Chapter 10 - Sorry

1.3K 162 5
                                    

"Noona, ponselmu berdering." Pekik Geun menghampiriku sambil membawa ponsel yang tadinya aku letakkan di atas meja ruang TV.

Dengan segera aku mencuci tanganku yang kotor akibat adonan kue yang kubuat, "telfon atau pesan?" Tanyaku pada Geun.

"Telfon dari Jimin." Sahutnya tanpa embel-embel Hyeong atau apapun menyebut nama Jimin.

"Oh benarkah? Cepat kemari." Ucapku tak sabaran, aku memang sangat menantikan telfon darinya.

Geun menyodorkan ponselku lalu dia kembali duduk di depan TV, dia sengaja bangun sepagi ini hanya untuk menonton acara favoritnya yang selalu tayang di pagi hari. Kebetulan Geun juga sedang libur.

"Yeoboseyo Oppa, kau sudah bangun?" Tanyaku setelah mengangkat telfon darinya, biasanya pagi seperti ini Jimin masih tidur.

"Rindu." Sahutnya, hatiku menghangat saat dia mengatakan rindu dengan suara khas bangun tidur.

"Besok aku pulang Oppa." Jawabku sambil tak kuasa menahan senyum, untung saja dia tidak melihat wajahku yang sudah memerah bagaikan udang rebus ini.

"Masih lama, aku mau bertemu sekarang." Sahutnya lagi begitu manja, aku benar-benar tak bisa menahan senyumku. Entah kenapa aku senang sekali setiap kali Jimin bersikap manja layaknya anak kecil yang minta dibelikan permen seperti ini.

"Video call?" Tawarku padanya, aku juga sangat ingin melihat wajahnya yang sudah hampir dua hari tidak kulihat ini.

Tanpa aba-aba Jimin langsung mematikan ponselnya lalu dia menelfon lagi dengan panggilan video. Jimin masih berbaring di kasur dengan selimut yang menutupi setengah wajahnya, wajah bangun tidurnya sangat menggemaskan.

Lelah, itulah yang mendeskripsikan wajahnya sekarang walaupun dia hanya menampakkannya setengah.

Lelah, itulah yang mendeskripsikan wajahnya sekarang walaupun dia hanya menampakkannya setengah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Oppa, tumben bangun sepagi ini?" Tanyaku padanya yang masih terbaring lemah di atas kasur.

"Sudah aku bilang, aku rindu." Sahutnya lagi.

"Belum sampai dua hari, kau sudah rindu?"

"Iya, sangat rindu." Sahutnya. "Padahal baru dua malam kita tidur berdua, tapi kau sudah pergi." Ucapnya lagi dengan wajah yang benar-benar cemberut.

Ya Tuhan, di mana Jimin yang dingin dulu? Apakah dia benar-benar Park Jimin? Aku benar-benar tak kuasa menahan senyum bahagiaku, Jimin benar-benar sudah menembus hatiku.

Aku bingung harus menjawab apa, jadi aku diam saja mengamati wajahnya yang sudah tidak ditutupinya lagi dengan selimut.

Kami sama-sama diam sejenak hanya sekedar saling menatap untuk melepas rindu, berkali-kali aku tersenyum hanya karena melihat wajahnya.

Part Of My Wound [Park Jimin] - SEGERA TERBITWhere stories live. Discover now