CHAPTER 12

1.7K 244 122
                                    

Haeyoung masih baik-baik saja dengan Namjoon, tapi tidak semembosankan dua minggu pertama. Yoongi telah hadir sebagai roda ketiga yang sepertinya tidak akan hanya sekedar mampir seperti pria lainnya, dan Haeyoung bisa meredam kegilaannya padanya.

Tahu betul bahwa dirinya sedang menciptakan bom waktu, maka Haeyoung kini hanya bisa berharap bahwa Yoongi sungguh membuktikan janjinya akan menjaga rahasia mereka tetap aman dari jangkauan Namjoon. Dan seminggu hubungan gelap itu terjalin, Yoongi tak main-main dengan ucapannya. Mereka aman, walau seharian kemarin banyak menghabiskan waktu di kamar hotel di Incheon.

"Sayang, mau telurnya setengah matang?" Haeyoung kembali berubah menjadi kekasih manis begitu di rumah, membuatkan telur mata sapi sebagai salah satu lauk makan siang.

"Tidak, yang matang saja," sahut Namjoon yang berada di ruang tengah, menonton acara berita di TV dengan tenang. Ia tidak memiliki selera khusus soal telur mata sapi. Hanya mengikuti seleranya hari itu, maka itulah yang Haeyoung buatkan untuknya.

Haeyoung lanjut menyelesaikan telurnya, Namjoon kembali fokus pada berita yang ditontonnya. Omong-omong soal Namjoon, pria itu baru kembali setelah katanya bertemu dengan kakaknya itu tiga hari setelahnya. Mungkin karena itulah permulaan hubungan gelap Haeyoung dengan Yoongi tak terendus meski Haeyoung baru kembali dari hotel pada siang hari.

"Joon, siap. Kemarilah."

TV dimatikan, Namjoon beranjak ke meja makan persegi dengan dua kursi saling berhadapan. Karena hanya ada mereka berdua dan hampir tidak pernah ada tamu atau teman berkunjung, mereka sengaja memilih perabotan yang minimalis untuk keduanya, termasuk set meja makan tersebut.

Haeyoung tidak memasak banyak siang ini. Hanya olahan sayur yang direbus dan dibaluri pasta cabai, sup ikan kalengan, dan tentu saja telur mata sapi yang menjadi permintaan khusus Namjoon hari ini. Tak lupa kimchi yang Haeyoung dapatkan dari Hoseok dua minggu yang lalu.

"Apa yang kautonton?" Haeyoung tahu Namjoon tak begitu tertarik dengan acara TV, berbeda dengannya yang mengikuti beberapa drama populer. Tapi saat ada sesuatu yang membuatnya terfokus, pasti itu benar-benar sesuatu yang menarik untuk diikuti.

"Berita."

"Tentang?"

"PF Sync."

"PF Sync?" Nama perusahaan itu membuat Haeyoung sedikit terusik.

"Ya. Mereka mendapat investor baru belum lama ini. Dari Tiongkok atau Jepang tadi, yang pasti mereka yang sudah sebesar itu akan lebih berkembang lagi."

"Kita lanjutkan topik ini tapi janji satu hal padaku, jangan merasa rendah diri akan pencapaian orang lain."

Namjoon mengangguk seraya mengulas senyum. "Aku belajar mengatasi itu belakangan ini."

"Sungguh? Baguslah." Jika itu benar, maka Haeyoung merasa benar-benar bersalah telah mengkhianatinya dengan sengaja.

"Ya. Hasilnya belum tampak, Hae. Tapi setidaknya aku sudah mencoba, 'kan?"

"Tidak apa-apa. Aku sudah sangat senang hanya dengan mendengar kau sudah mencoba. Pelan-pelan hasilnya akan tampak nanti. Bersabarlah."

Kemudian Namjoon merasa lega bahwa keputusannya untuk akhirnya menyadari bahwa ada yang perlu diperbaiki dalam dirinya adalah benar. Namjoon akhirnya dapat melihat Haeyoung mengulas senyum tipis namun menyiratkan kegembiraan besar di dalamnya.

"Omong-omong tentang PF Sync, kau masih ada keinginan untuk bekerja di sana?"

Mengingat obsesinya, Haeyoung pikir Namjoon akan mengangguk, tapi tidak. Pria itu memberikan gelengan dengan penuh keyakinan. "Harga diriku paling terluka saat gagal di sana. Hanya ada satu orang pewawancara, dan mulutnya sungguh tidak tahu sopan santun. Bukan hanya aku, peserta lain juga banyak yang terlihat menahan amarah setelah keluar dari ruangan wawancara."

PORCELAINE [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now