40. Si Paling Bucin

3.8K 580 82
                                    

Chapter 40


Katrin mencoret-coret kanvas di iPadnya. Malam ini dia bertekad menyelesaikan ilustrasinya agar janjinya dengan Reihan bisa ditepati. Sayangnya, setelah setengah jam berkutat di layar iPadnya, dia tidak kunjung mendapatkan inspirasi. Baginya, hasil gambarannya benar-benar jelek. Muka cowoknya aneh dan nggak real.

Katrin menghapus kembali sketsa yang sudah dia buat. Di tengah prosesnya itu, pintu kamarnya diketuk dan suara mamanya terdengar memanggil. Katrin buru-buru mematikan layar iPadnya dan mengambil buku di atas meja secara asal dan pura-pura membacanya.

"Masuk aja, Ma. Nggak aku kunci, kok," teriak Katrin dari dalam disusul suara kenop pintu yang ditekan. Tak lama, mamanya muncul dan mendekatinya yang sok sibuk membaca di meja belajarnya. Sebenarnya Katrin agak terkejut karena kebetulan buku yang ia buka sekarang adalah buku Bahasa Mandarin. Dia sampai harus mengerjapkan mata karena mendadak buta huruf.

"Mama barusan telepon Inna," ucap mamanya. Beliau duduk di atas kasur Katrin. Katrin berbalik, duduk menghadap mamanya dan meninggalkan buku bahasa mandarinnya.

Katrin tahu Inna yang mamanya maksud adalah Mamanya Garvin.

Katrin otomatis teringat pertemuannya dengan mama Garvin di rumah cowok itu tadi. Mama Garvin sangat baik. Caranya bicara nggak jauh berbeda dari mamanya, super ramah. Katrin sempat kaget karena dipanggil calon menantu oleh orang yang notabenenya baru kali pertama ia temui, namun mama Garvin  cuma senyum-senyum dan memeluk Katrin seolah Katrin adalah bagian dari keluarga jauh yang baru dipertemukan kembali dengannya.

Sayang karena waktu sudah semakin sore, Katrin harus pulang. Mama Garvin tadi berpesan agar menyampaikan salam kepada mamanya. Mama Garvin juga ada ide untuk mengadakan acara makan malam bersama. Mau tak mau, Katrin menyampaikan hal itu ke mamanya saat tiba di rumah tadi.

"Keputusan sudah dibuat. Weekend nanti kita akan makan malam bareng mereka," ucap mamanya diikuti senyum lebar.

Katrin terdiam sesaat. Sejujurnya dia sudah menduganya.

"Aku nggak perlu ikut, kan?"

"Kenapa kamu nggak perlu ikut?"

"Ada ujian senin depan. Aku harus belajar ekstra." Katrin tentu berbohong. Sejak kapan dia niat belajar ekstra selama ujian itu bukan ujian kenaikan kelas?

Mamanya yang menyadari bahwa ucapan Katrin hanyalah alasan belaka, langsung berdecak tak habis pikir. "Belajarnya dari jauh-jauh hari, Kat. Jangan banyak alasan, deh."

"Tapi, Ma, aku rasa aku nggak perlu ikut. Garvin juga kayaknya nggak perlu ikut. Itu kan acara reuni mama papa."

Sejujurnya, pertemuan dengan keluarga Garvin bukan ide yang menyenangkan untuknya. Katrin sudah bisa membayangkan bagaimana nanti mamanya akan membanding-bandingkan dirinya dengan Garvin di hadapan mereka semua. Garvin pasti dihujani dengan pujian, sedangkan Katrin akan dihujani nasehat yang sebetulnya sudah ia dengar berjuta-juta kali.

Katrin sudah bisa membayangkan situasi itu dan itu sangat menyebalkan.

"Nggak, kamu harus ikut. Garvin bakal ikut juga. Kalian saling kenal dan akrab, jadi nggak ada alasan untuk nggak bergabung weekend nanti."

Katrin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Emang acaranya dimana? Di restoran atau di rumah?"

"Di resto. Inna udah minta Garvin untuk booking tempat untuk enam orang. Itu artinya kalian semua ikut."

Katrin menghela napas pasrah. "Canggung banget pasti," gumamnya.

"Apanya yang canggung? Garvin aja udah sering ketemu mama, dan kamu juga udah dikenal keluarga Garvin."

Karena KatrinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang