9 - Rencana

59.8K 7.7K 2.4K
                                    

Bana sampai di rumah sakit, ia mendapat kabar lebih lanjut dari Cica bahwa Aruna harus opnamekarena tipes dan gastritisnya kambuh. Bana semakin merasa bersalah.

Bana sampai di depan kamar rawat Aruna. Kakinya terhenti, ia ragu untuk masuk ke dalam. Dari luar pintu, Bana dapat melihat Aruna sedang berbincang dengan Egar dan Bella.

"Kapan sampai?"

Bana terpelonjat, tepukan dari belakang menyadarkannya. Bana menoleh, mendapati keberadaan Cica dan Arjuna.

"Baru aja," jawab Bana. "Kalian darimana?"

"Siapa? Gue apa Arjuna?" tanya Cica.

"Arjuna," jawab Bana cepat.

Cica mendecak pelan.

"Kalau gue habis dari kantin rumah sakit, laper. Kalau Arjuna habis bayar administrasi."

Bana mengangguk kecil mendengar jawaban lengkap dari Cica.

"Lo mau masuk?" tanya Arjuna membuka suara.

Bana terdiam, ragu untuk menjawab.

"Jangan masuk. Ada Bella. Gue masih sayang sama lo Ban. Nggak rela gue lo dihabisi Bella," ucap Cica dramatis.

Bana tak mempedulikan ucapan Cica, ia memandang Arjuna.

"Nggak kayaknya. Gue takut Ar..."

"Tuh kan, lo pasti takut sama Bella kan? Takut nyawa lo melayang di ta..."

"Diem!" serempak Bana dan Arjuna.

"Oke."

Bana menghela napas pelan. "Gue takut kondisi Aruna makin buruk karena gue," sambung Bana menyelesaikan kalimatnya.

"Mau gue salamin?"

"Nggak perlu. Gue bakalan nemuin dia kalau udah sembuh aja."

"Oke. Gue masuk dulu kalau gitu," ucap Arjuna, ia segera masuk kedalam kamar rawat Aruna. Bana sedikit menjauh dari pintu, tak ingin terlihat oleh Aruna.

Setelah pintu kamar rawat di tutup Arjuna, Bana kembali mendekati pintu, ia melihat Aruna lagi dari jauh. Wajah gadis itu terlihat sangat pucat.

"Gimana kondisi Aruna?" tanya Bana ke Cica yang masih ada disampingnya.

"Kata Dokter dia butuh istirahat dan makan yang teratur," jawab Cica.

"Syukurlah."

Cica memandang Bana, tatapan cowok itu terlihat sangat khawatir.

"Aruna nggak apa-apa Ban. Dua atau tiga hari lagi pasti udah boleh pulang," ucap Cica berusaha menenangkan Bana.

Bana menghela napas berat, ia menoleh ke Cica.

"Jagain Aruna. Kabari gue terus kondisi dia."

"Iya, gue kabarin lo."

"Gue balik dulu kalau gitu."

"Langsung balik gitu aja?"

"Iya."

Cica menepuk bahu Bana pelan. "Tunggu dulu."

"Apa?"

"Kapan nih traktirannya?" tagih Cica.

Kening Bana mengkerut, bingung. "Traktiran?"

"Pakai sok bodoh lo. Traktiran jadian. Kan lo baru dapat pacar baru."

"Nggak ada," tolak Bana cepat.

"Kok nggak ada? Lo kalau sedang bahagia bagi-bagi dong. Jangan disim..."

"Wajah gue kelihatan bahagia kah?" tanya Bana tajam.

FILOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang