8 - Hidup Datar ala Garvin

7K 1.1K 73
                                    

Chapter 8

"Ma, aku boleh beli drawing pad, yah?" Tanya Katrin yang sedang membantu mamanya membereskan sisa makan malam mereka.

"Drawing pad apaan?" balas Mamanya tanpa menoleh ke arahnya.

"Itu lho, Ma, hardware yang bentuknya kayak tablet gitu, bisa disambungin ke komputer. Untuk gambar."

"Kamu kan udah punya iPad buat gambar."

Mendengar nada bicara mamanya, Katrin tahu mamanya nggak akan memberikannya ijin dengan mudah untuk membeli drawing pad, salah satu benda incarannya sejak lama. Katrin bahkan sudah menabung, tinggal ditambah sedikit saja, uangnya bakalan pas untuk membawa drawing pad ke rumahnya.

Sebenarnya mamanya benar. Ipad Pro keluaran Apple yang dia punya sekarang sudah sangat membantunya dalam mengembangkan bakat menggambar. Namun, yang namanya manusia nggak pernah merasa puas, kan? Katrin pengin merasakan sensasi lain dalam menggambar.

Katrin mengerucutkan bibirnya. "Jadi nggak boleh beli, nih?"

"Nggak boleh, lah. Lagian kamu tuh harusnya fokus belajar sekarang, bukan gambar terus, kayak anak TK aja."

"Ih, Mama! Bakat anak tuh harusnya didukung, bukan malah dikatain begitu," dengus Katrin sebal.

"Mama udah dukung, kok. Buktinya mama beliin Ipad, kan? Nah kamunya aja yang makin ngelunjuk sampai lupa kewajiban utama kamu itu sebenernya belajar."

"Katrin belajar juga, kok."

"Belajar apanya? Mama tadi sore meriksa tas kamu. Ada kertas ulangan fisika punya kamu, nilainya 40. Menurut kamu itu hasil yang wajar didapatkan seseorang yang ngakunya belajar?"

"Mama meriksa tas aku?!" Katrin berteriak kaget.

Mamanya mengangguk tanpa dosa.

"C'mon, Ma, aku bukan anak SD lagi!"

"Iya, bener. Kamu kan anak TK yang hobinya gambar melulu."

"Ma!"

"Apa?" balas Mama Katrin seakan menantang anak semata wayangnya itu untuk mendebatnya.

Katrin mengembuskan napas keras. Dia akhirnya memilih diam daripada dikutuk menjadi batu.

"Kalau kamu dapet nilai 100 di ujian matematika, kimia dan fisika. Kamu boleh beli drawing pad," ucap Mamanya.

Katrin langsung bersungut dalam hati. Mamanya ini memang hobi banget bikin penawaran yang nggak tanggung-tanggung. Kemarin beli Ipad kudu masuk IPA, sekarang beli drawing pen kudu dapet nilai sempurna saat ulangan di tiga mata pelajaran paling susah.

Mustahil dapetin nilai seratus di pelajaran itu. Kecuali kalau Katrin dapet contekan dari orang-orang pintar.

"Ma, itu nggak mungkin."

"Oke, kalau gitu, jangan mimpi kamu bisa punya drawing pad atau apalah itu namanya."

"Astaga, mama. Terserah deh," Katrin memilih menyerah. Dia kembali ke kamarnya dan melupakan masalah drawing pad itu.

Katrin tahu, mamanya melakukan itu agar Katrin punya semangat belajar. Tapi yang kayak gitu nyiksa juga. Dituntut dapat nilai seratus itu adalah cobaan terberat bagi murid yang berlabel kurang bersinar di bidang akademik.

Katrin menghidupkan Ipadnya. Dia langsung membuka aplikasi procreate. Aplikasi yang biasa digunakannya untuk menggambar.

Karena KatrinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang