Antara 15: Panggung Sandiwara

322 92 0
                                    

Antara 15: Panggung Sandiwara

Gak usah sok drama. Dunia aja sekarang udah jadi panggung sandiwara.

🌅🌅🌅

Ia masih senantiasa bersandar di tembok samping kamar gadis itu. Bibirnya bergumam tak jelas seraya berharap didatangkan keberanian untuk mengetuk pintunya pelan.

Otaknya mendadak blank saat tiba-tiba ia mendengar pekikan nyaring dari dalam kamar. Sesegera mungkin, dengan pikiran yang sudah berkecamuk. Menerka-nerka apa yang terjadi di dalam, Jagat langsung menerobos pintu itu. Untung saja sang pemilik kamar tidak menguncinya dari dalam.

Namun, ia dipaksa mengerem langkahnya. Ia membeku di tempat. Matanya sampai berkedip beberapa kali sebelum ia kembali pada kesadarannya.

"Raya ..." gumamnya syok sendiri.

Gundukan di atas tempat tidur yang menjulang itu benar-benar sukses mengalihkan perhatian Jagat. Seolah-olah memang Raya benarlah gadis ajaib yang pernah ia temui.

Sepersekian detik selimut itu di buka. Raya terlihat menggeleng kuat hingga rambutnya ikut awut-awutan. Namun, sekali lagi ia tersentak.

Seolah kejadian beberapa menit lalu terulang lagi. Dengan orang yang berbeda.

"Ja ... gat ..."

"H-hai," sapa Jagat terbata.

"H-hai juga ..."

Bodoh.

Sampai pada akhirnya Raya kembali bersembunyi di balik selimut tebal itu. Meringkuk di dalamnya seraya merapalkan doa dalam hati, berharap sosok Jagat Semesta segera meninggalkan kamarnya.

Sedangkan Jagat memilih menaruh plastik berisi makanan sehat itu di nakas. Ia berjalan kikuk mendekati Raya yang masih enggan menyembulkan kepalanya.

"Raya," panggil Jagat hendak membuka bagian atas selimut itu.

"Lo ngapain ke sini, sih? Kenapa harus ke sini, sih? Kenapa lo tiba-tiba muncul di kamar gue? Siapa yang ngebolehin? Kenapa, sih, Jagat lo nggak pernah mau ngertiin posisi gue? Kenapa lo mendadak baik gini? Mau lo apa, sih? Gue tanya?!"

Jagat refleks meloncat di ujung tempat tidur. Pemuda itu sampai memegangi ujung jaketnya kuat. Merasa tersentak tiba-tiba Raya menyembul lalu bertanya beruntun seperti itu.

"Raya. Kalau nanya satu-satu," protes Jagat masih syok.

Raya mengatupkan bibirnya rapat. Seolah kembali melakukan kesalahan yang begitu fatal. Detik selanjutnya, saat Jagat mulai mendekat, Raya segera menutupi kepalanya lagi dengan selimut tebal itu.

Bodoh, bodoh, bodoh.

Raya bodoh.

"Raya."

"Kenapa ke sini?"

"Katanya Raya pingsan, ya?"

"Menurut lo?"

"Iya."

"Ya, udah, ngapain ke sini? Lagian siapa, sih, yang nyuruh lo ke kamar gue? Biar gue omelin tuh orang."

"Tante Rere."

Dan boom. Pintar sekali Raya. Bagaimana kamu bisa mengomeli sang ibu negara?

Raya masih tak mau menunjukkan dirinya. Biar saja. Ia masih tak ingin melihat wajah Jagat lagi. Karena jika kembali menatap wajah polos tanpa dosa pemuda itu hanya akan mengingatkan dirinya tentang bagaimana pemuda itu membela seseorang yang selama ini ia benci.

Sebuah Antara ✔Where stories live. Discover now