XVI

1.9K 128 0
                                    

Sabtu ini Latisya tidak memiliki agenda apapun tidak ada pekerjaan bahkan dia tidak memiliki rencana untuk hangout bersama teman-temannya. Seharian ini dia manfaatkan untuk istirahat dan bersantai dirumah.

“Sya, kemarin mama ketemu Tante Nana waktu lagi arisan.” Mamanya ikut bergabung dengan Latisya di meja makan, Latisya hanya mengangguk karena mulutnya penuh dengan pancake.

“Yang jemputnya Adnan, dia udah pulang ya ternyata.” Lagi-lagi dia hanya mengangguk.

“Kok cuma ngangguk doang sih?” protes mamanya.

“Emang mau respon apa Ma?” jawab Latisya malas.

“Kok kamu nggak cerita kalau Adnan yang jadi manajer baru kamu sih?” Latisya memang sempat berpikir apakah dia harus cerita ke mamanya atau tidak, tapi kembali dia pikir ini bukan hal yang penting yang harus diceritakan.

Bisa-bisa mamanya itu pakai titip-titipan--untuk jagain Latisya segala ke Adnan seperti dulu saat SMA dan kuliah.

Seperti, 'Titip Latisya ya', 'tolong bantu jagain Latisya ya Nan', 'Latisyanya ajarin ya Nan', dan lainnya dan lainnya. Sudah cukup, Latisya bukan barang belanjaan yang kalau mau masuk supermarket harus dititipin dulu.

“Kirain mama udah tau, soalnya mama kan sering ketemu sama Tante Nana.”

“Gimana kalian? Masih berantem?” Mamanya bertanya seperti sudah tahu kalau Latisya dan Adnan bertemu mereka hanya akan bertengkar.

“Kalau seminggu ini sih, baik-baik aja Ma, Pak Adnan cukup profesional juga, dia nggak ngungkit-ngungkit masa lalu.” Jawab Latisya jujur.

“Bagus kalau gitu. Gimana kamu waktu tau Adnan yang jadi manajer kamu? Lagian Sya, mama kan udah bilang dari dulu, walaupun di Jerman kamu harus sering tegur Adnan, mama juga kan udah bilang kalau nanti bisa aja lingkungan kerja kalian bakal sama bisa saling butuh juga. Lihat, sekarang kejadian kan.”
Latisya hanya bisa mengangguk mendengar mamanya.

"Tisya kaget banget loh Ma waktu tau Pak Adnan yang gantiin Pak Zahid, tapi ternyata setelah itu dia biasa aja, jadi Tisya biasa aja juga deh liat dia.” Latisya memasukkan brownies kedalam mulutnya sedangkan sang Ibu Ratu itu masih menyimak dengan baik.

“Kalau diluar kamu panggil Adnan nggak usah pake Pak gitu lah, kan kalian deket.” Latisya langsung menatap mamanya tidak percaya.

“Deket dari hongkong, ngobrol aja baru berapa kali Maaa..”

“Ya maksud mama dia kan kakak kelas kamu dulu, terus anak temen mama jadi ya anggap aja udah deket.” Latisya mengangguk untuk mempersingkat pembahasan ini. Dia tidak mau hari liburnya dipenuhi dengan obrolan tentang Adnan, sudah cukup dia bertemu dengan Adnan di kantor.

“Baik-baik sama Adnan, dia kan lebih tua dari kamu atasan kamu juga. Lagian ini bukan lagi SMA, kalau bisa kamu minta maaf sama dia.” Mia-mamanya Latisya terus memberikan wejangan kepada anak bungsunya tentang bagaimana harus bersikap dengan Adnan.

“Iyaaaa Ma, Latisya udah baik-baik sama Pak Adnan, tapi kalau urusan minta maafnya nanti-nanti aja deh.” Yang benar saja kalau harus minta maaf disaat seperti ini bisa-bisa Adnan besar kepala.

“Terus Ariq apa kabar? Kok nggak main-main kesini lagi sih?” Entah kenapa hari ini mamanya sangat kepo, bahkan sekarang rela mendatangi Latisya yang sedang menonton diruang keluarga.

“Baik ma, dia sibuk lagi ada kerjaan di Medan.” Jawab Latisya dengan kalem.

“Kalian sering ketemu nggak? Kan satu gedung?” Jangan heran, Mama Latisya memang lebih ceriwis dari Latisya, tipe emak-emak yang pemikirannya kritis gitu yang mengorek informasi sampai ke akar-akar.

“Lumayan kita suka makan bareng, kadang bareng Bila juga. Dia juga pernah anterin Latisya sarapan sama makan malem waktu lembur.” Beda ekspresi Latisya saat menceritakan tentang Adnan dan Ariq, walaupun terkadang dia malas untuk menceritakan tentang Ariq tapi hari ini dia terlihat senang saat membicarakannya.

Mama nya tersenyum senang.
“Bagus deh, sering-sering ketemu kalian itu. Jadi kan bisa tumbuh benih-benih cinta. Lagian kamu tuh kode-kode dikit lah sama Ariq!” Latisya tertawa, dia tidak habis pikir dengan mamanya ini.

Benih-benih cinta sih udah tumbuh ma, tapi nggak pernah disiram jadinya nggak berbunga.” batin Latisya.

“Dulu mama pasti gerak cepat banget ya waktu PDKT sama papa?” Tanya Latisya sambil tersenyum menggoda.

“Iya dong! Nih mama kasih tau ya, mama dulu jual mahal tapi tetep lempar-lempar kode ke papa, mama juga suka bikin penasaran papa. Jadi papa makin ngebet gitu sama mama. Kamu bisa gitu juga ke Ariq, main luwes dikit lah sama cowok.” Lagi-lagi Latisya tertawa, jadi mamanya lebih pintar masalah cowok dibanding anaknya sendiri.

Latisya akhirnya memilih menuju ke piano putih yang ada disudut ruangan, Latisya suka bermain piano dan seringkali mengcover lagu dan meng-upload-nya ke sosial media. Kali ini dia memainkan sebuah lagu dari Taeyeon dengan judul If,  dia memainkannya karena merasa liriknya cocok dengan apa yang dia rasakan sekarang.

Beberapa saat setelah Latisya meng5 video covernya di instagram dia melihat like dan komen dari beberapa temannya, salah satunya dari Ariq—dia memang cukup sering meninggalkan komentar di postingan Latisya.

@ariqdesnata_ : kpop as always

Latisya hanya memberikan like di komentar Ariq, dia berharap Ariq mengetahui arti dari lirik lagu itu.

Because I’m like a fool
And can only watch you from afar
Your heart may look away from me
And so
We could even become strongers
Just like a fool
I can’t even say that I love you because
We’re afraid of the waits that come upon us
After we meet I’ll be painful and sad
(Taeyeon – If)

***

Hi i'm back with the story!

Jadi ginilah bentuk silaturahmi antara Latisya dengan Ariq. Saling komen di postingan sosial media bisa jadi salah satu cara mereka.
Gitu aja teruss yaa sampai kamera aipon jadi 20 bijiii.

Terima kasih sudah baca, see you next chapter!^^

Start with AWhere stories live. Discover now