35 - Saling Bersinggungan

3.1K 641 64
                                    

Chapter 35

"Kelompok 7, Garvino Jullian dan, hm... Katrina Nagita."

Katrin langsung memejamkan matanya ketika namanya disebut oleh Bu Ros, guru Biologinya. Kepalanya seperti mendadak terkena serangan vertigo. Bahkan lebih dari itu, dia stress berat!

Kenapa harus satu kelompok sama Garvin, sih?! Katrin sebal bukan main. Mana tugas kelompoknya adalah pratikum biologi lagi. Uji golongan darah. Mustahil saling bodo amatan di materi tersebut.

Setelah menyebutkan nama-nama kelompok yang dipilih secara acak, Bu Ros langsung memerintahkan anak muridnya untuk pindah ke laboratorium Biologi.

Katrin berjalan paling belakangan sambil menenteng buku biologinya yang super tebal, dia sengaja memperlambat langkah karena nggak mau barengan teman sekelompoknya. Tampaknya pun Garvin tidak mencari-carinya.

Tiba di laboratorium, Garvin memilih meja paling belakang, mau tidak mau, Katrin bergabung dengan cowok itu. Yang menyebalkan, di depan mejanya sekarang adalah Dewi dan Tiana. Mereka berdua satu kelompok. Harusnya Katrin juga bergabung disana, bukan berdua sama Garvin.

"Baiklah, seperti yang Ibu jelasan di pertemuan sebelumnya, hari ini kalian akan mengambil sampel darah teman kalian dan mengecek golongan darahnya. Di meja kalian masing-masing sudah terdapat alat-alat yang dibutuhkan."

Katrin menatap meja di hadapannya. Ada lancet pen, kertas untuk menguji golongan darah, jarum, kapas, alkohol, dan lain-lain.

Bu Ros kembali menjelaskan fungsi masing-masing alat dan memberi tahu step-step yang harus dilalui.

"Yaampun gue takut jarum suntik," ucap Tiana, cukup heboh sehingga mengundang cibiran teman-teman sekelas mereka yang mendengar. Tapi ada juga beberapa perempuan yang langsung menimpali dengan mengatakan nasib mereka sama.

"Santai aja, rasanya kayak ditusuk peniti," ucap Dewi.

"Lo jangan bar-bar ya, Wi, kulit gue sensitif," balas Tiana memperingatkan.

"Untuk kulit perempuan, bisa pakai lancet pen yang jarumnya di setting ukuran 3 ya. Untuk laki-laki ukuran 5 karena kulitnya cenderung lebih tebal," kata Bu Ros dengan tenang.

"Kalau cewek pake ukuran lima nggak bakal kenapa-napa, kan, Bu?" tanya Oka iseng, kebetulan pasangannya adalah Rahma. Cewek tulen. Rahma langsung memelototi Oka.

"Pakai yang tiga aja, yang penting darahnya keluar dan cukup untuk sampel di Anti-A, Anti-B, Anti AB-nya. Sekarang silakan dimulai, ya. Jika ada pertanyaan dan kendala, silakan kasih tau Ibu," ucap Bu Ros.

Semua siswa pun mulai sibuk dengan alat-alat di meja mereka.

Katrin melirik Garvin, cowok itu tetap nggak bersuara dari tadi. Karena nggak mau memulai bicara duluan, Katrin memilih pura-pura membaca panduan di buku cetak Biologinya.

"Lo dulu apa gue dulu?" tanya Garvin akhirnya.

Bisa nggak sih Katrin pura-pura sakit perut dan meninggalkan laboratorium? Katrin nggak kuat jika harus berkerja sama dengan Garvin sekarang.

"Gue dulu." Mengkhianati hati kecilnya, Katrin berusaha bersikap profesional. "Maksudnya gue dulu yang dicek." Katrin menyerahkan tangannya.

"Oke." Garvin langsung mengambil kapas dan membasahinya dengan alkohol. "Mau jari mana?"

Katrin mendadak bingung. Emang bisa milih, ya, mau jari mana yang ditusuk?

"Telunjuk aja." Katrin menyerahkan tangannya.

"Telunjuk sering dipake buat beraktivitas. Kalau ditusuk jarum, telunjuk lo bakal nggak nyaman dipake aktivitas setelah ini."

Wah, benar juga. Baru lah Katrin mau menyarankan menggunakan jari lain, Garvin lebih dulu menarik telapak tangannya. "Jari manis aja," ucap Garvin tanpa menatap Katrin. Matanya sibuk pada telapak tangan Katrin yang kini ada dalam genggamannya.

Karena KatrinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang