[37]

113 13 7
                                    

Di ruangan luas ini berdiri gadis cantik dengan setelan dress berwarna hitam. Dia bersedekap dada di depan jendela yang mengarah ke luar dengan pemandangan gedung-gedung tinggi menjulang.  Matanya melirik tajam kesekeliling gedung-gedung itu seperti ingin menerkam seseorang dengan sekali tembakan.

“Selamat siang.”

Sapa seseorang lelaki berbadan tegap yang memakai jas serba hitam datang menghampiri gadis itu dan ternyata lelaki itu tidak sendiri. Ada beberapa orang mengikutinya di belakang tubuh tegap nya.

Gadis itu berbalik tanpa ekspresi dan sorot matanya melihat satu persatu orang di depannya. Tanpa banyak kata dia melempar kan lembar-lembar foto di atas meja kaca di depan lelaki-lelaki bertubuh tinggi tegap itu.

“Apa yang harus kami lakukan?” Tanya lelaki itu sambil mengambil lembaran foto di atas meja dan mengamati siapa yang ada di foto itu.

“Cari tau siapa mereka.” Ucap gadis itu tajam.

“Baik.”

“Jangan sampai ada yang tertinggal satu pun, dan lagi selalu beri aku informasi mengenai mereka.” Ucapnya lagi membalikkan tubuhnya dan mengambil amplop coklat yang lumayan tebal.

“Ini DP untuk kalian. Oh iya jangan ada yang tau kalau aku yang menyuruh kalian kesini termasuk kedua orang tua ku. Mengerti?!”

“Baik, kami mengerti.”

Setelah segerombolan lelaki itu pergi dari hdapannya terlihat senyum miring dari sudut bibir gadis cantik namun mengerikan itu.

“Tidak ada yang bisa melawan keinginanku termasuk cewek sialan itu!” ucapnya penuh penekakan dan emosi yang terpancar dari kedua bola mata hitamnya.

***

Mobil putih berhenti di depan gang matahari, di dalam mobil ada Alan yang menyisir rambutnya karena hari ini dia akan mengajak pujaan hatinya jalan-jalan. Tak lama menunggu Aille sudah terlihat berjalan menuju kearah mobilnya dengan sangat anggun dan cantik seperti biasanya, hari ini Aille tampil beda yang biasanya dia berpakaian feminim hari ini lebih kea rah anak gaul jaman sekarang eh salah anak millenial hihihi.

“Hay, selamat pagi.”

Sapa Aille masuk kedalam mobil dan tersenyum kearah Alan dan itu mampu membuat jantung pemuda itu berdegup tak karuan. Sungguh cantik sekali kekasihnya ini.

“Cantik.” Gumam Alan tak sadar.

“Hmmm, apa?” Tanya Aille memastikan.
“Ah, nggak kok. Udah siap?” Tanya Alan.

“Udah, kita mau kemana emang?”

“Rahasia, lihat aja nanti.”

Alan melajukan mobilnya meninggalkan pelataran rumah Aille, ia melajukannya dengan pelan dan santai menikmati suasana di dalam mobil bersama Aille. Sesekali Alan menunjukkan senyumannya entah kenapa ia semakin jatuh cinta dengan Aille, bahkan dia ingin memiliki gadis itu untuk selamanya.

“Tumben kamu nyetirnya pelan?” Tanya Aille membuyarkan lamunan Alan.

Alan hanya menggeleng sebagai jawaban dan kembali focus menyetir. Tiba-tiba Alan mempunyai ide agar momen nya menjadi romantic dengan Aille.

“Tangan kanan kamu kenapa?” Tanya Alan tiba-tiba dan dengan reflek Aille melihat telapak tangan kanannya dilihatnya dengan detail.

“Kenapa sih? Nggak kenapa-kenapa kok.” Jawab Aille polos.

“Coba aku lihat sekali lagi.” Ucap Alan.

Gadis itu pun menyodorkan tangan kanannya kea rah Alan. Pemuda itu melirik dari ekor matanya, tanpa basa basi ia menautkan tangan kirinya ke tangan Aille sambil tersenyum.

“Nah, gini kan enak. Aku Cuma salah liat aja tadi.”

“Ih, kamu modus banget sih.”

“Lah, sama pacar sendiri kok modus sih.”

Mereka berdua pun tertawa dan sesekali melempar senyuman hangat. Aille merasa sangat beruntung karena memiliki Alan yang selalu membuatnya merasa nyaman, senang dan bahagia. Aille menggenggam erat tangan Alan dengan kedua tangannya menunjukkan betapa sayangnya Aille pada pemuda itu.

***

Berkas-berkas yang akan dibuat presentasi hari ini bertumpuk sangat banyak. Beberapa kali Alona bolak-balik mencopy data yang diberikan oleh karyawan yang lain untuknya. Statusnya hari ini adalah ia masih menjadi sekertaris presdir utama hotel, siapa lagi kalau bukan Jefin. Namun hari ini ia belum melihat Jefin keluar dari ruangannya karena semenjak kejadian hari itu Alona meminta ruangannya terpisah dengan Jefin dan jika ia memerlukan sesuatu hanya diizinkan lewat sambungan telvon.

“Alona, minta tolong ya berkas yang ini maintain tanda tangan Pak Jefin.” Ucap salah satu pegawai hotel itu kepada Alona.

“Kamu aja yang ke ruangannya Pak Jefin, aku masih banyak kerjaan.” Kata Alona agar dapat menghindari Jefin.

Please, bantuin aku . Aku masih harus ketemu klien yang ada di lobi. Udah pokoknya kamu anterin berkas-berkas ini , oke.”

Pegawai hotel itu pun berlari meninggalkan Alona, ia memang terlihat seperti sudah ditunggu oleh seseorang.
Dengan menarik nafas dalam Alona berdiri dari duduknya dan membawa berkas-berkas itu menuju ke ruangan Jefin yang tak jauh dari tempat nya duduk. Sebenarnya rasa malas menghampiri Alona ah tidak lebih tepatnya ia masih belum siap menghadapi Jefin lagi, ia masih tidak ingin menatap wajah tampan yang berhari-hari membuatnya susah tidur.
Alona sudah sampai di depan pintu kaca ruangan Jefin, dengan ragu-ragu dia ingin mengetuk pintu, tapi beberapa kali juga ia mengurungkan niatnya. Hingga terdengar suara dari dalam, jelas itu suara Jefin sedang berbicara melalui ponselnya.

“Apa?! Pertunangan ku sama Mora di percepat?”

Deg

Jantung Alona mendadak seperti berhenti berdetak saat mendengar kalimat yang baru saja diucapkan Jefin. Untuk yang kedua kali ia selalu melihat fakta itu melalui pembicaraan Jefin lewat telvon. Ini waktu yang sangat tidak tepat, dan air mata Alona hampir saja merembes keluar jikalau dia tak segera menghapusnya. Tidak! Ini tidak boleh terjadi lagi untuknya. Kali ini iya harus bisa terlihat kuat di depan pemuda yang belum sepenuhnya bisa dia lupakan.

“Ma, Tolong jangan buat ini semua menjadi rumit.”  Ucap Jefin meninggikan suaranya kesal.

“Aku punya pilihan ku sendiri dan yang pasti itu bukan Zamora, tapi –“

Tok… tokk

“Permisi, pak. Ada berkas yang harus ditanda tangani.” Ucap Alona dingin tanpa ekspresi dan sudah berdiri di depan pintu yang sedikit terbuka.

Jefin membalikan tubuhnya menghadap Alona yang berdiri sambil membawa 5 tumpuk map di tangannya, Jefin terdiam belum menanggapi Alona dia masih melihat gadis yang sedang menunduk itu dengan rasa rindu yang amat dalam.

“Maaf, saya mengganggu pak. Tapi ada dokumen penting yang harus ditanda tangani.” Ucap Alona masih menunduk dan meletakkan map-map itu di meja kantor Jefin.

Sesegera mungkin Alona menghindari Jefin yang mungkin akan memanggil namanya. Belum juga membuka pintu firasat Alona sangat tepat, suara Jefin menggema memanggil namanya. Untung saja ruangan itu kedap suara dan tidak akan khawatir terdengar dari luar.

“Kita harus bicara.” Ucap Jefin mendahului. Namun gadis yang membelakangi nya hanya diam tak menjawab.

“Maaf—“

Brukk…

Tanpa aba-aba Jefin memeluk Alona dari belakang yang membuat gadis itu terkejut namun tak memberontak. Mereka masih terdiam dalam sela-sela pelukan hangat penuh kerinduan itu.



•••

Hehehe maaf part Alona dan Jefin gantung lagi. Yang kemarin nungguin maaf banget ya yg harusnya update hari Jum'at baru bisa sekarang. Soalnya ada masalah sedikit, Wattpad nya aku keluarin kan terus mau masuk lagi eh aku lupa kata sandi aku inget2 nya lama. Jadi, mohon maaf banget. Sekarang udah di update nih. Jangan lupa coment dan tekan icon bintang di bawah ya ;)
Terima kasih sudah membaca, semoga selalu suka setiap part nya. Karena banyak kejutan-kejutannya loh hehehe
-Author April- ❤

KU INGIN MENCINTAIMUWhere stories live. Discover now