Antara 10: Minyak dan Air

346 95 3
                                    

Antara 10: Minyak dan Air

Jangan seperti air yang pasrah mengalir mengikuti takdir. Sesekali cobalah menjadi batu yang tetap diam meski diperlakukan sedemikian kejam.

🌅🌅🌅

Raya hanya bergeming di tempatnya. Ia terlalu sibuk memikirkan pertemuannya dengan Laras di rumah Jagat kemarin. Harusnya ia biasa saja, namun beberapa hal memang terlalu nggak papa untuk dipikirkan. Shakira yang sudah menghabiskan baksonya beberapa menit lalu hanya memandangi sendu sahabatnya yang hanya diam membisu.

Setelah kehadiran Laras, si murid yang telah menyelesaikan pertukaran pelajarnya di kelas tadi pagi. Yang kata Bu Nurul akan masuk ke kelas mereka, Raya jadi semakin tak berselera ada di kelas. Muak melihat wajah Laras.

"Raya."

Raya masih menatap kosong ke depan. Memandangi rintikan hujan di siang hari. Entahlah, sejak memasuki bulan delapan ini, hujan semakin gencar turun membasahi bumi. Bukan tidak bersyukur, hanya saja, setiap melihat rintik hujan berjatuhan hanya akan mengingatkan Raya pada kejadian pulang sekolah dua hari yang lalu. Saat dirinya dikejar Argo, dipaksa mendengar segala hal yang memuakkan. Hingga kehadiran Jagat yang menolongnya tiba-tiba hingga jatuh sakit.

"Hoi, Raya."

Mengingat hal itu hanya akan menambah kegalauannya tentang tiga kalimat terakhir waktu itu.

RAYA PACAR GUE

Nyatanya, meski sesedehana itu. Bagi Raya itu adalah kalimat yang takkan pernah ia lupakan. Apalagi saat mereka berdua sudah di dalam mobil hendak pulang.

Jagat menoleh. Menatap sendu Raya dengan hidung memerah padam.

"Sorry, Raya."

Raya ikut menoleh. Memandangi Jagat dengan kerutan yang tercetak jelas di dahinya.

"Tentang yang saya  ucapin tadi." Jagat terdiam beberapa saat. "Anggep aja angin lalu," katanya berusaha menampilkan senyum.

Raya tersentak kaget. Otaknya kembali dipaksa mengingat ke kejadian beberapa saat lalu. Namun bukan mengangguk dan mengiyakan perkataan pemuda itu, Raya justru membuang wajah ke arah jendela. Menatap hiruk-pikuk jalanan kota yang basah.

"Ayo pulang, Jagat."

"RAYA LO DENGERIN GUE MANGGIL NGGAK SIH?"

Brak

"Bunglon kodok ayam ayam ayam ayam."

Raya meloncat kaget ke sisi kiri, hampir menubruk seseorang yang berjalan membawa jus di tangannya. Raya meminta maaf sekilas. Setelah merasa kesadarannya kembali, ia langsung menatap Shakira dengan delikan tajam.

"Mulut lo, ya!"

Shakira hanya mencibir. Sedari tadi sejujurnya ia bosan di kantin. Semakin lama penghuninya semakin banyak. Hanya menambah sesak yang membuat ingin segera beranjak.

"Lo, tuh, ya. Gue panggilin dari tadi kagak nyaut sama sekali. Gue udah capek nungguin lo. Lihat, nih." Shakira menunjuk sepiring nasi goreng yang belum tersentuh sama sekali di depan Raya, menunjukkan sampai berkali-kali. "Di dunia ini, bukan cuma kita doang yang butuh makan. Di luar sana bahkan ada lebih banyak orang yang nggak bisa makan karena nggak punya uang. Harusnya lo bersyukur dong, Raya. Lo punya uang, lo beli makanan tapi nggak lo makan. Sebenernya lo niat nggak, sih, jadi manusia?" omel Shakira tanpa jeda.

Sebuah Antara ✔Where stories live. Discover now