CHAPTER 15

1.4K 245 88
                                    

Awalnya Jimin sempat pesimis. Yoongi tidak memiliki ambisi yang cukup kuat untuk menghancurkan Kim Namjoon melalui Choi Haeyoung, hingga Jimin sempat memikirkan cara lain yang bisa memantik api dendam yang sempat padam itu.

Namun cerita yang belakangan Jimin dengar dari bartender di bar langganan Yoongi, ditambah cerita yang Yoongi lontarkan sendiri hari ini, rasanya Jimin merasa menyesal telah sia-sia memikirkan alternatif baru—yang juga tak kunjung ditemukan. Api dendam Yoongi sama sekali tidak padam, hanya sekedar surut dan terkabur kibarannya dengan asap keraguan.

"Kau sungguh berhasil menjeratnya?" Jimin ingin memastikan sekali lagi, telinganya tak salah dengar cerita.

"Apa dan siapa yang tidak bisa kujerat?" Yoongi menyombongkan diri. "Dia menyenangkan, sangat. Haeyoung bisa jadi hiburan paling menyenangkan di tengah pertempuran."

"Berapa kali kau tidur dengannya?" Jimin penasaran sendiri. Dari cara Yoongi mengulang kata menyenangkan di setiap ceritanya, sepertinya Haeyoung memang seseorang yang hebat dalam urusan ranjang.

"Aku tak menghitungnya, tapi cukup sering belakangan ini."

"Dia semenyenangkan itu?"

"Sangat, Jim. Dia gila."

"Boleh aku mencobanya?"

Lirikan tajam Yoongi berikan. Sorot matanya berubah drastis. "Jangan macam-macam! Dia milikku."

Jimin tertawa. Ia pun tidak berniat merebut atau sekedar mencoba Haeyoung seperti yang dikatakannya. Ia tahu pasti bahwa Yoongi bukan seseorang yang bisa diusik ketika merasa memiliki sesuatu, walau itu sekedar mainan baginya.

"Jadi apa rencanamu selanjutnya?

Yoongi mengedikkan bahu. "Masih kupikirkan. Cinta mereka satu sama lain jauh lebih besar dari yang kuperkirakan. Setiap kali aku membicarakan sesuatu dengan tujuan untuk membuat Haeyoung meragukan Namjoon, wanita itu memasang benteng kokoh dan mengatakan bahwa hubungan mereka baik-baik saja. Aku harus memberikan alasan yang sangat kuat agar Haeyoung mau meninggalkan si berengsek itu."

Yoongi terkadang tidak habis pikir sendiri dengan bagaimana Haeyoung bisa menahannya seorang diri. Walau menurutnya, Haeyoung tak cukup kuat menahannya dalam diam karena pada akhirnya ia melampiaskan kegilaannya pada sesuatu yang perlahan menggerogotinya, membuatnya kecanduan.

"Akan kubantu memikirkan caranya."

Jimin keluar dari ruangan Yoongi karena tentu saja masih ada banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan. Yoongi memeriksa sekali lagi laporan yang Jimin serahkan, sebelum menandatanganinya. Hampir memasuki akhir semester pertama tahun ini, Yoongi harus menyerahkan berbagai laporan pada pihak eksternal—investor salah satunya, untuk menunjukkan bahwa uang yang diinvestasikan pada perusahaannya digunakan seefektif dan seefisien mungkin.

Yoongi baru akan berpindah ke laporan lain yang diserahkan manajer keuangan kemarin, saat ponselnya berdering dan nama kontak Choi Haeyoung tertera di layar. Baru tadi pagi wanita itu pulang dari rumahnya, ada perlu apa lagi sampai sudah menghubungi saat baru lewat tengah hari.

"Ya, Haeyoung?" Selesai menyapa, Yoongi dibuat terkejut karena ada isakan tangis yang ia dengar.

"Haeyoung, kau menangis?"

"Yoongi...." Haeyoung bersuara di sela isakannya. Wanita itu sungguh menangis. "Tolong aku. Kumohon."

Yoongi menegang di tempat. Belum ada lima menit dirinya bicara dalam konotasi buruk tentang Haeyoung, dan kini ia sudah dibuat khawatir hanya karena isakan tangis wanita itu.

Sejak pergi dari rumahnya tempo hari, Haeyoung juga belum menghubunginya. Yoongi kira karena Haeyoung ingin menghabiskan waktunya dengan Namjoon, tapi sepertinya waktu itu tidak dilalui dengan hal-hal menyenangkan.

PORCELAINE [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now