"Tapi ibu merasa sudah saatnya kamu melupakan semua itu nak. Sudah saatnya kamu balik ke Jakarta, toh orang itu tak peduli dengan kalian, kenapa kamu harus terpuruk padahal dia saja tidak peduli. Kita enggak usah takut di.. "
"Ibu! Sudah cukup." Cristian memperingati dengan nada menegur.
"Kita lagi enggak sendiri. Enggak usah bahas orang itu di sini. Joana sedang bersama kita," lanjut Cristian.
Suaranya mengecil saat menyebut Joana. Ia kawatir gadis itu mendengar pembicaraan mereka. Untuk anak sesusianya, gadis kecil itu cukup peka.
Rita mengalah, ia menghela napas pelan tanda menyerah.
"Pikirkan baik-baik lagi. Sudah saatnya kamu berhenti hidup seperti ini. Ayo balik ke Jakarta. Semua yang kamu butuhkan ada di sana, jual rumah ini lalu tinggal bersama kami di Jakarta. Ibu selalu enggak pernah setuju saat ayah kamu memindahkan kamu kemari, karena pada akhirnya kita kerepotan sendiri."
***
Pria itu terduduk dengan wajah lelah menatap ke arah kaca yang menghadap langsung pada jalanan yang dipenuhi kendaraan. Karena sudah saatnya pulang kerja jalanan kembali padat dengan kendaraan, seperti biasanya kota Jakarta, macet dan padat adalah dua kata yang menggambarkan kota itu.
Ia duduk sembari menikmati kopinya, kafe itu masih sangat sepi, baru pukul 17.45 dan sepertinya baru dia yang berkunjung di tempat itu.
Tama merogo saku celana kainnya, untuk mencari ponselnya yang sejak pagi tadi ia matikan. Karena hari ini ada rapat pemegang saham di perusahaan ayahnya, mau tidak mau dia harus berpakaian rapi. Celana tisu, kemeja putih serta dasi dan jas, tidak lupa juga sepatu fantofel yang mengkilap. Semua itu melakat pas di tubuhnya yang tinggi dan atletis ditambah wajah rupawan dengan mata tajam namun lembut miliknya membuat hampir semua wanita rela berbalik dua kali hanya untuk sekedar menatapnya.
Dia bukan tak menyadari pesonanya, hanya saja ia sudah terbiasa dan bosan dengan semua perhatian dari para wanita. Ia sudah punya tunangan yang cantik dan mereka sudah berhubungan lama, walau sempat putus selama hampir tiga tahun, toh pada akhirnya mereka kembali bertunangan. Walau harus berhubungan jarak jauh karena Bella melanjutkan S2 di London, Inggris.
Mereka memutuskan kembali setahun lalu, saat Tama mengunjungi London yang kalah itu tengah berlibur sembari mencari inspirasi untuk cafe yang akan dibangunnya. Mereka berjanji bertemu dan tak lama setelah itu memutuskan untuk kembali bersama. Hanya sesederhana itu. Tama sendiri, Bella sendiri jadi tak salah jika mereka kembali bersama.
Lebih dari semua itu, sesunggunya Tama butuh pegangan, seseorang yang mampu membuatnya merasa baik-baik saja. Karena sejak peristiwa beberapa tahun lalu, Tama merasa kosong, seperti ia melakukan semua hal di hidupnya hanya karena dia harus.
Seharunya ia merasa legah saat berhasil mengusir wanita itu dari hidupnya. Dia menipunya, dia tak jujur dan paling buruk dia menyembunyikan fakta mengenai kematian wanita yang dicintainya. Angel.
Setiap mengingat nama itu, ia merasa gila. Bagaimana bisa wanita itu pergi begitu saja tanpa memberi tahu yang sebenarnya. Mereka menghabiskan tahun demi tahun dengan saling mengirim pesan, namun wanita itu tak pernah jujur ia tengah sekarat. Kapan tepatnya wanita itu meninggal? Apakah setahun, dua tahu atau tiga tahun setelah mereka berhubungan lewat email?
Pertanyaan itu selalu berkocol di benak Tama. Apa dulu wanita itu mengirimi email padanya sembari menahan sakit? Apa dia bercerita sembari terbaring di ranjang rumah sakit? Setiap kali mengingat itu ia merasa hancur.
Lalu mengenai wanita itu. Any. Wanita yang pura-pura menjadi Angel, mengapa setelah mengusirnya Tama tak mendapat ketenangan? Mengapa setelah salam perpisahan terakhir dari wanita itu, justru tak memberikannya kelegahan. Mengapa rasanya seperti itu? Mereka hanya menghabiskan waktu bersama dalam beberapa minggu tapi mengapa seperti wanita itu telah menghabiskan waktu bersamanya selama bertahun-tahun. Cara wanita itu memperlakukannya, cara wanita itu mengetahui hampir semua hal tentangnya, semua itu membuatnya bingung. Dan fakta terakhir mengenai kehamilannya. Hingga saat ini Tama masih ragu, ia ragu pada penyangkalannya sendiri mengenai anak dalam kandungan wanita itu.
Ia merasa takut, gugup juga kesal dan sedikit penyesalan. Ya penyesalan. Persetan dengan penyangkalan, memangnya siapa yang mau dia bohongi. Ia tidak sedang membuktikan pada siapapun kalau ia tak menyesal, jadi ia tak harus bohong mengenai perasaan itu.
Lagi pula dia hanya menyesal karena tak sempat meminta wanita itu untuk test DNA, walau tak tahu apa yang harus ia lakukan jika bayi dalam kandungannya benar anaknya. Ia tidak sudi bersama wanita itu.
Lalu setelah wanita itu menghilang, ia kebingungan. Wanita itu mengaku hamil anaknya, tapi tak ada usaha sedikitpun darinya untuk membuat Tama percaya jika bayi dalam kandungannya adalah anak pria itu. Seperti Tama tak cukup penting untuk percaya, tak cukup berharga untuk diyakinkan. Dan Setalah semua itu dia menghilang, tak pernah muncul di hadapan Tama. Dia seperti tertelan bumi dan tak bisa kembali. Wanita itu tak berada di sekitar teman-temannya, tak berada dimana pun. Dan sekali lagi Tama dilanda perasaan yang tak dinginkannya, dia rindu walau berusaha keras ia sangkal.
Setelah membohonginya, wanita itu dengan mudah pergi. Jelas dia tak merasakan apapun pada Tama karena dia bukan Angel. Bukan sosok gadis yang dia temui dulu saat di rumah sakit, bukan gadis yang sama yang membalas pesannya, bukan gadis yang sama yang membuatnya penasaran karena pesannya yang singkat, bukan gadis yang sama yang selalu mengkritiknya mengenai pandangannya tentang cinta, bukan gadisnya sama yang menyemangatinya di saat terpuruk, bukan gadis yang sama yang menghabiskan waktu bertahun-tanum mengobrol dan memberinya tawa walau hanya sekedar pesan email.
Tama tercenung, senyum sinis kembali terpatri di wajahnya yang tampan. Seharunya dia tak usah repot-repot mengingat kembali wanita penipu itu. Dia buang-buang waktu. Dia seharunya hersyukur sudah memiliki Bella dalam hidupnya. Wanita cantik dan pintar, lemah lembut, sopan dam sabar. Bukan kah dia sosok nyata yang benar-benar mirip dengan Angelnya. Dia jelas mencintai wanita itu, mereka mirip dan sulit untuk tak jatuh cinta pada Bella. Dia seharunya bersyukur.
Tama lantas berdiri meninggalkan tempat duduknya dan berjanji pada dirinya sendiri untuk tak memikirkan wanita penipu bernama Any. Dia hanya buang-buang waktu.
Wanita itu bukan Angel dan selamanya akan seperti itu.
Namun satu hal yang pria itu lupa bahwa sosok Angel yang dia kenal selama beberapa tahun belakangan berbeda dari sosok yang dia temui pertama kali di depan sebuah ruangan inap di dalam rumah sakit. Yang dia temui memang gadis cantik dengan sorot mata lembut dan ayu serta cara bicara yang halus yaitu sosok yang membuatnya tertarik, sementara gadis yang membalas pesannya hingga membuatnya jatuh cinta adalah sosok yang berbeda dengan yang ditemuinya dulu.
Tama telalu marah untuk menyadari hal itu. Dan bodohnya ia tak sempat memberi wanita itu waktu hanya sekedar untuk menjelaskan yang sesungguhnya.
***
Cutttt....
Jangan lupa vote dan komen. Biar semangat update.
Ditunggu part selanjutnya.
MissOne
🤓🤓🤗😘💕
YOU ARE READING
Replace
RomanceBaca cerita Still The Same terlebih dahulu! Aku bukanlah dia. Bukan dia yang kau ingat sebagai gadis pemilik senyum lembut yang mempesona, gadis yang kau sebut cinta pertamamu. Kami memang terlihat sama tetapi kami sesunggunya berbeda. tapi kau tak...
Part 5
Start from the beginning
