5 - Malu (Maluin)

6.7K 1.2K 73
                                    

Chapter 5

Guru favorit Katrin di sekolah itu adalah Bu Maya. Seorang wanita berusia 28 tahun yang menjadi guru Bimbingan Konseling. Bu Maya sebenarnya galak, tapi sikapnya itu hanya ditujukan untuk orang-orang tertentu dan di saat-saat tertentu saja. Contohnya ketika menemukan siswa melakukan pelanggaran yang cukup berat atau menangani siswa yang bandelnya kelewatan. Selebihnya, Bu Maya itu sebenarnya ramah dan baik kepada anak muridnya.

Seperti hari ini, Katrin berpapasan dengan Bu Maya ketika dia melewati ruang BK. Bu Maya menyapanya dan seperti biasa memuji rambut Katrin yang hari ini dikepang setengah. Bu Maya memang masih berjiwa muda, makanya dia nggak canggung berinteraksi dengan anak didiknya tanpa melulu membahas hal yang kaku seperti aturan-aturan sekolah.

"Katrin, kayaknya kamu coba hairstyle classic braided bun ala Gigi Hadid, deh. Cocok buat kamu," saran Bu Maya.

"Ah, beneran, Bu? Nanti Katrin cari dulu deh di google. Belum pernah liat soalnya," jawab Katrin dengan cengiran lebar. Bu Maya memang sering sekali menyebut nama-nama artis dan gaya rambut mereka ketika bertemu dengan Katrin.

"Iya, Kat. Setiap ngeliat artis yang rambutnya pake braided hairstyle, ibu langsung keinget kamu. Gaya rambut kepang kamu tuh bikin kamu makin manis."

"Ah, Ibu bisa aja. Makasih lho, Bu." Katrin senyum malu-malu.

"Omong-omong kamu mau kemana, Kat?"

"Mau ke kelas sih, Bu. Tadi abis beli pena di koperasi."

"Ibu boleh minta tolong nggak? Mampir ke ruang OSIS bentar. Panggilin Reihan."

Mendengar nama Reihan disebut secara tiba-tiba, rasanya seperti mendengar lagu favoritnya diputar di radio tanpa ia rencanakan. Kaget bercampur senang jadi satu. Semoga saja dia nggak salah denger dan semoga saja yang dimaksud Bu Maya memang Reihan-nya.

"Reihan si ketua OSIS kan, Bu?"

Bu Maya mengangguk.

Katrin nggak tahan untuk nggak bertanya. "Emang ada apa ya, Bu?"

"Kemarin ada masalah internal di OSIS. Antar sesama anggota. Ibu mau tanya langsung ke Reihan buat tanya-tanya. Jadi, tolong panggilin si Reihannya, ya."

"Oh, oke deh, Bu," jawab Katrin dengan senang hati.

"Kalau dia nggak ada di ruang OSIS, coba kamu samperin ke kelasnya, ya. Kalau emang nggak ada, kasih tahu temannya aja kalau Ibu nyariin Reihan, biar temannya yang nyampein."

Katrin mengangguk. Setelah pamit, ia langsung melenggang antusias menuju ruang OSIS yang terletak di lantai dua. Bersebelahan dengan ruang ekskul jurnalistik.

Tiba disana, ia melengok ke dalam ruangan yang pintunya terbuka lebar. Ruangan OSIS ukurannya sama dengan ukuran satu ruang kelas. Lumayan besar, ada rak tinggi yang berisi berkas-berkas. Di sudut ruangan ada komputer putih yang terletak di atas meja. Dinding putih di ruangan ini tertempel bingkai foto anggota per angkatan, papan tulis, dan lain-lain. Ruangan ini tampak rapi, bersih, dan tertata.

Orang pertama yang menyambutnya adalah Kanya. Perempuan setinggi 165 cm dengan rambut yang jatuh sampai sepinggang. Senyum Kanya menyapanya hangat. Kanya memang aktif di OSIS. Setahu Katrin, cewek ini menjabat sebagai sekretaris.

Terlepas dari nama Kanya yang selalu dibandingkan dengannya oleh mama, Katrin sebenarnya nggak ada masalah apa-apa sama Kanya. Cewek itu baik dan ramah.

"Hai, Katrin. Ada perlu apa, Kat?" tanya Kanya.

"Itu, Nya, gue nyari Reihan. Ada nggak?"

"Oh, Reihan. Ada kok, bentar ya, gue panggilin dulu." Kanya masuk lagi ke dalam, dan memanggil Reihan yang duduk di lantai dan tengah fokus dengan laptop di pangkuannya. Setelah itu, Reihan muncul di hadapannya.

Karena KatrinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang