Promise | 22

2.2K 355 61
                                    

SESUAI rencana keluarga Hardikusuma, Elisa dan Alex langsung bergegas ke kediaman keluarga ibu Frans sedangkan Arka dan Karin menyusul nantinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SESUAI rencana keluarga Hardikusuma, Elisa dan Alex langsung bergegas ke kediaman keluarga ibu Frans sedangkan Arka dan Karin menyusul nantinya. Seperti yang dikabarkan Arka, mereka akhirnya tiba di alamat yang memang sudah nampak jelas adalah tempat melayat itu. Banyak orang berpakaian hitam dan isak tangis langsung menyapa pendengaran bahkan di jarak beberapa meter jauhnya. Elisa dan Alex belum turun juga dari mobil menunggu situasi lebih baik karena beberapa keluarga baru sampai di sana hingga tangis kembali pecah.

Mendengar suara tangisan itu spontan membawa Elisa kembali ke masa di mana dia kehilangan Reza. Saat itu juga rumah duka terasa begitu pilu dan menyedihkan karena suara tangis tidak sekalipun berhenti terdengar. Dia masih ingat bagaimana keluarga Reza menyambutnya dengan tatapan kasihan yang menurutnya sangat menyayat hati. Sejauh ini Elisa belum merasakan ditinggalkan keluarga dekat, seperti Frans yang kehilangan ibunya, tapi dia bisa merasakan kesedihan itu karena harus kehilangan pria yang seharusnya menjadi suaminya.

"Kak, kita nggak turun?" tanya Alex berhasil membuyarkan lamunan Elisa.

Merasa kikuk karena terlihat sedih di hadapan Alex, Elisa langsung bergegas turun yang langsung diikuti oleh adiknya itu. Dengan sopan dan perlahan, mereka memasuki rumah duka itu. Saat itu Elisa segera mengedar pandangannya, mencoba menemukan sosok yang dia ingin pastikan keadaannya. Namun nihil, dia tidak menemukan orang itu di antara kerumunan. Namun ia melihat sosok pria yang dia temukan di rumah sakit. Dia tidak tahu siapa itu, namun pria itu pastinya keluarga Frans.

Andi—ayah tiri Frans menyadari kehadiran Elisa yang mematung tidak jauh darinya. Dia langsung menghampiri gadis muda itu, "Terima kasih sudah datang," jawabnya sopan dengan senyum tipis.

"Turut berduka cita, Pak. Saya yakin Ibu sudah berada di sisi-Nya. Yang sabar ya, Pak," ucap Elisa ramah.

"Duduklah dulu. Saya panggilkan Frans dulu," kata Andi yang dijawab Elisa dengan anggukan kepala.

Saat sedang menatap sekeliling, Elisa terpaku pada sosok terduduk lemah di dalam pelukan suaminya. Orang itu Andin. Dengan cepat Elisa bergegas menghampiri perempuan itu.

"Turut berduka cita, Kak. Kakak yang sabar, ya. Ibu udah tenang di sisi-Nya," gumam Elisa semakin mempererat pelukannya.

Andin seketika menangis histeris lalu balas memeluk Elisa. Dia tidak berkata apa-apa, namun suara tangisan cukup menjelaskan sesedih apa dia sekarang. Tanpa aba-aba pula, air mata mulai berjatuhan dari pelupuk mata Elisa. Tidak ada yang bisa dia berikan selain pelukan dan kata-kata penenang karena saat kehilangan orang penting dalam hidup, kita tidak membutuh apa-apa selain menemukan cara untuk mengikhlaskan.

Meninggalkan bukan hanya tentang dia yang pergi, tapi juga tentang dia yang ditinggal pergi.

***

"Kakak dipanggil Ayah, katanya ada temen Kakak," ucap perempuan dengan mata sembab menghampiri Frans yang masih terpaku menatap langit dari jendela. Entah sudah berapa dia tetap dalam posisi itu dan tidak bergeming sedikitpun.

PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang