Tama keluar dari kedai es krim tak lama setelah Joana dan Rita keluar. Ia melangkah dengan perasaan yang lebih ringan dari sebelumnya. Kebaikan hati yang tulus dari seorang gadis kecil ternyata mampu meredahkan segala hal ruwet yang terjadi dalam hidupnya.
Padahal sebelum mampir di kedai es krim tadi, perasaan Tama benar-benar kacau karena baru saja bertengkar dengan ayahnya yang masih belum puas dengan keputusan Tama untuk tak bekerja di perusahaan keluarga. Bukan apa-apa, Tama merasa ia tak cocok bekerja sebagai pegawai kantoran, sekalipun ia lulusan jurusan bisnis di Stanford, hal itu tak membuatnya tertarik bekerja di perusahaan besar milik ayahnya. Ia lebih suka membangun bisnisnya sendiri.
Sudah ada dua kafe dan satu restoran yang ia bangun selama empat tahun terakhir tapi hal itu tidak juga membuat ayahnya puas. Lagi pula sudah ada kakak laki-lakinya yang berkerja bersama sang ayah, tapi dengan keras kepala ia masih juga memaksa Tama. Hal ini yang membuat Tama marah dan membuatnya jarang pulang ke rumah.
Belum lagi tunangannya Bella yang terus menuntutnya untuk datang mengujungi wanita itu di London. Hampir setiap hari mereka bertengkar hanya karena Tama tak bisa memenuhi keinginan wanita itu untuk datang berkunjung. Tama tak bisa hanya datang begitu saja, banyak urusan yang membutuhkan perhatiannya di sini. Bisnisnya baru saja ia rintis dan semua hal itu membutuhkan perhatian kusus darinya, kalau ia lengah sedikit, semua yang dibangunnya bisa hancur dalam sekejab.
Tama tipe pria yang serius, sekali dia melakukan sesuatu, maka ia akan mencurahkan segala perhatian dan waktunya untuk hal itu. Ia tak akan melakukannya setengah-tengah. Dia bukan tipe orang yang suka membuang-buang waktu pada satu hal yang tak pasti, jadi segala sesuatu yang ia lakukan harus menunai hasil yang maksimal karena usahanya yang tak kalah maksimal.
Masalahnya adalah orang-orang di sekitarnya seperti tak ada yang mendukungnya sama sekali. Entah orang tuanya, bahkan juga pasangannya. Mereka menuntut hal lain darinya hingga membuat fokusnya terpecah. Pikirannya ruwet karena mereka dan segala tuntutan mereka yang tak ada habisnya, namun hari ini seorang gadis kecil bermata indah dengan lesung pipi yang cantik dan wajah yang imut dengan mudah meringankan beban pikiranya hanya dengan satu kebaikan kecil namun tulus.
Tama tersentuh dan perasaannya menghangat. Gadis bernama Joana itu membuatnya merasa lebih baik. Cara bicara yang seperti orang dewasa dan wajah yang ekspresif membuat Tama merasa geli sendiri. Darimana gadis kecil itu belajar bicara seperti itu? Apa ia lebih sering bergaul dengan orang dewasa dan tak punya teman sebaya? Tama benar-benar penasaran.
Kira-kira apakah dia bisa bertemu gadis kecil itu lagi?
Bunyi dering ponsel menarik Tama dari bayangan wajah manis Joana. Ia merogoh saku jasnya dan menemukan ponselnya berdering dengan nama Bella sebagai penelpon.
Seketika Tama mengela napas lelah.
"Ya Bell?" sapa Tama dengan suara lelahnya.
"Kenapa suaranya kayak gitu? Kamu enggak suka ya aku telpon?" Bella berucap ketus.
Tama menutup matanya lelah mendengar tuduhan wanita itu.
"Enggak usah asal nuduh Bel. Aku baru dari perusahaan ayah, baru kelar rapat pemegang saham. Rapatnya memakan waktu banyak dan aku kelelahan," balas Tama dengan sabar.
Ia bicara dengan lembut seperti biasanya.
"Ya kan mas enggak harus jawab telponku dengan nada kayak kamu enggak suka aku telpon. Padahal aku baru saja mau curhat sama kamu, kuliahku semakin ribet dan buat kepalaku pusing. Aku butuh dukungan kamu, eh bukannya dapat dukungan, kamu malah balik ngeluh ke aku. Kamu selalu kayak gitu, enggak bisa ngertiin aku." Bella berucap kesal membuat Tama merasa bersalah.
YOU ARE READING
Replace
RomanceBaca cerita Still The Same terlebih dahulu! Aku bukanlah dia. Bukan dia yang kau ingat sebagai gadis pemilik senyum lembut yang mempesona, gadis yang kau sebut cinta pertamamu. Kami memang terlihat sama tetapi kami sesunggunya berbeda. tapi kau tak...
