13. Ada Pagar Pembatas

913 188 196
                                    

"Bukankah itu Jisoo?" tanya Hao, mencondongkan badannya ke jendela. Menyadari apa yang Seokmin lihat. "Woah... Dia dengan siapa? Kamu kenal laki-laki itu?"

Seokmin sungguh tidak tahu harus bagaimana menjawabnya. Bilang kenal, khawatir Hao merasa terpancing untuk melontarkan lebih banyak pertanyaan. Jawab tidak, khawatir Mingyu dan Hao malah menjadi curiga bagaimana hubungannya dengan Jisoo berlangsung. Sedikit keberuntungan, lampu lalu lintas telah berubah warna menjadi hijau. Mobil Mingyu melaju cepat. Meninggalkan titik bahaya.

Bahaya atas segala sisi. Status palsu Seokmin dan Jisoo, juga kedamaian hati Seokmin pribadi.

"Kenapa? Kalian melihat Jisoo?" tanya Mingyu, tanpa merasa bersalah karena telah memotong topik hangat ini. Sebenarnya bukan keberuntungan Seokmin. Mingyu dengan sengaja melakukannya.

"Ya, dia bersama seorang laki-laki!" Hao memekik keras. Heboh. Dengan sengaja melebih-lebihkan keterkejutan. "Seok, kamu belum menjawab pertanyaanku. Siapa laki-laki itu? Kamu kenal?"

"Tidak... Aku tidak mengenalnya."

Jawaban Seokmin membuat kehebohan Hao menjadi berlipat ganda. Tidak kalah pandai ber-acting rupanya. "Wah... Apa-apaan ini? Tapi apakah Jisoo sudah meminta izin padamu saat ingin bertemu dengan laki-laki lain? Pasti tidak juga, kan? Sudah kuduga. Kalau iya, mana mungkin kamu ikut terkejut seperti sekarang."

Seokmin mulai menimbang. Apakah ia harus menghubungi Jisoo agar Mingyu dan Hao tidak curiga? Tapi apa yang Jisoo pikirkan nanti jika Seokmin mulai berani masuk ke dalam ranah pribadinya?

Pribadi? Ya, tentu saja pribadi. Seokmin ingat betul dengan posisinya sejak awal kenal Jisoo hingga sekarang. Ia hanya sebagai pacar sewaan yang harus siap kapan pun Jisoo meminta. Karena sekarang Jisoo tidak meminta jasa acting-nya, bukankah akan melanggar privasi kalau Seokmin menghubungi gadis Hong itu hanya untuk menanyakan siapa lelaki tadi? Seokmin tidak punya hak untuk ikut campur. Dengan siapa pun Jisoo bertemu, atau bahkan sampai menjalin hubungan, Seokmin tidak punya hak bertanya, menegur, apalagi jika sampai menghalangi. Meski dengan alasan demi kelancaran drama sekalipun.

Jisoo adalah bosnya. Hanya Jisoo yang berhak mengatur skenarionya.

Menarik kesimpulan. Seokmin menggelengkan kepala. "Tidak... Tidak perlu. Aku dan Jisoo sepakat saling mempercayai satu sama lain. Laki-laki tadi pasti hanya teman sekelasnya."

"Ei... Siapa yang bilang laki-laki tadi selingkuhan Jisoo?" Hao tergelak menahan tawa. Membuat Seokmin sedikit tersinggung. Mingyu juga. Mulai berpikir bagaimana caranya mengalihkan topik obrolan yang membuat Seokmin terpojok ini. "Dengar? Aku hanya bertanya. Dan kalau aku boleh memberi saran, tanyakan saja langsung ke Jisoo. Hubungi dia, tanyakan siapa laki-laki itu. Kenapa kamu malah bilang 'pasti hanya teman sekelasnya'? Kamu tahu? Secara tidak langsung, kamu mengisyaratkan kecemburuan. Hanya berusaha ditutupi dengan pikiran positif 'pasti hanya teman sekelasnya'. Iya, kan? Apa kamu..."

"Kita sudah sampai," Mingyu menyela. Membuat ucapan Hao terputus. Memang itulah tujuan utamanya. "Seok, tadi kamu bilang hendak ke toilet, kan? Pergi saja dulu. Nanti susul ke dapur. Aku akan menyiapkan camilan untuk teman menonton kita."

Seokmin sempat mengerutkan kening dibuatnya. Kapan ia bilang hendak ke toilet? Tapi yang Seokmin lihat, lelaki bermarga Kim itu sedikit menaikan dagu. Memberi sinyal kepada Seokmin. Mengerti. Seokmin mengangguk dan bergegas turun dari mobil. Meminta Hao agar ikut bergegas membukakan pintu seolah ia sungguhan hendak ke toilet. Di lain waktu, Seokmin merasa wajib memberikan sesuatu yang spesial kepada Mingyu. Sebagai tanda terima kasih karena sudah menyelamatkannya.

Apa yang Seokmin lakukan di toilet? Tidak ada, selain mematut diri sendiri di depan cermin. Bersama ponsel genggam di genggaman tangan. Sungguh. Ia sangat ingin menghubungi Jisoo. Menanyakan siapa lelaki yang bersamanya tadi. Tapi untuk apa? Seokmin tidak mempunyai alasan.

Drama Only (✓)Where stories live. Discover now