25. Aku Akan Menunggu

Start from the beginning
                                    

Apa kalian ingat kalau Seokmin pernah mengaku sebagai pembalap profesional di hadapan Jisoo? Itulah yang benar-benar Seokmin rasakan sekarang. Bak di arena balapan, Seokmin terus menggas motornya dengan kecepatan penuh. Sudah puluhan umpatan ia terima dari pengendara lain. Sudah ratusan bunyi klakson ia dengar dari pengendara lain. Akan tetapi, semuanya seakan tersamarkan. Teriakan, tangisan, juga permintaan tolong Jisoo-lah yang menjadi satu-satunya suara yang bisa Seokmin dengar sekarang.

Dalam kurang dari 15 menit, Seokmin berhasil tiba di lokasi apartemen yang telah Mingyu kirimkan. Berlari sambil memeriksa ponsel genggamnya lagi. Lantai 8 nomor 64. Seokmin mendatangi lift. Penuh. Putar balik arah. Seokmin berlari lagi dan berhasil menemukan tangga darurat. Baru menemukan lift kosong begitu tiba di lantai 3.

Seokmin tahu. Berteriak tidak akan pernah membuahkan hasil. Yang ada Jun akan semakin enggan membukakannya pintu. Satu-satunya cara adalah menekan bel tanpa menampakkan diri. Layaknya tamu normal. Dan pada saat Jun sedikit membuka pintu untuk mengintip siapa yang datang, tanpa segan Seokmin langsung menendangnya.

Jun yang mendapat serangan tanpa peringatan apa-apa itu langsung jatuh tersungkur. Bahkan belum sempat menghindar, Seokmin sudah kembali menyerangnya. Memukul membabi buta. Sebagai langkah penutup, Seokmin menghentakkan kakinya keras-keras tepat di perut Jun. Sampai lelaki Moon itu merasa sangat mual. Tidak lama, memuntahkan darah.

Terdapat 2 buah kamar di dalam apartemen tersebut. Membuka kamar pertama, dipenuhi oleh pakaian dan meja kerja. Seokmin memeriksanya hanya untuk memastikan. Tidak ada, periksa lagi kamar berikutnya. Dan di sanalah Seokmin berhasil menemukan sosok yang dicari.

Jisoo duduk di atas ranjang. Kondisinya sungguh berantakan. Sekali lagi, tangan terikat ke belakang dan mulut dikunci dengan lakban. Melihat kehadiran Seokmin, seperti angin sejuk di tengah musim kemarau. Dengan cekatan Seokmin bergerak. Buka penutup mulut, lepas pengikat tangan. Jisoo langsung memeluk Seokmin sambil menangis keras.

"Tidak apa... Menangislah sepuasmu. Tapi percayalah. Kamu aman bersamaku," bisik Seokmin. Menerima anggukan kepala Jisoo. Dan tanpa harus menunda lagi, Seokmin menggendong Jisoo. Membawanya pergi.

"Aku temannya Jisoo. Ikut di mobilku saja, lewat sini," kata seorang gadis yang sama sekali tidak Seokmin kenal. Terlihat ikut panik saat melihat kondisi Jisoo. Berlari mendahului untuk mendatangi mobil, ia kembali berhenti. Seokmin tidak mengikutinya di belakang. Gadis itu mengerang frustrasi. "Aish! Cepat!"

"Bagaimana bisa aku percaya denganmu?" tanya Seokmin. Tentu wajib waspada.

Gadis itu menghampiri Seokmin dan Jisoo lagi. "Aku temannya Jisoo. Kami satu kampus dan kami sama-sama korbannya Jun, puas? Aku melihatmu datang ke sini dengan motor. Kamu bercanda ingin bawa Jisoo naik motor? Jisoo, kamu percaya padaku, kan?"

Seokmin memerhatikan wajah Jisoo dengan seksama. Menunggu jawaban. Sedikit melihat gerak anggukan dari kepala Jisoo, Seokmin langsung mengintruksi gadis itu agar berlari lagi. Membaringkan Jisoo di kursi belakang. "Kita ke rumah sakit terdekat," kata Seokmin, namun malah mendapat berontakan dari Jisoo. Gadis itu menggelengkan kepala dengan keras. "Tapi kamu harus dirawat dulu, Jisoo..."

"Tidak," gadis yang belum Seokmin ketahui siapa namanya itu membantah. "Jisoo tidak terluka. Hanya trauma. Kita bisa membawanya pulang. Jika sudah siap, kita dampingi dia menemui psikolog."

Seokmin hendak menolak. Baginya, Jisoo tetap wajib menerima perawatan terlebih dulu. Hanya untuk memastikan. Akan tetapi, saat menengok ke arah kursi samping pengemudi, Seokmin menemukan peralatan medis. Barang yang Wonwoo pakai untuk mengikuti ujian praktek hari ini.

"Kamu mahasiswi kedokteran?" tanya Seokmin. Menerima anggukan, barulah Seokmin coba percaya. Mengarahkan ke mana gadis itu harus menuju. Kediaman Jisoo.

"Aku tidak bisa pulang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Aku tidak bisa pulang. Orangtua Jisoo lagi-lagi tugas ke luar kota," jelas Seokmin dengan nada sedikit kesal. "Aku tidak sendirian di sini. Ada sahabat-sahabat Jisoo juga."

"Iya, aku percaya. Tapi aku ingin ikut ke sana!" Seungkwan tetap bersikeras. "Aku ingin menjenguk eonnie-ku, apa itu salah?"

"Salah. Ini sudah larut malam. Besok saja, aku jemput sekalian ganti baju." Sambungan telepon diputuskan sepihak. Seokmin langsung berlari kecil menghampiri yang lain. Seungcheol dan Jeonghan. Gadis yang tadi membantunya, yang memperkenalkan diri dengan nama Jeon Wonwoo, sudah pulang setengah jam yang lalu bersama Mingyu. "Kenapa kalian di sini?"

"Jisoo tidak mau makan..." Jeonghan meringis sedih. Bahkan matanya yang bengkak belum juga memudar akibat menangis cukup lama begitu melihat kondisi Jisoo. Sekarang malah ingin menangis lagi karena Jisoo terus menolak makanan yang mereka beri.

Seungcheol menghela napas. Menarik tubuh Jeonghan. Menyembunyikan wajah gadis Yoon itu. Kini Jeonghan benar-benar telah kembali mengeluarkan air mata. Mengelus punggungnya adalah satu-satunya cara yang bisa Seungcheol lakukan untuk sekarang, selain membiarkan bahunya dijadikan sebagai penampungan air mata. "Tapi dia sudah minum susu, walaupun tidak habis. Yang penting perutnya sudah terisi. Seok, kamu temani Jisoo sendiri dulu, ya. Aku bawa Jeonghan ke bawah."

Seokmin mengangguk, Seungcheol pun membawa Jeonghan turun. Jisoo tidak boleh melihat kesedihan Jeonghan. Khawatir pikirannya semakin semerawut dan meningkatkan kesedihan. Yang Seokmin lihat, Jisoo memandang ke depan tanpa melakukan apa pun. Jelas masih sangat trauma. Sejujurnya Seokmin khawatir. Sangat ingin membawanya ke rumah sakit. Tapi menurut Dokter Shin, dokter kenalan Wonwoo, Jisoo tidak mengalami cedera apa pun selain sedikit memar di pergelangan tangan akibat terlalu lama diikat dengan kain. Jisoo hanya mengalami trauma.

Hanya trauma. Seokmin sedikit mengerang mendengarnya. Kenapa mereka semua menyebut ini hanya trauma? Padahal di saat trauma, Jisoo bisa saja melakukan apa pun yang membahayakan nyawanya.

"Untuk itu, sebaiknya kalian terus menemani Jisoo hingga benar-benar pulih. Jangan biarkan dia sendirian," kata Dokter Shin.

Seokmin duduk di bibir ranjang. Menggenggam tangan Jisoo, hingga gadis itu pun menoleh. Seokmin mengirimkan senyuman. Sayangnya senyuman tersebut tidak terbalaskan. "Kamu tahu apa yang baik dari musibah ini?"

Mata Jisoo nanar. Hampir mengeluarkan air matanya lagi. Cekatan Seokmin menyentuh pipi Jisoo. Mengusapnya lembut. Berharap tindakan kecil ini dapat mencegat air mata Jisoo.

Seokmin melanjutkan kalimatnya. "Kabar baiknya adalah, aku jadi berani mengatakan ini. Hong Jisoo, kalimatku kali ini berbeda dengan yang sebelumnya. Sekarang aku meminta izin. Tolong izinkan aku menjagamu selama yang aku mampu. Aku membutuhkan jawaban. Jawab kapan pun kamu merasa siap. Aku akan menunggu."

tirameashu, 2 Desember 2020

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

tirameashu, 2 Desember 2020

Drama Only (✓)Where stories live. Discover now