• IGATT - 24 •

1K 172 2
                                    

Jeffrey yang nyawanya belum terkumpul mendapati ia yang terduduk di sofa depan TV. Sepertinya ia ketiduran di sana hingga esoknya──hari ini──sesaat setelah niat hati hanya leha-leha selepas membereskan barang-barangnya.

Ia menoleh ke arah jendela dengan sinar matahari yang menembus sela-sela tirai. Masih belum sadar, Jeffrey dengan cueknya berdiri lantas membuka kulkas di dapur. Ia mengambil air dingin lalu menuangnya ke gelas dengan mata yang setengah terbuka.

Sejujurnya, Jeffrey merasa ia melupakan sesuatu. Tapi, apa?

Cowok itu mengacak rambut acak-acakan miliknya, lalu kembali ke tempat semula. Ah, paling ia hanya belum mengembalikan celana pendek milik Mark yang ia pinjam, pikirnya.

Saat membuka ponsel, matanya berkedip cepat. Tunggu, Kanada? Pukul berapa sekarang?

Jeffrey langsung bangkit saat itu juga. Ia terlambat untuk kelas.⠀⠀⠀⠀⠀⠀

⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
••••
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

Terlambat di hari pertama? Kalau Bunda Wendy tau, bisa habis dia.

"Udah telanjur, mending gua sarapan dulu," gumam Jeffrey sembari berjalan santai ke kafetaria.

Serius inimah, tingkat kesantai-an Jeffrey patut dipertanyakan. Mana ada orang yang terlambat di hari pertama---bahkan di bayang-bayangi oleh amarah Bunda Wendy masih bisa tenang.

Jeffrey berhenti tepat di depan pintu kafetaria. Ia berhenti bukan karena kursi-kursi yang melayang atau makhluk-makhluk aneh yang ada disana. Tenang, cerita ini belum ganti genre.

Ia terdiam karena kafetaria benar-benar ramai saat itu. Kalau keadaannya kaya gini sih kayaknya dia harus berbagi meja sama orang lain.

Akhirnya, Jeffrey memutuskan untuk mencari tempat terlebih dahulu. Ia mengedarkan pandangan ke sudut kafetaria, hingga,

"Excuse me, may i- eung, Lalisa?!"

Gadis berponi itu mengalihkan perhatiannya dari ponsel, menatap seseorang yang sepertinya ia kenali. "Jeffrey? Oh my god."

Jeffrey menekuk alisnya, begitupun Lalisa. Keduanya berada dalam pikiran masing-masing yang sama-sama kebingungan. Apalagi Jeffrey, cowok itu merutuk. Dari sebanyak ini tempat di Kanada, kenapa harus bertemu lagi disini?

"Kok lo-"

"Gimana-"

Setelah sunyi beberapa saat, keduanya malah bertanya disaat yang bersamaan. Lalisa dan Jeffrey serempak mengangkat telapak tangan kanan mereka, saling tunjuk.

"Lo duluan."

"Ladies first."

Lagi, keduanya bicara secara bersamaan namun Lalisa menggelengkan kepalanya. "Lo yang pertama kali manggil gue, berarti lo yang butuh."

"Ngobrolnya sambil duduk deh," ucap Jeffrey sambil mengambil tempat di depan Lalisa.

Untungnya, hari ini Jeffrey memakai pakaian santai, t-shirt hitam lengan pendek yang dipadu celana jeans dan topi berwarna mocca di rambut cokelatnya. Jadinya ia tidak akan terlihat terlalu aneh dimata Lalisa pada pertemuan kedua. Jeffrey memperhatikan, Lalisa juga tampak lebih santai.

Ice Girl And The TroublemakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang