Antara 30: Raya Sendirian

280 82 0
                                    

Antara 30: Raya Sendirian

Ya, mungkin benar-benar butuh jeda.

🌅🌅🌅


Aroma petrikor dari sisa-sisa hujan sore tadi begitu membuat Raya merasa tenang. Setidaknya, untuk beberapa saat sebelum semuanya kembali membuat bimbang.

Raya berjalan mendekati jendela kamarnya. Tangannya bergerak bebas memeluk buku pemberian sang Mama saat ulang tahunnya bulan lalu. Ia termenung, menatap kosong bayangan di cermin dekat nakas.

Sorot matanya terlihat begitu layu seolah tanpa nyawa.

"Kenapa Mama nggak ajak aku pergi?"

Ia menghela napas panjang. Dipejamkannya mata bulat itu pelan. Sayup-sayup suara hujan kembali ia dengar. Ia menoleh ke kanan. Tangannya terangkat menyentuh kaca pembatas itu.

"Sekarang Raya sendirian, Ma," katanya menatap ayunan di taman bawah.

"Papa berubah."

Bayangan tentang keharmonisan keluarganya seolah terngiang di kepalanya. Bersarang di sana seperti tak mau pergi.

"Raya nggak sanggup. Kepala Raya akhir-akhir ini sakit banget." Raya menunduk lagi. Sebuah bolpoin di sampingnya ia ambil.

Tangannya mulai bergerak menuliskan sebuah kalimat panjang untuk seseorang.

Ya. Mungkin memang harus di akhiri.

Dear: Jagat Semesta

Semua hal kini terasa begitu aneh. Mencintai lo mungkin adalah suka rela yang selalu gue lakukan hingga sekarang. Dulu gue selalu menuntut balasan atas rasa yang telah gue berikan.

Semakin lama semuanya hanya membuat keinginan memiliki lo semakin besar.

Namun sekarang, entah apa yang membuat gue sadar, tentang memang harusnya mencintai lo tak perlu serumit itu.

Kini gue paham, dengan sikap gue yang seperti itu hanya akan membuat lo tak nyaman.

Gue mulai mengerti. Lo ingin ketenangan. Lo ingin kebebasan. Lo ingin menikmati hidup lo tanpa rasa kasihan atas sebuah perasaan.

Pergilah. Terbanglah bebas ke manapun yang lo inginkan. Tak perlu pulang jika gue memang bukan yang lo harapkan.

Detik ini, di bawah hujan, gue mencintai lo tanpa menuntut balasan perasaan.

Tertanda: Bunga Raya

Buku itu terlepas dari genggamannya. Terjatuh bersamaan dengan bolpoin itu yang menggelinding entah ke mana.

Dadanya naik-turun sesak. Begitu sakit hanya sekedar menulis kalimat itu.

"Gue capek. Sikap lo akhir-akhir ini seakan menegaskan bahwa lo masih memberi kesempatan gue buat merjuangin lo," kata Raya pilu.

"Tapi, gue nggak bisa, Jagat. Gue udah memutuskan untuk berhenti memperjuangkan lo," lanjutnya kini benar-benar terjatuh ke lantai.

Gadis itu menangis tanpa suara di sana. Menangisi segala hal yang kini hanya meninggalkan tanda tanya.

Tentang kepergian sang Mama.

Tentang pengkhianatan Shakira.

Tentang Argo, Sasa dan Laras.

Semuanya hanya berakhir tanda tanya yang tak pernah menemui titik terang.

Raya lelah Tuhan.

Sebuah Antara ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang