Rahangnya mengetat seperti menahan emosi, dan Tama tahu Any tengah menahan luapan kemarahannya karena tindakannya yang bisa dibilang lancang.

Tapi Tama butuh berbicara dengan wanita itu sebelum kembali kehilangannya. Persetan dengan perselisihan mereka, dia butuh memastikan satu hal pada wanita itu. Tama berbalik menatap pada Ratna yang berdiri tak jauh darinya.

"Rat bisa kamu antarkan Joana ke dapur. Biarkan dia pilih es krimnya sendiri. Sekalian sama dua teman kamu juga, mas butuh bicara dengan bundanya Joana ." pintahnya yang dijawab dengan anggukkan bingung oleh sepupunya itu.

Tanpa banyak Kata Joana berlari mendekati Ratna dan langsung melangkah bersama dengannya yang diikuti Resti dan Ayana yang juga sama bingungnya. Satu spekulasi muncul dia pikiran mereka, namun enggan mereka yakini begitu saja. Jelas mereka membutuhkan penjelasan setelah ini.

Sepeninggalan mereka, Tama kembali menatap Any. Bisa dibilang ia sedikit terpukau dengan penampilan wanita itu setelah bertahun-tahun tak bertemu. Any memang masih mungil seperti dulu, hanya saja tubuhnya tak sekurus dulu, rambutnya yang dulu panjang sepinggang sekarang lebih pendek dan tanpa poni. Tubuhnya tidak gemuk namun terlihat berisi di tempat-tempak tertentu yang justru membuat wanita itu nampak sexy dan terlihat lebih dewasa. Dia terlihat seperti wanita karir yang bersatus single ketimbang wanita beranak satu.

Any balas menatapnya, tatapannya menunjukan ketidaksukaanya yang jelas pada Tama.

"Mau lo apa?" tanya Any tanpa basa-basi, dia jengah dengan cara Tama menatapnya dan juga perasaannya yang tak karuan sama sekali tak membantu banyak. Pengaruh seorang Tama jelas masih sangat besar padanya.

"Ayo kita bicara," balas Tama singkat, nada suaranya tenang, dia terlihat tak terganggu dengan kekesalah yang jelas nampak dari ekspresi Any.

"Bicara? Memangnya apa yang mau kita bicarakan?" Any melipat tangannya di dada, jelas menantang Tama secara tak langsung.

"Kamu tahu apa. Sebaiknya kita ke ruangan saya sekarang, sebelum kita saling mempermalukan diri di sini." ucap Tama penuh penekanan.

Any mengamati pria itu beberapa saat, ia tengah berpikir apakah ia harus setuju atau tidak dan pada akhirnya wanita itu mengalah, Tama jelas seorang pemaksa yang hebat jika dia menolak. Semakin cepat mereka bicara semakin cepat urusan mereka selesai.

"Oke. Tapi enggak lebih dari sepuluh menit." cetusnya, Tama mengangguk lalu melangkah menuju ruangannya yang berada di lantai dua.

Any terdiam selama berjalan menuju ruangan pria itu, sementara Tama tak bertenti berbalik memastikan Any mengikutinya ke lantai atas.

Mereka masuk ke dalam ruangan itu, Any enggan memperhatikan apapun. Dia jelas tak ingin menemukan fakta dalam ruangan milik Tama yang bisa membuat hatinya sakit.

Any langsung melangkah menuju sofa coklat yang berada di tengah ruangan lalu duduk di sana dengan tenang, sementara Tama menutup pintu lalu menguncinya, Any mengangkat alisnya saat mendengar pintu yang dikunci namun enggan berkomentar.

Tama ikut duduk di sofa seberang, dengan tenang pria itu menatap Any, eksrepsinya tak terbaca.

"Apa kabar? " tanyanya yang justru terdenagr tak lebih dari sekadar basa-basi di telinga Any.

"Waktu lo cuma sepuluh menit. Enggak usah basa-basi. Lebih baik langsung ke intinya." balas Any.

Tama sedikit terkejut dengan balasan wanita itu. Jadi seperti ini Any, dia memang tak seperti saudari kembarnya. Gadis di depannya terlihat ketus dan tidak ada kelembutan dari caranya bicara ataupun sikapnya. berbeda dengan sosok Angel.

"Kamu memang bukan Angel. Hanya luarnya saja yang serupa tapi selebihnya kalian jelas berbeda." gumamnya namun masih bisa didengar Any.

Wanita itu tersenyum sinis.

"Memangnya apa yang lo ingat dari saudari kembar gue selain kesan pertama saat ketemu dia pertama kali?" tanya Any sinis.

Mendengar pertanyaan Any, Tama tercenung berusaha mengingat apapun yang menunjukan perbedaan Any dan Angel selain kesan pertama  saat dulu pertama kali dia bertemu dengan Angel, dan pria itu tersentak saat tak menemukannya, selain Angel yang lebih terlihat tenang dan lembut juga hangat. Sisanya saat mereka bertukar email  adalah sosok gadis itu yang tak seperti keliatannya. Angel justru adalah sosok yang blak-blakan, sinis, kadang ketus, dan tidak lembut sama sekali, gadis itu justru terlihat lebih seperti gadis yang kini tengah menatapnya dengan sinis. Gadis yang kini duduk di depannya. Any.

"Tapi kita tidak harus balik ke belakang Tama. Itu sudah lama berlalu.  Lo dengan hidup lo dan gue dengan hidup gue. So,  gue enggak ngerti buat apa kita perlu bicara lagi." ujar Any lagi.

Tama menatap Any lekat, ia tengah kebingungan saat ini. Perasaanya campur aduk. Dia bingung ingin mulai dari mana. Ia benci ketika Any berbicara padanya seperti gadis itu tak peduli, sepeti dia tak merasakan apapun pada Tama, sementara pria itu harus menahan hasratnya agar tak sampai hilang kendali dan berakhir mendekap wanita ketus di depannya itu. Dia tidak tahu untuk siapa rindunya kini. Dia yakin untuk Angel, tapi dia ragu. Any dan sikapnya yang tak peduli dan ketus justru membuatnya kelimpungan dan ingin benar-benar membuatnya melepas rindu dengan satu dekapan panjang.

Tama berusaha fokus, ia menepis pemikiran tadi dari otaknya. Dan berusaha mengingat bahwa Any tak lebih dari gadis penipu dan dia bukanlah Angel. Bukanlah cinta pertamanya.

"Apa Joana anak saya." tanyanya setelah berhasil mengendalikan dirinya kembali.

Any terdiam, dia berusaha menilai ekspresi Tama dan tak menemukan apapun di sana.

"Apa hal itu penting buat lo?" tanynya balik.

Tama berdecak.

"Kenapa tidak kamu jawab saja. Jangan menjawab pertanyaan dengan pertanyaan."

Any tertawa, dan tawa itu terdengar hambar di telinga Tama.

"Setelah sekian tahun lo tiba-tiba tanya hal ini? Lo mendadak lupa ingatan kalau dulu lo pernah menolak anak di kandungan gue sebagai anak lo Tam? Lantas apa yang membuat lo mau memastikan lagi sekarang? Seingat gue urusan kita udah kelar lama. Jangan buat drama ini semakin panjang Tam. Jujur aja gue eneg. Kenapa kita enggak hidup bahagia dan tidak saling menganggu satu sama lain. Seperti yang gue bilang tadi, lo dengan hidup lo, gue dengan hidup gue." balas Any.

Tama menatapnya tajam.

"Apa menurut kamu saya masih bisa hidup tenang setelah menemukan seorang gadis kecil yang berwajah persis saya yang tak lain adalah anak dari wanita yang pernah saya tiduri dulu, wanita yang pernah mengaku hamil anak saya." ucap Tama dengan geraman tertahan.

"Apa yang membedakan dulu dengan sekarang? Dulu gue pernah mengaku  hamil anak lo dan dengan bejatnya lo enggak peduli,  lalu sekarang setelah tahun demi tahun gue hidup sengsara besarin anak itu sendiri lo mulai kepo apa Joana anak lo atau bukan?! Apa lo waras!?" Any menghirup napas dengan rakus, emosinya benar-benar tersulut.

"Joana emang anak lo. Gue enggak akan bohong soal itu. Tapi satu hal yang perlu lo tahu. Lo enggak berhak apapun atas dia. Dulu lo enggak mengakui dia, bahkan secara enggak langsung bilang gue murahan karena nuduh gue tidur sama cowok lain dan hamil anak orang lain. Lo maki gue, ingat?! Joana engga butuh ayah kayak lo. Jadi tolong menyingkir dan jangan pernah sekalipun masuk ke kehidupan kami! Lo enggak punya hak apapun atas Joana. Enggak bisa dan enggak akan pernah!"
***











Cutt..












Jangan lupa vote dan komen 💕




MissOne
💕😘🤗🤓🤓

ReplaceWhere stories live. Discover now