bingung.

"Kak Bana? Di depan rumah?"

"Iya. Udah setengah jam yang lalu dia datang. Kayaknya lagi ngobrol sama Papa kamu dihalaman."

Aruna tersenyum singkat, ia pun segera berbalik dan berjalan keluar rumah. Dan benar saja, Aruna menemukan Bana tengah berbincang dengan Papanya di teras rumah.

"Nih anaknya udah siap," ucap Pak Radi ketika melihat putrinya.

Bana pun segera berdiri, langsung menyalami Pak Radi.

"Bana pamit ya om, anterin Aruna sekalian berangkat ke kantor," ucap Bana sopan.

"Nitip Aruna ya Ban. Hati-hati dijalan."

"Iya Om."

Bana melemparkan senyum kecil ke Aruna sembari menarik tas Aruna agar mengikutinya. Aruna pun menurut saja dan berjalan dibelakang Bana.

*****

Selama perjalanan keadaan beberapa kali hening. Aruna tidak banyak bicara seperti biasanya dan Bana sendiri memilih lebih fokus menyetir. Aruna merasa sedikit canggung, padahal dulu Aruna selalu bersemangat jika Bana mengantarkannya ke sekolah ataupun bisa berdua dengan Bana.

Terkadang hati seseorang bisa berubah jika benar-benar sudah merasa lelah.

Mungkin kalimat itu sangat tepat untuk menggambarkan hati Aruna sekarang.

"Udah sampai mana naskah kamu?" tanya Bana mencari topik baru.

Aruna melepaskan pandangannya dari ponselnya, beralih menatap ke depan. Ia bergumam pelan, mengingat-ingat berapa halaman yang sudah ia tulis untuk naskah "FILOVE" nya.

"Kalau nggak ada perubahan lagi di bagian awal cerita, sudah lebih dari tujuh puluh persen," jawab Aruna sebiasa mungkin.

Bana mengangguk kecil.

"Target naik editing kapan?" tanya Bana lagi.

"Belum tau, belum bisa janjiin. Akhir-akhir ini PR udah mulai banyak, ulangan tiap minggu juga," jelas Aruna.

"Coba dibagi waktu belajar dan waktu nulis. Biar lebih efektif kedua-duanya," saran Bana.

"Udah kok. Cuma nggak mau forsir dua-duanya juga. Let it flow."

"Jangan jadikan menulis sebagai alasan nilai kamu turun dan jangan jadikan juga tugas-tugas sekolah sebagai alasan kamu tidak punya waktu menulis. Kalau kamu bisa membagi prioritas kamu dan memiliki komitmen waktu yang baik, kamu bisa melakukan kedua-duanya."

Aruna tertegun sejenak, merasa takjub mendengar Bana yang berkata sepanjang itu sekaligus berterima kasih untuk saran yang diberikan oleh Bana barusan. Sangat relatedengan yang dialaminya saat ini.

Tanpa sadar mobil yang ditumpangi Aruna dan Bana sudah hampir sampai di sekolah Aruna. Aruna bergegas merapikan seragamnya dan mengambil tasnya yang ada dibelakang tubuhnya. Ia juga bersiap melepaskan seatbelt-nya.

Bana menghentikan mobilnya, tak jauh dari gerbang sekolah Aruna. Bana menoleh ke samping, memperhatikan Aruna yang tengah sibuk merapikan rambutnya.

FILOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang