Epilog 1; Honey

Magsimula sa umpisa
                                    

Dan, sambungan telepon tersebut terputus begitu keduanya membuat kesepakatan. Tentu juga setelah mendapat persetujuan dari Jeonghan. Jisoo pun segera mengirimkan lokasi butik langganannya agar dapat bertemu dengan Jihoon di sana.

"Apakah acara pertemuannya memiliki tema?" tanya Jisoo, mengitari sekitar Butik MingMing dengan kedua matanya.

Jihoon menggelengkan kepala. Ikut memperhatikan sekitar butik. Ini adalah kali pertama ia berkunjung ke sana. "Bebas saja. Tapi karena ini pesta formal pertamaku, kurasa aku harus memakai pakaian yang spesial."

"Formal?" tanya Jeonghan, penasaran.

Sebuah anggukan telah Jihoon kirim. "Acara peresmian perusahaan baru. Ayahku salah satu founder-nya."

Tanpa bertanya lebih jauh lagi, Jisoo menganggukan kepala. Mulai melangkahkan kaki. Tahu betul hendak ke sudut butik yang mana.

"Selamat datang," seorang pelayan butik menghampiri ketiganya. Tersenyum lucu hingga kedua pipinya yang tembam menenggelamkan matanya yang memang sudah sipit sejak lahir. "Pakaian seperti apa yang diinginkan? Mungkin saya bisa bantu mencarikan."

"Soonyoung-ah, temanku sedang mencari gaun pesta. Bisa rekomendasikan beberapa yang terbaik?" Jisoo menjawab. Sudah berlangganan, ia menjadi begitu dekat dengan semua pelayan di sana.

"Baiklah," Soonyoung membungkuk hormat. "Mari Nona, ikuti saya. Saya akan menunjukkan beberapa gaun koleksi terbaik di butik ini."

"Kamu lihat ekspresi Jihoon tadi? Astaga

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

"Kamu lihat ekspresi Jihoon tadi? Astaga... Menggemaskan sekali..." Jeonghan mengerang. Memeluk bantal sofa yang ada dalam genggamannya kuat-kuat. Seakan-akan bantal sofa tersebut adalah Jihoon. Gadis bertubuh mungil yang menjadi topik utama dalam obrolan mereka. "Aku sudah sangat lama tidak melihatnya tersipu malu seperti tadi. Ah... Sekarang aku sudah 100 persen yakin kalau Jihoon dan Seungcheol benar-benar saling move on."

Jisoo mengangguki ucapan Jeonghan. Mendatangi Jeonghan ke ruang tengah bersama dua buah minuman kaleng soda. Duduk tepat di sampingnya, menyalakan televisi. "Sejujurnya aku juga terkejut saat mendengar ucapan Soonyoung tadi. Aku yang sudah menjadi pelanggan tetap di sana saja tidak pernah dipuji sampai memekik seperti itu."

Memekik. Bukan sembarang memekik. Jangan meminta agar dideskripsikan karena Jisoo pasti akan sangat kesulitan untuk melakukannya. Namun yang pasti, ekspresi Soonyoung, si pelayan Butik MingMing, benar-benar memekik kegemasan begitu melihat Jihoon keluar dari ruang ganti bersama gaun mini di atas lutut berwarna merah muda yang telah ia rekomendasikan.

Dan memang harus diakui, Jihoon terlihat sangat imut saat mengenakan gaun tersebut. Nampak masih sangat muda, meski juga tidak meninggalkan sisi dewasanya. Jihoon benar-benar sempurna. Tidak heran kenapa Seungcheol sampai sangat kesulitan melalui masa-masa jomlonya usai putus. Butuh waktu cukup panjang agar bisa kembali ke sosok Choi Seungcheol yang bermulut manis jika bertemu gadis cantik.

"Kamu tahu bagaimana selanjutnya?" Jisoo menggoda. Tersenyum penuh arti. Melihat Jeonghan nampak sangat antusias, gadis Hong itu pun tertawa nyaring sebelum menjelaskan. "Saat Jihoon sibuk di depan kasir dan kamu asik melihat-lihat pajangan, Soonyoung mendatangiku. Menitipkan kartu namanya. Minta diberikan ke Jihoon. Jadi aku menyelipkan kartu nama itu ke dalam tas belanjaan Jihoon."

"Aaa... Kenapa mereka menggemaskan sekali..." Jeonghan sudah tidak tahan lagi. Spontan menarik pipi Jisoo kuat-kuat, sebagai pelampiasan. Tetap tertawa meski Jisoo mengerang kesakitan. "Aku sangat penasaran dengan kisah selanjutnya. Kuharap mereka berdua bisa cocok. Wajah Jihoon sampai merah seperti tomat saat dipuji Soonyoung."

Ya namanya juga perempuan. Jika sudah menggosip, pasti tidak ada kata akhir kecuali ada alasan tertentu. Salah satunya harus pergi, tertidur, atau hal-hal tidak terduga lainnya. Seperti apa yang terjadi pada Jeonghan dan Jisoo kali ini. Obrolan gosip dengan topik utama Lee Jihoon mereka kali ini harus terhenti akibat sebuah sambungan telepon.

Sadar suara tersebut berasal dari ponsel genggamnya, bergegas Jeonghan menyambut. Jisoo pun cekatan menurunkan volume televisi. Khawatir akan mengganggu.

"Eoh? Seungcheol-ah, ada apa?" Hanya kalimat tersebut yang bisa Jisoo dengar.

Kalian pernah mengalami waktu yang tiba-tiba berhenti? Mustahil. Karena kejadian tersebut hanya berada di dunia fantasi. Tidak mungkin ada yang bisa melakukannya di dunia nyata.

Namun pada kenyataannya, waktu yang tiba-tiba berhenti nyata terasa oleh Jeonghan pada saat itu. Dan tidak hanya waktu yang rasanya terhenti. Tapi juga detak jantungnya.

Sambungan telepon terputus, Jisoo mengguncang tubuh Jeonghan pelan. Jeonghan kembali ke dunia nyata. Waktu kembali berputar. Detak jantungnya pun kembali berdetak. Namun bedanya, jantung Jeonghan berdetak jutaan kali lipat lebih cepat.

"Jeonghan-ah," Jisoo memanggil pelan. Berusaha selembut mungkin. Jeonghan masih terlihat tidak baik-baik saja. "Ada apa? Jangan membuatku takut..."

Bukannya menjawab, Jeonghan malah menangis. Memeluk Jisoo. Bahkan tanpa sadar telah menjatuhkan ponsel genggamnya ke lantai. "Tadi polisi. Seungcheol kecelakaan. Dia masuk rumah sakit."

Jisoo sempat meminta agar mereka menunggu kedatangan Seokmin terlebih dulu. Hanya untuk berjaga-jaga, karena kondisi Jeonghan saat ini benar-benar tidak stabil. Sedangkan Jisoo sendiri tidak yakin apakah bisa mengontrol emosinya selama mengemudi atau tidak. Akan tetapi, Jeonghan terus memaksa agar mereka berangkat sekarang juga. Ingin cepat-cepat mendatangi Seungcheol. Cukup meminta Seokmin agar bertemu di rumah sakit. Setelah banyak pertimbangan, Jisoo rasa dirinya memiliki energi lebih dibandingkan Jeonghan. Karena gadis Yoon itu belum juga menghentikan tangisannya.

Tiba di rumah sakit, kedua sahabat Seungcheol itu disambut oleh dua orang berseragam. Kalimat pertama tentu saja untuk menenangkan. Meyakinkan mereka bahwa Seungcheol pasti akan baik-baik saja. Dan kalimat berikutnya, petugas tersebut menjelaskan bagaimana perkiraan kronologi kejadian.

Seungcheol hanyalah sebagai korban. Pelaku utamanya telah meninggal di tempat kejadian. Dan selain Seungcheol, masih ada dua orang korban lainnya yang ditangani oleh dokter yang berbeda.

"Jadi yang mana pacarnya Seungcheol?" tanya salah seorang polisi.

Tentu Jeonghan dan Jisoo nampak bingung. Secara kompak menggelengkan kepala. "Kami hanya sahabatnya," kata Jeonghan. Lalu diangguki oleh Jisoo.

Polisi pun ikut bingung. "Aneh. Bukankah yang tadi kami hubungi adalah pacarnya Seungcheol? Apa dia sedang dalam perjalanan? Kami hendak mengembalikan ponsel genggam dan dompetnya."

Kening Jeonghan mengerut. Semakin bingung. "Bukan... Yang Anda hubungi tadi adalah nomor saya. Saya bukan pacarnya Seungcheol."

"Ah... Ternyata bukan ya? Kami pikir kamu pacarnya, makanya kami hubungi."

"Kenapa Bapak bisa berpikir Jeonghan itu pacarnya Seungcheol?" tanya Jisoo, penasaran.

"Nama kontaknya," jawab salah seorang polisi. Mengembalikan dua barang pribadi Seungcheol kepada Jeonghan dan Jisoo yang berhasil mereka temukan di lokasi kejadian. "Namamu Jeonghan? Tapi Seungcheol menamai kontakmu dengan nama Honey. Juga memakai emotikon hati. Jadi kami pikir kamu itu pacarnya."

*****
tirameashu, 16.12.2020

---------
Maksudnya tuh gini : Honey❤️
🙃🙃🙃
kita lanjut ke epilog 2 hari Minggu, ya! ^^

Drama Only (✓)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon