Sebelum baca saya peringatkan untuk VOTE!! VOTE!! DAN VOTE!!
Tama berdiri mematung di tempatnya. Ia masih belum bereaksi sama sekali sejak tamparan Any yang mendarat di pipinya. Dia tertegun karena reaksi wanita itu.
Sekarang baru dia merutuki kebodohannya karena tak bisa menjaga perkataannya. Kenapa juga dia harus emosi hanya karena melihat Any membawa pria lain ke rumahnya. Tapi dia tak bisa menahan kemarahannya saat wanita itu marah hanya karena ia datang ke rumahnya sementara laki-laki lain bisa datang tanpa harus menerima reaksi dingin dari wanita itu. Jujur saja ia kesal, tapi ia juga mengakui dirinya bodoh karena harus kelepasan bicara kasar.
Ia mengehela napas pelan saat mendengar bunyi pintu dibanting. Tentu mulai sekarang Any tak akan pernah membukakan pintu untuknya. Ia mendadak panik, kalau Any melarangnya untuk bertemu dengan Joana, apalagi yang bisa ia lakukan.
Tama melangkah dari balik mobil, ia berdiri menatap ke arah pintu rumah wanita itu dengan kecewa. Apalagi yang bisa dia lakukan sekarang. Jelas ia sudah diusir karena mulutnya yang tak bisa ia jaga dengan tertib.
Padahal hari ini ia sengaja menyelesaikan semua pekerjaanya dengan cepat hanya agar bisa menyusul mereka ke Bogor. Sudah satu minggu tidak bertemu membuatnya menahan rindu yang begitu besar tapi semua harapannya untuk menghabiskan waktu dengan putrinya hanya tinggal harapan. Sudah ada pria lain yang menggantikannya untuk menjaga putrinya, juga wanita itu.
Sial. Kenapa ia merasa sakit hati hanya karena memikirikan itu.
***
"Diapain lo sama dia?" Ben bertanya dengan raut wajah yang serius.
Pria itu duduk dengan tenang sembari bersandar di sofa, di pangkuannya Joana tertidur dengan mata sembab. Gadis kecil itu menangis saat tak mendapati Tama bersama mereka, saat bertanya pada bundanya justru ia dibentak dan diperintahkan untuk jangan pernah bertemu dengan Tama lagi atau menyebut-nyebut nama pria itu lagi.
Any memijat keningnya pelan. Menutup matanya sembari bersandar di sofa. Wanita itu menghela napas.
"Kalau waktu bisa diputar gue enggak akan mau berurusan sama laki-laki sialan itu. Sekalipun Angel maksa gue." gumam Any.
"Dia ngomong apa sama lo? Kenapa dia bisa ada di sini? Kenapa bisa dia dekat sama Joana? Lo enggak cerita apapun!" ucap Ben.
"Gue enggak punya waktu buat cerita, ini semua mendadak. Intinya dia datang pengen kenal putrinya dan tebus waktu yang udah terbuang karena pernah nolak anaknya."
"Dan lo semudah itu biarin dia masuk?" Ben tidak habis pikir kenapa dengan mudahnya Any memaafkan pria itu padahal kalau melihat penderitaannya dulu siapapun juga tak akan relah membiarkan pria seperti Tama datang kembali ke kehidupannya.
"Gue juga enggak mau Ben. Tapi gue enggak bisa egois. Biar bagaimana pun Joana butuh sosok ayah. Walaupun dia enggak pernah tanya kemana ayahnya tapi pasti dia bingung kenapa cuma punya gue."
Ben terdiam, walaupun dia membeci Tama tapi apa yang dikatakan Any benar. Ben menunduk menatap wajah polos Joana yang tertidur dengan lelap. Matanya bengkak setelah menangis hampir satu jam setelah tak melihat Tama. Sesayang itu ia pada pria itu, sekalipun mereka baru bertemu tapi gadis kecil itu sudah sangat menyayangi Tama.
Ben menghela napas.
"Kalau sampai Alona tahu tentang ini. Lo siap-siap dia datang ngamuk ke rumah lo. Bagus juga kalau dia beri hadiah berupa tonjokan ke si Tama itu."
Any tersenyum, dia membayangkan sahabatnya yang dingin dan galak itu datang ke rumahnya dan mengamuk sembari menghajar Tama. Pasti sangat mengerikan.
"Lo ingatin gue tentang Alona. Buat gue sadar kalau belum sama sekali beritahu Alona dan Lia soal masalah ini."
"Gue saranin secepatnya lo kasih tau mereka. Kadang mereka bisa jadi sangat merepotkan kalau sampai ngerasa dikhianati karena jadi yang paling terakhir tahu."
Any mengangguk. Dia mengerti tapi yang membuatnya bingung bagaimana cara memberi tahu kedua sahabatnya itu. Ben yang selalu paling santai menghadapi apapun saja terlihat sangat emosi saat melihat Ben apalagi Alona dan Lia. Any tidak terlalu menghawatirkan Lia tapi Alona, wanita itu lain ceritanya. Apa dia harus beritahu Kenzo lebih dulu dan menyuruh pria itu yang menceritakannya pada Alona.
"Ben apa gue beritahu Kenzo dulu kali ya. Biar dia yang bilang sama Alona. Gue takut tu anak bakal ngamuk." ujar Any ragu.
"Lo kira Kenzo bakal bisa hadapi Alona pas lagi ngamuk. Si Kenzo juga takut kali kalau si Al marah."
"Aduh kenapa si Kenzo lemah banget si."
"Iya lemah. Lemah dan bucin akut."
Any dan Ben saling menatap lalu tertawa geli secara bersamaan.
"Gila emang si Kenzo. Jago banget dia ngadepin Alona. Malah bucin. Alona yang super galak, dingin, enggak romantis, enggak ada manja-manjanya, enggak feminim. Malah bisa buat cowok sempurna kayak Kenzo cinta mati." ucap Ben
"Justru itu pesona Alona Ben. Dia itu cewek langkah hanya ada 1 dari 1000."
"Iya lo bener."
Mereka berdua sama-sama terdiam. Menerawang jauh mengingat kembali masa lalu yang pernah mereka lalui saat tahu sisi lain dari kehidupan sahabat mereka itu.
"Seandainya gue bisa sekuat Alona atau paling tidak sedikitnya kayak dia. Kuat dan tangguh. Mungkin gue tahu gimana cara ngadapin masalah gue sendiri."
"Lo kuat An. Semua orang punya cara yang berbeda dalam menghadapi masalah. Lo kuat dengan cara lo sendiri. Kalau lo enggak kuat dan tangguh lo enggak akan sejauh ini ngebesarin anak lo sendiri dan beri dia kebahagian yang besar. Semuanya akan baik-baik aja. Jangan kawatir." ucap Ben sembari bergeser mendekati Any dan menarik wanita itu agar bersandar pada bahunya.
"Apa gue nikahin lo aja ya Ben." ucap Any tiba-tiba.
"Sinting. Ngomong enggak usah ngawur. Ogah gue." balas Ben.
Any hanya bisa tertawa geli. Ben benar, lagi pula tidak ada pria yang lebih dicintainya selain pria brengsek seperti Tama. Seandainya Any bisa jatuh cinta pada pria seperti Ben, mau atau tidak Any akan menikahi secara paksa sahabatanya itu tapi pada kenyataannya Any tidak bisa mencintai pria lain, tidak bisa menatap pria lain seperti ia menatap Tama. Sekalipun ia sudah disakiti berkali-kali.
Kalau bisa Any ingin mengapus perasaan itu. Tapi tidak mudah, tidak pernah mudah. Bagaimana pun ia berusaha. Tama masih pemegang kendali akan hatinya.
Apa yang harus ia lakukan? Apakah ia akan terus seperti ini dan terjebak pada perasaan yang bertepuk sebelah tangan. Jelas-jelas Tama sudah punya tunangan. Dia tidak mungkin mau bersama wanita yang sudah pernah menipunya. Tidak akan pernah.
***
Bersambung..
Besok akan up lagi dan besoknya lagi. Karena saya sudah janji 3 kali seminggu akan update.
Jadi TOLONG jangan lupa vote dan komentarnya yaa. Jebal juseyooo.
Bye byee...
Saya mau nnton drama dulu my roommate is gumiho lagi nungguin saya. Bye guys.
Love you jangan lupa VOTE VOTE VOTE DAN KOMENTARNYA.
YOU ARE READING
Replace
RomanceBaca cerita Still The Same terlebih dahulu! Aku bukanlah dia. Bukan dia yang kau ingat sebagai gadis pemilik senyum lembut yang mempesona, gadis yang kau sebut cinta pertamamu. Kami memang terlihat sama tetapi kami sesunggunya berbeda. tapi kau tak...
