XIX

1.9K 141 2
                                    

Saat pertama kali tahu bahwa dia akan ditempatkan di kantor Bima dan menjadi manajernya Adnan cukup terkejut, tapi selebihnya dia sih senang-senang saja karena bisa bekerja dengan sahabatnya yang tingkat kewarasannya tidak seberapa itu.

Adnan dan Bima itu bertolak belakang, Bima cenderung aktif dan berperan seperti kompor meledak kalau Adnan cenderung santai dan tidak terlalu banyak bicara. Tapi kalau kata orang-orang, kalau sudah dekat dengan Adnan dia sebenarnya orangnya asik. Katanya siih gitu.. tapi kalau tanya Latisya, dia pasti tidak tahu. Syukur-syukur mereka bisa bicara baik-baik sekarang.

Rasanya dia ingin tertawa ketika melihat Bima ekspresi kaget disertai umpatan andalan Bima saat melihat Adnan menjadi manajer barunya—Adnan sengaja tidak memberi tahu Bima tentang ini, dan benar saja setelah pulang hari itu Bima langsung heboh, sok marah-marah karena Adnan tidak memberi tahunya lebih dulu.

“Lo nggak anggap gue sahabat apa ya? Sampai hal penting kayak gini lo diem-diem aja.” Iya Bima se-lebay itu memang.

Dan jujur dia cukup terkejut ketika melihat ada dua adik kelasnya berada di divisi yang nantinya akan dia pimpin itu. Salah satunya adalah adik kelas pembuat onar. Adnan masih ingat betapa kesalnya dulu dia saat SMA ketika terus-terusan adu mulut dengan Latisya, tapi buru-buru dia menetralkan wajahnya, setidaknya sekarang dengan masa SMA berbeda dia harus lebih profesional.

Tapi dibalik itu ternyata Latisya tetaplah Latisya, Adnan bisa menebak dari ekspresinya kalau Latisya masih menyimpan dendam dengannya. Tapi dia cukup kagum dengan kemampuan Latisya mengkondisikan ekspresi dan sikapnya itu.

But again, Latisya tetaplah Latisya. Dirapat pengembangan produk baru, tepat di hari Kamis dia terlambat. Tentu saja Adnan kesal, dia memastikan Latisya paham betul kalau Adnan tidak suka dengan keterlambatan. Tapi ini, dia mengulanginya. Terserah dengan alasannya, terlambat tetap terlambat. Mau tidak mau Adnan harus mengingatkan bahwa dia tidak mentolelir keterlambatan kalau alasan yang mereka gunakan sangat klise.

Menarik bagi Adnan, kali ini Latisya tidak membantah perkataannya, dia cenderung menunduk dan terlihat takut.

“Bisa gitu tadi ya, Latisya telat dihari Kamis. Hahaha apes banget sih dia. Padahal selama ini dia nggak pernah telat loh Nan.” Hari itu setelah mereka pulang, Bima dan Adnan mampir kesalah satu kafe untuk sekedar mengobrol.

“Menurut lo dia tadi sengaja nggak telatnya?”

“Ya nggaklah dodol! nggak ada yang mau telat dan harus dimarahin boss gitu. Apalagi dia tadi pagi ban mobilnya pecah, dia kudu nungguin orang bengkelnya, terus orderan taksi onlinenya di cancel dua kali. Antara lucu dan kasihan sih kalau gue.” Bima menceritakan kesialan Latisya sambil menertawakannya, kalau saja Latisya tahu saat ini dia sedang puas menertawakannya, Bima yakin Latisya pasti akan mengomeli Bima habis-habisan.

“Tapi tadi dia nggak kelihatan kayak singa betina lagi ngamuk ya? Biasanya gue ngomong dikit dia jawabnya sambil marah-marah.” Adnan sedikit mengenang, ketika dirinya dan Latisya yang kerap kali adu urat ketika berbicara.

“Hahaha.. lo ngatain dia singa betina? Kalau dia aja singa betina lo apa dong? Induk singa jantan?” Tanya Bima dengan eskpresi mengejek.

“Sialan lo!” sungut Adnan.

“Lagian lo kayaknya merhatiin banget Latisya kalau lagi marah ya?” Mancing keributan terus sih memang kerjaanya Bima, jangan heran. Yang heran itu kenapa Adnan betah sama Bima berteman selama bertahun-tahun.

“Gue bukan merhatiin dia ya, lo lupa kalau dulu setiap hari Kamis gue harus pemanasan dulu pagi-pagi sama dia. Jadi secara tidak langsung gue tahulah!” Bukan hanya bagi Latisya, Kamis juga menjadi hari yang dikenang Adnan. Bukannya sengaja dikenang, tapi kenangan itu otomatis selalu teringat.

Dia tidak bilang kalau Latisya tidak menarik, dia akui Latisya cantik bola matanya yang hitam, matanya akan menyipit ketika dia tertawa, dulu saat Latisya masih jadi peserta MOS poninya yang dipotong pendek membuat dia terlihat lebih lucu, dia juga tahu kalau Latisya itu salah satu murid pintar.

Tapi setelah semua kejadian yang mereka alami, yang Adnan tahu bahwa Latisya adalah adik kelas yang tidak punya sopan santun, belagu dan selalu membantah perkataan.

But now is enough, dia tidak ingin lagi bermasalah dengan Latisya. Sekarang yang terpenting adalah bagaimana dia bekerja dengan baik, dan menjaga hubungan dengan anggota divisinya.

***

Hai hai haiii..
Sudah beberapa part ini lumayan pendek-pendek ya? Tapiii next chapter bakal panjang kok.

Soo, see u next chapter!

Enjoy!

Start with AWhere stories live. Discover now