13 - Sebuah Kebetulan

6.8K 1.1K 87
                                    

[Repost]

Chapter 13

Tepat pukul lima sore, Fortuner abu-abu Garvin berhenti tepat di depan sebuah rumah berpagar hitam. Rumah Katrin.

"Itu nyokap lo?" tanya Garvin dari balik kemudi sambil melihat ke arah luar jendela. Di teras rumah Katrin ada seorang perempuan paruh baya yang mengenakan celana khaki berwarna biru tua dan kemeja berwarna senada.

Katrin mengangguk. Mamanya tampak sedang membereskan sesuatu di teras. Melihat kehadiran mobil di depan rumah, aktifitas mamanya terhenti.

"Mau mampir dulu nggak?" tanya Katrin basa-basi.

"Nggak usah, udah sore. Tapi gue turun bentar, mau salim," balas Garvin.

Katrin lebih dulu keluar mobil, diikuti oleh Garvin. Mama Katrin yang awalnya bingung, langsung membukakan pagar karena yang dilihatnya ternyata adalah kedatangan anak semata wayangnya bersama salah seorang temannya yang tampak asing.

Garvin menyalami mama Katrin dengan sopan. "Garvin, Tante, temen sekelas Katrin." Cowok itu mengenalkan diri sambil tersenyum tipis.

"Oh, dari mana aja? Kok baru pulang?"

"Garvin ini mentor matematika aku, Ma, di kelas. Tadi kami abis diskusi tugas bentar di cafe deket sekolah." Katrin mengambil alih untuk menjawab.

"Mentor matematika?"

"Iya. Dia salah satu orang paling pinter di kelas. Makanya Pak Anjar nyuruh dia ngajarin aku."

Wajah mama Katrin langsung berbinar. "Wah, ayo, masuk dulu," ajaknya semangat.

"Nggak usah, Tante, udah sore banget," Garvin menjawab tak enak hati.

"Bentar aja kok, Tante bikinin minum. Ayo!" Dan dengan setengah memaksa, Mama Katrin mengajak Garvin masuk. Katrin nyengir geli karena cowok yang di hidungnya masih tertempel band-aid itu tampak tak bisa menolak.

Katrin dan Garvin duduk di ruang tamu sementara mamanya mengambil minuman di dapur.

"Sorry, Gar, jadi ketahan disini. Tapi abis minum, lo langsung izin cabut aja."

Garvin hanya mengangguk singkat.

Mama Katrin kembali dengan segelas sirup rasa jeruk.

"Ini diminum. Makasih lho udah mau ngajarin Katrin matematika, dia payah banget ya kalau disuruh hitung-hitungan?" Mamanya bertanya sok akrab. Hal yang membuat Katrin mendengus jengah.

Garvin terlihat bimbang. Mungkin cowok itu dilema antara mau mengiyakan ucapan mama Katrin atau berpura-pura memuji Katrin.

"Nggak juga. Gue nggak payah-payah banget kan, Gar?" pancing Katrin yang begitu ingin melihat reaksi mentor galaknya tersebut.

Meski tampak tak yakin, sebuah senyum terbit di bibir Garvin. "Katrin lumayan, kok, Tante."

Katrin langsung menampilkan raut penuh kemenangan ke arah mamanya.

"Lumayan bikin kesel," lanjut Garvin yang sukses bikin Katrin seperti baru saja dilempar dari ketinggian seribu kaki. Katrin memelotot sebal. Melihat tampang mamanya yang mengejek dan mengancam secara bersamaan, membuat Katrin mendadak mati gaya.

"Katrin ini kerjaannya di rumah main iPad aja Gar. Gambar terus!" adu mamanya. Katrin mengembuskan napas keras. Kehadiran Garvin dan mamanya ini di tempat yang sama memang berhasil membuatnya dalam posisi tersudut.

"Jadi kamu yang sabar ya ngajarin dia. Tante pengen banget sebenernya lihat Katrin pinter kayak kamu."

Katrin mencibir pelan. "Garvin mah nggak tertandingi, Ma. Dia itu bukan cuma pinter mtk, tapi pelajaran lain juga dia sikat. Calon dokter, ma," Katrin nggak tahu kenapa dia harus mengatakan hal sedetail ini. Mungkin itu adalah perintah otaknya yang tak ingin dibanding-bandingkan dengan sosok yang jelas tak bisa dijadikan perbandingan.

Karena KatrinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang