25 - Sepakbola

4K 865 134
                                    

Chapter 25

"Eh, anak-anak cowok dari kelas kita pada main sepakbola, ya?"

Katrin yang baru saja kembali dari kantin untuk membeli minuman karena haus sehabis olahraga menatap ke arah lapangan sepakbola yang kini diisi oleh beberapa teman-teman kelasnya.

"Kayaknya iya, soalnya masih ada waktu tiga puluh menit lagi sebelum istirahat," Dewi merespons pertanyaan Katrin sambil mengaduk-aduk es teh di tangannya.

Dengan cepat, Katrin menghampiri pinggir lapangan untuk melihat permainan sepakbola lebih jelas. Ketika melihat Garvin menjadi salah satu pemain yang turun ke lapangan, senyum Katrin otomatis langsung merekah.

Katrin tentu senang. Dengan begini, sama saja Garvin sedang mengerjakan tugas di to do list nomor 3 mereka. Yup, bermain sepakbola! Oleh sebab itu, Katrin tak perlu repot mencari massa yang bisa ngajak Garvin bertanding.

Katrin dan Dewi kini bergabung dengan kerumunan cewek-cewek kelasnya yang juga duduk di pinggir lapangan untuk menonton pertandingan.

Dalam kesempatan ini, Katrin harus mengamati reaksi Garvin. Apakah Katrin akan melihat semangat yang berkobar di mata cowok itu, senyum bahagia yang tanpa sadar tercipta, atau reaksi positif lainnya. Lalu setelah permainan usai, dia akan bertanya apakah dada cowok itu berdebar nyaman. Siapa tahu tanpa cowok itu sadari, ternyata selama ini dia memendam keinginan untuk menjadi atlet.

"Garvinnn, semangat!" teriak Katrin antusias sambil mengepalkan tangannya ke udara.

"Dalam rangka apa lo nyemangatin Garvin?" tanya Tiana dengan alis bertaut heran.

"Jangan bilang lo udah jadi bucinnya Garvin, Kat," tambah Dewi dengan tampang terkejut.

Ifa, Rahma, dan beberapa teman-teman sekelas Katrin yang juga duduk tak jauh dari mereka juga langsung menatap Katrin penuh tanda tanya.

Cengiran dari bibir Katrin terbit. "Gue ngasih dukungan moral ke mentor matematika gue. Dia keliatan jago main sepakbola."

Dewi menatap Katrin seolah cewek itu baru saja bilang kalau dia punya cita-cita tinggal di planet Neptunus. Omongannya itu sulit diterima akal sehat. Ngasih dukungan moral ke mentor matematikanya? Sejak kapan Katrin jadi SKSD sama makhluk bermuka datar itu?! Dewi benar-benar heran.

"Garvin emang lumayan jago main sepakbola, Kat. Pas SMP dulu pernah ikut ekskul sepakbola kalau nggak salah," kata Tiana.

"Sayang banget pas SMA dia nggak ikutan ekskul lagi, padahal kalau diasah kemampunnya, barangkali dia bisa jadi penerus Bambang Pamungkas," kata Katrin.

Tiana mendengkus. "Secara pribadi sih, menurut gue, Garvin nggak cocok jadi atlet, dia tuh cocoknya bergelut di bidang ilmu eksakta gitu. Orang pinter kayak dia itu cocoknya jadi dokter."

Kini giliran Katrin yang mendengkus. Jujur saja dia nggak setuju dengan stereotip yang bilang dokter itu adalah profesi paling cocok untuk orang pintar. Memang sih jadi dokter itu adalah pekerjaan yang mulia dan keren. Tapi masih banyak profesi di luar sana yang bisa digeluti orang-orang pintar. Kalau semua orang pintar diharuskan jadi dokter, kan dunia jadi nggak berwarna.

Tanpa memedulikan ucapan Tiana, Katrin kembali berteriak dari pinggir lapangan. "GARVINNN!!!"

Cowok yang baru saja mengoper bola ke Oka itu sontak menoleh meski masih sambil berlari-lari kecil. Dia menatap Katrin kaget dan bingung. Kesambet setan apa Katrin sampai berteriak menyemangatinya di tengah keramaian begini?!

Karena KatrinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang