Bab 3

33 9 21
                                    

Elora sudah berada di sekolahnya yang masih sangat sepi. Pagi-pagi sekali ia datang ke sekolah karena tidak ingin mendapat ceramah dari mamanya perihal semalam ia yang pulang sangat pagi sekali. Selain itu juga ia tidak ingin melihat mamanya bersama laki-laki yang di ajaknya menginap di rumahnya tadi malam. Rasanya Elora tidak ingin pulang ke rumahnya.

Setelah menaruh tas di mejanya, Elora langsung keluar dari kelasnya yang masih sepi ini. Rooftop adalah tujuannya saat ini. Tempat yang jarang sekali di datangi murid karena tempatnya yang sangat tinggi, membuat para murid malas sendiri untuk menaiki tangga.

Semilir angin menerpa wajah Elora ketika membuka pintu rooftop. Ia melangkahkan kakinya menuju pagar pembatas, mengamati murid-murid yang baru saja tiba di sekolah. Ada yang membawa kendaraan sendiri, ada pula yang diantar oleh orang tuanya. Elora tersenyum masam menyaksikan salah satu siswi yang baru saja turun dari mobilnya. Terlihat gadis itu tengah menyalami tangan papanya sebelum melambaikan tangannya ketika mobil sudah melaju meninggalkan pelataran sekolah.

Elora menatap tangannya, sudah berapa lama ia tak menyalami tangan kedua orang tuanya?

Elora merindukan saat pagi hari sebelum berangkat sekolah, ia biasanya akan sarapan terlebih dahulu bersama kedua orang tuanya. Lalu berangkat sekolah dengan diantar oleh papanya, terkadang juga mamanya, kemudian menyempatkan diri untuk cipika-cipiki terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam sekolahan.

Tap... Tap... Tap

Suara langkah kaki mendekat menyadarkan Elora dari lamunannya. Elora melirik ke belakang untuk melihat siapa yang datang. Tepat sekali, orang itu adalah Albert, sahabatnya sendiri.

"Lo semalam ke mana, El?" tanyanya langsung saat sudah berada di samping Elora.

"Gue cari lo ke tempat biasa tapi gue nggak nemuin lo di sana," lanjut Albert saat tau Elora tidak mau menjawabnya. "Lo tau, kemarin Tante Winona sangat mengkhawatirkan lo."

Elora tersenyum miring. "Dari mana lo tau?"

"Tante Winona nelfon gue semalam, dia minta gue buat nyari lo yang pergi malam-malam dengan pakaian yang sangat minim," jelas Albert.

"Dia pikir dia siapa, pakai nyuruh orang buat nyari gue segala," ujar Elora dengan sengit.

"Lo nggak boleh gitu El, beliau tetap orang tua lo," sergah Albert.

"Gue begini juga karena dia Al, gue nggak akan seperti ini jika mereka menyisakan sedikit saja waktu buat gue." Mata Elora berkilat marah, ia tidak suka melihat Albert yang membela orang tuanya.

"Asal lo tau Al, sudah dua hari Papa nggak pulang sejak terakhir kali gue lihat dia bersama perempuan lain, dan semalam Mama pulang membawa laki-laki lain ke rumah," lirih Elora penuh kepahitan dalam suaranya.

"Mungkin saja perempuan yang bersama Om Fallon itu rekan kerjanya." Albert berusaha menenangkan Elora.

"Oh, rekan kerjanya ya?" Elora mengangguk-anggukkan kepalanya pelan.

"Terus laki-laki yang bersama Mama, yang ciuman di ruang tamu dengan penuh nafsu itu juga rekan kerjanya? Iya, hm?"

"Tante Winona-" Albert tidak mampu melanjutkan kata-katanya. Ia tidak menyangka jika ternyata Tante Winona akan melakukan itu. Selama ini Albert mengira bahwa Mama Elora hanyalah perempuan pekerjaan keras yang penuh ambisi. Selalu mengutamakan pekerjaan dibandingkan keluarganya. Tapi jika sudah seperti ini memang sudah tidak sehat lagi keluarga Elora.

"Iya Al, mereka berdua sama-sama berkhianat," ungkap Elora. "Dan gue nggak tau harus berbuat apa untuk memperbaiki rumah tangga orang tua gue."

Elora menunduk, ia sudah tidak bisa membendung tangisannya. Albert mendekati sahabatnya, membawa Elora ke dalam pelukannya. Albert sama sekali tidak mengatakan apa-apa, ia akan membiarkan Elora sampai merasa tenang terlebih dahulu.

Never Be The SameWhere stories live. Discover now