[35]

272 15 7
                                    

Pintu coklat terbuka perlahan, ia berjalan mendekat ke arah kasur gold yang disana sudah terbaring seseorang yang masih meringkuk di dalam selimut tebal kesayangannya. Kanan dan kirinya pun terdapat dua guling yang melindungi tubuh kecilnya agar tetap merasa hangat.

"Evril, bangun." Ucap lembut Alona sambil menggoyangkan pelan pinggul Evril, peri cahaya yang suka sekali tidur.

Tidak ada sahutan sama sekali dari Evril, bahkan gadis itu juga tak bergerak sedikitpun dari tempatnya.

"Dek, udah siang. Katanya hari ini ada extrakulikuler di sekolah." Lagi, Alona membangunkan adik bungsunya itu. Evril memang susah sekali untuk dibangunkan jika tidak ada niat sendiri dari dalam dirinya untuk bangun pagi.

Alona berusaha membangunkannya dengan membuka gorden di atas kasur yang Evril tiduri, dan kembali dia membuka perlahan selimut yang menutupi tubuh kecil adiknya. Kedua mata hitam legam milik Evril masih belum juga menampakkan diri. Di letakkannya punggung tangan Alona di dahi Evril. Panas. Itulah yang dirasakan Alona.

"Ya ampun, badan kamu panas banget. Dek, kamu demam ya?" tanya Alona walaupun dia tahu gadis kecil itu tak akan meresponnya. Apakah dia pingsan?

"Aille?!" Teriak Alona kepada adik ketiganya. Dan segera mungkin gadis cantik itu berlari ke arah Alona.

"Kenapa, kak?" Tanya Aille sedikit ngos-ngosan.

"Ambilkan, thermometer sekalian obat penurun panasnya juga, oh ya dan mangkok berisi air dingin ya." Suruh Alona pada Aille, dia pun mengangguk paham dan segera berlari ke arah dapur kembali untuk memenuhi permintaan kakaknya.

Tak butuh waktu yang lama Aille sudah kembali ke hadapan Alona sambil membawa apa yang diminta kakaknya. Segera mungkin Alona mengetes suhu badan Evril dan benar adik bungsunya sedang demam. Di tempelkannya kain basah itu ke atas dahi Evril. Barulah gadis kecil yang terlelap itu mulai mengerjapkan mata akibat benda dingin yang ada di dahinya.

"Hmm, apaan ini?" tanya nya polos sambil mengerjap-ngerjapkan mata nya berulang kali.

"Ssttt, diem aja." Kata Aille menanggapi gumamam tak jelas adiknya.

"Hari ini kamu nggak usah ikut extra dulu. Tetep di rumah dan nggak usah kemana-mana." Tegas Alona menyuruh Evril tetap berada di rumah untuk istirahat.

"Aku tuh gapapa, kak. Ini tuh udah biasa dialami sama peri cahaya." Ucap Evril lirih tapi masih dapat didengar oleh kedua kakaknya.

"Nggak! Pokoknya tetep stay di rumah." Tegas Alona lagi masih terus mengompres dahi Evril. Bahkan air dingin itu juga sudah bersuhu sedikit hangat.

"Kalau kamu masih ngotot pergi, kakak bawa kamu ke rumah sakit aja biar di infus lagi kayak dulu." Ucap Aille menakut-nakuti adiknya yang sama sekali tidak menyukai rumah sakit apalagi bau obat-obatan disana.

"Iya, bener. Terus kita tinggal aja biar kamu sendirian disana." Sambung Alona.

"Dih, pada jahat semua. Tau ah, sebel. Mau tidur lagi aja, kalau bisa seharian biar jadi beruang kutub sekalian." Ucap Evril memanyunkan bibirnya dan kemudian kembali memejamkan mata nya. Hanya terdengar gurauan dari kedua kakaknya karena berhasil membuat Evril tak keras kepala.

•••

"Veneza Kathryn Yuaconsina!" Panggil Sean dengan nada keras dan itu mampu membuat langkah Veneza berhenti beberapa jarak dari pemuda itu berdiri.

Tidak ada tanggapan, gadis ini tetap diam tapi masih melirik Sean dari sudut matanya. Kenapa lagi dengan pemuda itu, pikirnya.

"Tetap berdiri disitu." Suruhnya. Dan, Veneza membuang nafasnya jengah.

KU INGIN MENCINTAIMUWhere stories live. Discover now