24. Jangan Memaksakan Diri

962 167 166
                                    

Jeonghan bersedekap. Menatap Jisoo tajam. Memberi sinyal bahwa ia masih marah pada salah seorang sahabatnya itu. Namun, tentu Jeonghan masih memiliki hati nurani. Juga sangat menyayangkan kenapa kejadian seperti ini bisa terjadi di tengah-tengah kisah persahabatan mereka. Setelah dipikir-pikir, setelah berdiskusi panjang dengan Seungcheol, Jeonghan berhasil mengalahkan ego sendiri. Jisoo patut dimaafkan dalam beberapa alasan. Dan lagi, Jeonghan memiliki peran yang cukup besar atas alasan Jisoo kenapa nekat melakukan kebohongan.

Jisoo takut Jeonghan memarahinya karena berpacaran dengan Jun. Jisoo takut Jeonghan menertawakannya karena diselingkuhi Jun. Jisoo takut Jeonghan mengatainya karena gagal memperkenalkan sang kekasih. Alhasil, terciptalah skenario drama pacaran antara Seokmin dan Jisoo.

Sejak awal menampilkan diri sendiri di depan Jeonghan dan Seungcheol, sedikitpun Jisoo tidak berani mengangkat kepala lalu membalas tatapan kedua sahabatnya itu. Meskipun Seungcheol menunjukkan sikap yang berbeda. Lelaki Choi itu sama sekali tidak memberikan tatapan intimidasi seperti apa yang Jeonghan lakukan. Jisoo tetap merasa takut. Khawatir negosiasi hari ini berakhir sia-sia dan mereka bertiga gagal mengikat perdamaian.

"Hong Jisoo," panggil Jeonghan. Sedikit mengubah posisi duduk. Kafe yang mereka bertiga kunjungi sedang dalam keadaan ramai. Rasanya akan sangat memalukan kalau mereka yang sama-sama sudah dewasa ini malah saling memaki, memukul, menjambak, atau bahkan menendang, di tengah keramaian. Dan, karena Jisoo tidak juga menyahut, atau setidaknya membalas tatapannya, Jeonghan satu kali lagi memanggil. "Tolong jangan bertingkah dan membuatku semakin marah."

Seketika Jisoo menegakkan kepala. Disambut tatapan tajam Jeonghan dan tatapan penuh rasa sedih oleh Seungcheol. Rasanya Jisoo hendak menangis sekarang juga.

"Baiklah. Lebih baik aku yang mengambil alih ini," Seungcheol coba memposisikan diri sebaik mungkin. Tepat di samping Jeonghan dan di hadapan Jisoo, Seungcheol memulai dengan deheman penenang. "Kamu memang salah. Tapi kami berdua juga memiliki peran dalam memperburuk kesalahan. Jadi sebelum masuk ke inti masalah, aku dan Jeonghan meminta maaf."

Jisoo tergesa menyela. "Aku yang harusnya meminta maaf. Maafkan aku, sungguh. Aku tidak..."

"Jisoo, biarkan Seungcheol yang bicara terlebih dulu," Jeonghan seketika membuat Jisoo mengunci mulutnya.

Seungcheol berdehem lagi. Bingung bagaimana cara mencairkan suasana. Berharap ada keajaiban. Kedatangan seorang pelawak, misalnya. Agar suasana dingin sedingin Kutub Utara ini bisa segera mencair dan berubah menjadi suasana yang hangat. Seperti dulu. "Karena kamu sudah meminta maaf, walaupun melalui pesan, dan baru saja tadi kamu meminta maaf lagi, oke. Kami berdua memaafkanmu. Tapi dengan catatan."

Tanpa ragu Jisoo menganggukan kepala. Tidak peduli lagi dengan catatan apa yang akan ia dapatkan ke depannya. Yang penting persahabatan mereka bisa kembali seperti dulu.

Seungcheol melanjutkan kalimatnya. "Ceritakan semuanya sedetail mungkin. Tentang kamu dan para pangeran-pangeranmu itu."

"Pangeran-pangeran?" tanya Jisoo, sedikit bingung.

"Jun dan Seokmin." Jeonghan mempertegas. Sedikit kesal dengan Seungcheol. Bisa-bisanya mengambil kesempatan melawak di tengah peperangan dunia ketiga.

"Baiklah..." Jisoo menganggukan kepala pelan. Mengubah posisi duduk, tarik napas panjang sebelum memulai kisahnya. Tidak ada satu pun yang ia sembunyikan. Termasuk bagaimana awal mula ia nekat diam-diam berpacaran dengan Jun, diselingkuhi, hingga berakhir dengan membuat skenario drama roman picisan dadakan bersama Seokmin.

"Bagaimana dengan sekarang?" tanya Seungcheol. "Aku lihat dari kejauhan, kamu dan Seokmin semakin lengket. Walaupun sudah ketahuan hanya berpura-pura. Harusnya kalau memang hanya sebatas drama, hubungan kalian berakhir tepat setelah ketahuan."

Drama Only (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang