38 - Rasa Suka

6K 841 207
                                    

Chapter 38

"I miss you, Kat. A lot more than I realized."

"What?!"

Ada banyak hal yang Katrin pikirkan ketika Garvin muncul di rumahnya. Mungkin cowok itu memang sekadar ingin tahu kabarnya, atau menyimpan setitik rasa bersalah atas perbuatannya kemarin sehingga dia berkewajiban meminta maaf. Dari berbagai kemungkinan yang ada, Katrin nggak pernah berekspektasi Garvin akan berkata bahwa dia merindukannya! Katrin benar-benar tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Maaf, bisa diulang?" tanya Katrin sekali lagi. Dia takut telinganya tadi cuma salah dengar karena ucapan cowok itu tadi dibarengi dengan deru angin dan bising dedaunan yang bergerak di sekitar mereka.

Akhirnya, Garvin menoleh ke arahnya. Membuat pandangan mereka saling bertumbukan satu sama lain.

"Gue kangen. Rasanya ada yang kurang kalo lo nggak ada," perjelas Garvin yang sukses membuat Katrin tertegun. Katrin terdiam, mencoba mencerna semua yang terjadi padanya.

Garvin yang berkata bahwa kehadiran Katrin tidak ada pengaruh positif dalam hidupnya, barusan bilang kalau dia kangen. Sepertinya efek pasca demam membuat Katrin jadi berhalusinasi.

"Are you okay?" tanya Garvin karena tak kunjung mendengar respons Katrin.

"No," balas Katrin kemudian setelah lamunan panjangnya.

Telapak tangan Garvin hinggap di dahinya, gerakan kasual yang justru membuat jantung Katrin bertalu-talu. Dia sadar bahwa semua yang terjadi sekarang ini memang nyata.

"Nggak demam tapi, Kat. Atau lo pusing sekarang? Kalau iya, masuk aja, istirahat, ntar lain kali kita baru ngobrol," ucap Garvin.

"Bukan, bukan karena sakit," balas Katrin buru-buru. Dia merasakan telapak tangan Garvin yang tadi menyentuh dahinya kini sudah berpindah ke bahu kanannya.

"I don't get it, Gar. Maksud lo bilang kangen apaan? IQ gue terlalu rendah untuk memahami lo setelah semua yang terjadi antara kita."

Garvin menghela napas. Dia menurunkan tangannya dari bahu cewek itu. Dia menyandar pada ayunan, tatapannya kembali lurus ke depan. "Gue aneh, ya?"

"Banget!" jawab Katrin tanpa ragu.

Garvin melirik Katrin sekilas, kemudian kembali menatap pemandangan di depannya. Dari gesturnya, Katrin sadar cowok itu tampak tidak nyaman jika harus melakukan kontak mata dengannya. Ekspresi menuntut Katrin pasti cukup menyebalkan untuk dilihat.

"Cuma lo yang bikin gue jadi begini, Katrin."

"Gimana maksudnya?"

"Lo pernah liat gue naksir cewek?"

Katrin menggeleng.

"Menurut lo kalau gue naksir cewek, gue bakal gimana?"

"Deketin cewek itu, ajak pacaran. Kayak seharusnya."

"Iya, harusnya memang begitu. Tapi logika gue nggak mengizinkannya. Gue malah nyuruh cewek itu ngejauh karena bagi gue, kehadiran cewek itu menginvasi setengah isi kepala gue, sehingga gue nggak bisa fokus ke hal-hal yang seharusnya gue lakuin seperti biasa."

Katrin terdiam, dia berusaha memahami penjelasan Garvin.

"Itu yang gue lakuin ke lo sebelumnya. Bikin lo ngejauhi teritori gue karena kehadiran lo berefek luar biasa buat hidup gue."

Kali ini Katrin memandang Garvin tanpa berkedip. Bibirnya terkatup rapat, mencegah dirinya untuk melontarkan kesimpulan yang terpikirkan oleh otaknya. Kesimpulan yang cukup mencengangkan untuk diterima akal sehat Katrin.

Karena KatrinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang