Antara 12: Bibliotek Sekolah

297 103 3
                                    

Antara 12: Bibliotek Sekolah

Isyarat bukan lagi sebuah kata-kata yang dinanti. Sebab semesta tahu, hal yang pasti butuh ucapan dengan sebuah janji.

🌅🌅🌅


Entah bagaimana ceritanya mereka berdua bisa duduk berhadap-hadapan di sudut kafe dengan hening yang mendominasi. Berbekal suasana kafe yang begitu tenang serta rintik hujan yang mengembun di kaca jendela.

Raya tak pernah menyangka akan berakhir di tempat ini bersama Jagat. Awalnya Raya kira mereka akan langsung pulang. Tapi entah bagaimana bisa kini dua cangkir cokelat hangat sudah siap untuk mereka santap.

Di luar sana hujan semakin deras saja. Bahkan guntur sudah beberapa kali saling bersahutan.

Raya menarik napasnya panjang sebelum melanjutkan meneguk secangkir cokelat itu penuh minat. Tak ada lagi raut datar dan dingin di wajah bulatnya. Tak ada lagi tatapan terluka yang Jagat lihat beberapa jam lalu di matanya. Hanya ada binar ceria penuh semangat yang kini menghiasi paras ayunya.

Jagat berdeham pelan. Ia mengelap sisa cokelat yang menempel di sudut bibirnya dengan tissue.

"Mau nambah?"

"Nggak, nggak. Udah cukup." Raya meletakkan gelas itu perlahan. Ia menyandarkan punggungnya ke tembok seraya mengambil napas lagi. "Makasih, ya. Gue pikir langsung pulang. Tapi mampir ke sini," ucap Raya tulus. Hatinya terasa meringan begitu saja tiba-tiba diperlakukan baik seperti ini. Seolah beban hati yang sebelumnya menghantui terbang bebas entah kemana.

Jagat terlihat mengangguk. Pemuda itu menoleh ke kanan. Menatap jendela yang mengembun itu sambil tersenyum samar. Telunjuknya terulur menulis sesuatu di kaca itu, membuat sebagian fokus Raya terpecah karenanya.

"Udah lama nggak main ginian," celetuk Raya merapat. Sudah tak sadar telunjuknya ikut bergerak lincah membentuk sebuah nama.

Hatinya menghangat begitu saja. Sudah sejak lama Raya menginginkan ini terjadi. Duduk di sudut kafe dengan orang yang dia suka. Berdua. Menikmati cokelat hangat ditemenin rintik hujan deras.

Raya patut berterima kasih pada semesta yang mengizinkan semua ini terjadi. Bersyukur pada Tuhan yang sudah menggariskan takdir seperti ini.

"Jagat Raya."

Semuanya kian terasa sempurna saat mata teduh Jagat menyipit karena tersenyum. Raya ikut terkekeh pelan melihat bola mata Jagat yang tenggelam.

Namun, sedetik setelahnya. Semua berubah. Senyum itu memudar. Raut wajah ceria itu kini tergantikan dengan tatapan biasa.

Jagat membuang wajah sesaat. Sebelum mengucap satu kalimat yang membuat semuanya kian ... berubah.

"Raya ada masalah apa sama Laras?"

Baru saja membatin semesta dan Tuhan membuat semuanya terkabulkan. Entah angin dari mana, rasanya hati Raya seperti dihimpit oleh dua benda yang membuatnya merasakan sesak tak tertahankan.

"Kenapa Raya seperti benci banget sama Laras?"

Untuk yang ke sekian kalinya. Raya ingin sekali menghilang detik ini juga.

"Kenapa dari dulu Raya selalu menganggap Laras musuh?"

"Kenapa nanya begitu?"

Jagat tersentak. Ia jadi memandangi Raya lekat. Menatap gadis itu dengan tatapan berbeda. Ada sebuah pengharapan yang ia gantungkan pada gadis itu. Ada sebuah jawaban yang coba ia cari dari mata bulat itu.

Sebuah Antara ✔Where stories live. Discover now