9. Kalau Sungguhan Sayang

1K 203 144
                                    

Seokmin menelan ludah dengan susah payah. Padahal yang mengintrogasinya hari ini hanya satu orang. Kim Mingyu. Ya, hanya Mingyu. Lelaki bermarga Kim itu bilang, Hao sedang mengerjakan tugas kelompok bersama teman-teman sekelasnya. Beda kelompok dengan Mingyu. Tapi sebentar lagi pasti juga selesai. Sekarang, karena hanya berdua, dan mereka berdua sama-sama pria, Mingyu yakin kondisi Seokmin jauh lebih stabil jika diintrogasi sekarang.

Mingyu tahu. Mingyu hafal. Jika ada sosok Xu Minghao di tengah mereka, entah pengakuan mengganjal apa lagi yang akan keluar dari mulut Seokmin. Demi mempertahankan persahabatan mereka bertiga. Karena memang, kejadian seperti ini bukanlah pertama kalinya terjadi. Meski tidak sama persis.

Tarik napas, hembuskan.

Haruskah Seokmin mengaku pada Mingyu bahwa Jisoo hanyalah pacar bohongannya?
Apa yang akan dikatakan Mingyu begitu tahu bahwa selama ini Seokmin dibayar sebagai pacar bohongan?
Bagaimana kalau Hao juga tahu karena bercerita kepada Mingyu sama artinya dengan bercerita kepada Hao pula?

Oh astaga... Seokmin tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Hao. Mingyu mungkin masih bisa diterorir. Sedangkan Hao? Gadis itu pasti mengamuk dan mengatakan Seokmin kurang kerjaan sampai mau menjadi pacar bayaran.

"Seok?" panggil Mingyu lagi. Karena sedari tadi Seokmin belum juga menjawab pertanyaannya. Terpaksa ia mengulang. "Yang kemarin sungguhan? Kamu sudah punya pacar? Kenapa tidak bercerita kepada kami?"

Benar kan dugaan Seokmin kemarin? Mingyu hanya pura-pura percaya. Seokmin meringis. Sudah tidak tahu harus menjawab apa. "Sebenarnya..."

Seokmin diam lagi. Mingyu menyerah. Lelah menunggu. "Aku tahu itu hak kamu. Kamu bebas hendak menjalin hubungan dengan siapa pun. Kalau kamu memang hendak menyembunyikannya, aku tidak punyak hak melarang. Tapi setidaknya bermainlah dengan cantik. Kamu tahu kan kalau Hao itu sangat sensitif dengan hal yang seperti ini?"

"Gyu, kalau aku mengatakan yang sebenarnya, apa kamu akan memberitahu Hao?" tanya Seokmin. Badan condong ke depan. Berbisik.

Kening Mingyu mengerut. "Maksudmu?"

"Sebenarnya Jisoo itu..."

"Mingyu," Hao menghampiri keduanya. Bak sambaran petir, gadis itu muncul di tengah-tengah mereka tanpa memberi tanda-tanda. Ah, tidak. Bahkan lebih parah dibandingkan petir. Petir hanya mengagetkan di telinga. Hao mengagetkan Seokmin sampai ke jantung. Yang anehnya, senyum gadis itu telihat sangat lebar. Seperti biasanya. Seperti tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Membuat Seokmin bernafas lega. Dengan manja menarik tangan Mingyu. "Bisa temani aku ke toko buku? Buku yang kucari tidak ada di perpustakaan. Terpaksa aku membelinya. Perlu cepat."

"Tentu saja. Ingin pergi sekarang?" Dan seperti biasa pula, Mingyu menyambut ajakan Hao dengan tidak kalah antusiasnya.

"Aku ikut!" Seokmin memekik seperti anak kecil. Ini adalah kesempatan emas untuk berkumpul dengan kedua sahabatnya lagi. Memperbaiki keadaan.

"Oh? Kamu ada di sini? Sejak kapan?"

petir menyambar lagi. Kini menyerang pankreasnya. Apa-apaan ini? Seokmin meraung di dalam hati. Memang tidak sadar atau pura-pura tidak sadar? "Ya... Iya? Sedari tadi aku duduk di sini."

Hao mengangguk lamban. Seolah berkata oh tanpa berucap. Namun menggelengkan kepala setelahnya. "Maaf, aku ingin pergi dengan Mingyu saja. Ini buku desain. Kamu tidak akan mengerti. Mingyu, ayo kita pergi sekarang. Tugasnya sangat sulit. Tadi kami hanya membagi tugas, kerjakan masing-masing. Kelompokmu juga belum, kan? Bilang saja ke mereka bagi-bagi tugas. Jadi kita bisa mengerjakannya bersama."

Setelah Mingyu setujui, bahkan Hao pergi tanpa mengucapkan salam perpisahan. Hanya Mingyu, dan itu pun sekadar menepuk pundaknya. Seokmin ditinggalkan begitu saja di kantin kampus. Pasrah. Menjatuhkan kepala di atas meja tepat di samping mangkuk ramyeon kosong. Rupanya Hao masih merajuk.

Drama Only (✓)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum