VII

2.4K 171 0
                                    

Siang ini Latisya akan makan bareng Nabila dan Ariq di sekitaran kantor mereka. Sudah hampir dua minggu Latisya melewatkan makan siang dengan Ariq, pasalnya Ariq lagi sibuk dengan pekerjannya sebagai seorang arsitek.

"Nanti ada Reyhan ikut makan kesini." kata Ariq sambil meminum es teh miliknya. Reyhan adalah sahabatnya Ariq yang juga merupakan teman SMA mereka.

"Enak banget ya kayaknya jadi Arsitek." Ujar Nabila tiba-tiba.

"Tau darimana lo enak?" tanya Ariq sambil mengigit kerupuk kulit dihadapannya.

"Ya enak, maksud gue lo tuh bukan cungpret gitulooh. Lo kan yang malah megang kendali pekerjaan lo itu." Iya Ariq itu arsitek yang bekerja di salah satu konsultan arsitek.

"Ya nggak selamanya enak lah Bil. Gue kan juga kerja underpressure dari klien gue yang keinginannya banyak, berubah-rubah. Dikiranya gue genie kali bisa mengabulkan semua permintaan." Jawab Ariq sambil bercanda. Iya hobinya memang bercanda, Latisya berharap semoga hubungan mereka bukan candaan.

"Tetap aja enak tapi kan.."

"Lo baperan banget kayaknya Pak Zahid mau diganti. Bila terlalu sayang kayaknya sama manajer lama kami deh Riq." Latisya mencolek lengan Nabila, dia tahu sahabatnya ini lagi sedih karena manajer yang udah balikin semangat kerjanya harus pindah.

Sekitar 8 bulan lalu, saat Nabila lagi di fase dimana orang-orang pikir kalau Nabila mencuri ide orang untuk promosi produk baru. Nabila down bukan main, karena ide itu memang darinya bukan hasil jiplakan.. tapi malah banyak orang yang mencibir Nabila. Namun, disanalah Pak Zahid sebagai 'bapaknya' anak-anak marketing masih menaruh kepercayaan penuh dan terus memberikan support untuk divisinya. Bahkan Nabila di kasih motivasi habis-habisan. Dari situ Nabila bisa dapet semangat kerjanya lagi dan semenjak itu dia semakin menghargai Pak Zahid.

"Oh ganti manajer. Emang kenapa manajer baru? Galak, gendut, tua terus kumisan ya? Terus yang lama ganteng, masih muda gitu?" Ariq membayangkan bos-bos yang suka ada di film.

"Nggak gitu juga, masih kabar-kabar burung aja kok kalau mau diganti. Dasar Bila aja yang udah sedih duluan. Lebay nih!" Latisya tertawa geli melihat tingkah sahabatnya yang terlalu sedih mau ditinggal Pak Zahid.

"Lo nggak sedih emang? Emang kenapa sih Bila sampai sedih banget gitu?" Ariq jadi penasaran dengan cerita manajer mereka. Latisya tertawa kecil, karena Ariq jadi penasaran.

"Sediih lah, Pak Zahid itu baik banget Riq. Kerjanya bagus, kita tuh kalau kerja dibimbing banget, kalau salah nggak pernah marah sampe ngehina-hina gitu." jelas Latisya.

Ariq mengerti "Ini mah boss idaman banget ya.."

"Iya makanya gue ngelepasnya tuh sedih gitu." Sontak Ariq dan Latisya saling berpandangan kemudian tertawa.

"Lo kayak ngelepas anak lo mau sekolah jauh deh Bil."

"Udah deh nggak usah bahas ini lagi, ntar Bil nangis kan berabe Riq." Ariq masih tertawa tidak menyangka temannya akan sesedih ini hanya karena manajernya diganti.

"Terus, nyesel nggak jadi arsitek?" Latisya mengarahkan pandangannya ke Ariq, mengganti topik pembicaraan yang sempat membuat Nabila bersedih.

"Kalau nyesel nggak pernah sih, karena gue kerjanya ngalurin aja. Tapi pernah kok ngebayangin kalau punya perkerjaan yang lain." jawab Ariq santai.

"Cita-cita lo dulu ya?" tebak Latisya, Ariq tersenyum she knows me well batin Ariq.

"Iya, gue pernah ngebayangin kalau gue dulu beneran jadi pilot. Mungkin lo berdua nggak mau lagi naik pesawat yang gue bawa." Ariq menjawabnya sambil tertawa. Latisya tersenyum tipis, dia tahu seberapa besarnya dulu keinginan Ariq ingin menjadi seorang pilot.

"Yaaa.. tapi kan emang man plans god laugh. Kalau dulu gue memaksakan diri jadi pilot gue pasti nggak punya banyak waktu sama keluarga, temen-temen juga. Jadi sekarang gue banyak-banyak bersyukur aja sih." Ariq berbicara sambil menatap Latisya, sadar ditatap Latisya pun membalas tatapannya itu.

Ariq tersenyum hangat dengannya, melihatnya Latisya seolah paham kalau Ariq mengingat apa yang dulu sempat Latisya katakan padanya.

"Mau pilot atau arsitek yang penting nolnya banyak ya Riq." Latisya tertawa kecil memberi sedikit candaan agar tidak terlalu serius. Mereka kan lagi makan siang, harus enjoylah.

"Tuhh tau! terus kalau gue jadi pilot gue mana bisa ya kantor nya satu gedung sama lo terus kalau mau ketemu lo kan susah ya." Canda Ariq dengan senyum jahil. Ariq kembali meneguk es teh miliknya. Es teh nya hampir tandas dan dia sudah memakan dua bungkus kerupuk kulit,
sepertinya bapak arsitek ini sudah kelaparan.

"Iya terus bisa-bisa Latisya nya ditikung orang dehh." Nabila menjawabnya tanpa menoleh ke Latisya ataupun Ariq, semua orang tahu kalau dia lagi menyindir secara halus. Tipikal Nabila banget.

"Ada Valentino Rossi dong kalau bisa nikung." Ariq menanggapi nya dengan tertawa canggung, Yaiyalah siapa yang nggak canggung kalau dibilangin gitu. Latisya merutuki dalam hati perkataan Nabila

"Frontal abis emang nih bocah." Gerutu Latisya dalam hati.

"Halo teman-temanku! sudah lama menunggu ya?" kedatangan Reyhan mencairkan suasana canggung ciptaan Bila, Latisya bersyukur banget Reyhan datang di waktu yang amat sangat tepat.

"Lama banget sih lo kayak anak perawan jalan aja." jawab Ariq sambil menarikkan kursi disebelahnya untuk Reyhan.

"Ya maaf, gue nggak bisa asal keluar-keluar aja."

"Duh gagah banget lo Han pake seragam begini." Ujar Nabila. Semuanya tau itu pujian basa-basi, pujian itu ada paling karena ada tulisan salah satu perusahaan BUMN diseragam Reyhan.

"Tau banget nih Sya si Bila kalo yang dompetnya tebel.. langsung dibilangin gagah. Gue tadi nggak dipuji apa-apa sama dia." Kata Ariq seolah-olah kecewa, padahal dompet Ariq udah pasti tidak kalah tebalnya, merendah untuk meroket.

'Lagian nggak dipuji juga lo udah cakep dari sananya Riq. Mau gue puji apa nih?' Batin Latisya gemas.

"Iya emang lo memuji gue kalau ada maunya ya Bil." Reyhan tidak pernah merasa tersinggung dengan candaan teman-temannya, cenderung pasrah.

"Iya giliran lampu dimatiin aja lo langsung ngomel-ngomel.. nyalahin Reyhan." Latisya menjawabnya sambil tertawa.

"Iya!! Parah banget temen lo ini Sya. Pernah ya, mati lampu dirumahnya. Mana gue tau lah itukan bukan bagian gue, lah dia nelpon gue sambil marah-marah." Seru Reyhan tidak terima. Reyhan ini bekerja di PLN makanya temen-temen suka candaain kalau berhubungan sama lampu mati padahal kan itu bukan bagiannya.

Latisya tertawa mendengar cerita Reyhan, "Resiko lo dong. Gue aja kalau lampu rumah gue mati rasanya gue pengen ngomel-ngomel ke lo Han."

"Lampu nggak mati aja gue rasanya pengen ngomel-ngomel mulu sama lo." sambung Ariq.

"Emang asem banget sih temen-temen gue!"

***

Enjoy next chapter!

Start with AWhere stories live. Discover now